Humaniora.id – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sedang menjadi sorotan masyarakat, terutama yang melek teknologi. Amburadul, itulah kesan yang ada. Pusat Data Nasional (PDN) yang seharusnya menyimpan data seluruh masyarakat Indonesia agar aman dari pencuri, malah diretas dan dibongkar maling. PDN ibarat rumah, rumah itu disatroni maling. Pencuri masuk rumah, di dalamnya banyak harta yang tak ternilai harganya, diacak-acak, dirusak bahkan diambil yang paling berharga dan kunci rumah dikuasai pencuri.
Sementara penjaga rumah yang pegang kunci malah tidak tahu semua kekayaan yang ada. Dia tahu ada pencuri masuk tapi tidak tahu harta apa saja yang diambil dan dirusak. Penjaga rumah selama ini tidak tahu harta-harta berharga apa saja yang harus dilindungi.
Penguasa asal ambil penjaga rumah tanpa ada syarat dan ketentuan, tinggal terima saja tanpa tahu kualifikasi pendidikan dan profesionalitas untuk menjaga data-data berharga di rumah itu. Yang paling parah selama dia bekerja, tidak mengecek isi rumah tersebut. Dia kerja dan dibayar mahal karena masih ada hubungan kekerabatan dengan penguasa, tapi sebenarnya dia tidak bisa bekerja. Saat dia ditunjuk untuk menjaga rumah tidak ada persyaratan apapun. Padahal pekerjaan itu sangatlah susah dan penuh resiko. Banyak berhubungan dengan teknologi kekinian dan harus mampu melindungi data-data di rumah tersebut agar tidak mudah dicuri orang.
Memang dia bekerja, tebar pesona kepada penguasa, kalau dirinya dianggap mampu bekerja secara profesional. Tetapi nyatanya nol besar. Sudah satu tahun bekerja seharusnya melanjutkan pekerjaan penjaga rumah sebelumnya yang terkena kasus korupsi. Malah membuat program baru yang pengen cepat kelar, supercepat tapi hasilnya malah amburadul.
Yang paling lucu, katanya pegang kunci rumah, tapi maling masuk dia juga tidak tahu. Apa yang diambil juga tidak tahu, kunci yang dibawa juga sudah tidak berfungsi lagi, karena kunci rumah sudah diganti yang baru oleh pencurinya. Itulah gambaran menkominfo sekarang bapak Budi Ari Setiadi yang dipilih asal-asalan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 17/7/2023 karena ada perombakan kabinet (reshuffle).
Masyarakat saja tahu tugas Kominfo, yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Apakah Kominfo sudah menyediakan platform media sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat rata-rata menggunakan platform medsos yang dimiliki oleh asing, alias platform global, seperti Facebook, WhatsApp, Messenger, Instagram,Twitter (X), Tik Tok dan lain sebagainya.
Padahal Indonesia negara yang besar, luas dan masyarakatnya suka menggunakan platform medsos asing. Mengapa hal ini tidak terbaca oleh Menkominfo saat ini? Alangkah baiknya Indonesia mampu menyediakan platform sendiri, untuk menyalurkan hobi bermedsos bagi warga negara nya.
Jangankan menyediakan platform sendiri, menjaga platform global yang ada di Indonesia saja tidak bisa. Tidak ada regulasi yang bisa disampaikan ke masyarakat.
Terutama mengenai keamanan data, dan melindungi masyarakat karena adanya kasus penipuan online dan tayangan pornografi yang ada di platform media global. Masyarakat pengguna media sosial yang selalu dirugikan. Pemerintah dalam hal ini kominfo jarang hadir untuk memberi perlindungan kepada masyarakat pengguna media sosial asing yang bertebaran di Indonesia. Kalau ada kasus penipuan online jarang bisa dilacak, karena jaringannya luas, dan banyak perampok yang bercokol di medsos global tersebut.
Seharusnya Budi Arie Setiadi melanjutkan program PDN yang sudah digagas oleh Jhonny Plate. Ada dua hal yang diusung oleh Johnny Plate yaitu Government Public Relation (GPR) dan infrastruktur digital. GPR ini menjadi alat untuk menginformasikan kebijakan-kebijakan negara. Jhonny G Plate sudah menggagas adanya infrastruktur digital dan platform media untuk kepentingan kemajuan negara. Tetapi Jhonny Plate divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi menara BTS 4G Kominfo dan denda Rp 1 miliar, serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp 15,5 miliar (08/11/2023). Bancakan korupsi BTS Jhonny G Plate cs bikin negara rugi Rp 8 Triliun.
Pengganti Johnny Plate tidak melanjutkan program GPR dan infrastruktur digital tetapi membangun Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) sebagai sarana transisi. Konsep transisi PDNS segera beroperasi dengan menggunakan server milik Telkom Sigma di Surabaya untuk menjadi PDN sementara. Dengan target bulan Agustus 2024 bisa diresmikan presiden. Belum sempat diresmikan malah data PDN diretas. Per tanggal 26 Juni 2024 ada 283 instansi pemerintah yang datanya tersimpan di PDNS Surabaya. Atas kejadian ini seharusnya petinggi Kominfo mundur sebagai tanggung jawab moral setelah PDN diretas.
Itulah dua mentri kominfo era presiden Joko Widodo yang tidak bisa bekerja secara maksimal dan malah merugikan negara.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI.