humaniora.id – Menguatnya nilai-nilai tradisi di dalam pendidikan karakter menjadi penting mengingat karakter yang kuat dapat menciptakan masa depan bangsa yang lebih baik.
Demikian antara lain dikemukan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Liong & Barongsai Seluruh Indonesia (PB-PLBSI), Prof. DR. Nurdin Purnomo, kepada humaniora.id melalui sambungan telpon di Jakarta, Selasa (07/02/2023).
“Karakter bangsa yang kuat niscaya membawa bangsa menuju masa depan lebih baik. Salah satu pembentukan karakter tersebut diantaranya dapat melalui nilai-nilai tradisi,” ujar Prof. DR. Nurdin Purnomo.
Tinjauan Prof. DR. Nurdin Purnomo tersebut, respon atas berlangsungnya perayaan Cap Go Meh, merupakan perayaan tahunan menandai hari penutup Tahun Baru Imlek. Cap Go Meh tahun ini jatuh pada hari ini, Minggu (05/02/2023).
Pada perayaan Cap Go Meh masyarakat Tionghoa biasanya memanjatkan doa. Menjalankan tradisi turun temurun yang diyakini membawa berkah sepanjang tahun.
“Perayaan ini sudah berlangsung selama ribuan tahun. Merupakan kecerdasan orang dulu. Ditetapkan berdasarkan waktu-waktu tertentu yang memiliki makna simbolik. Fokus utama pada ilmu prakiraan (meteorologi). Misalnya terkait dengan musim tanam, dan pengaruh alam lainnya,” ungkap Prof. Nurdin.
Walau tradisi ribuan tahun, Prof. Nurdin memandang, Cap Go Meh tetap relevan untuk tradisi masa kini. Bahkan kita harus lebih detail lagi memaknai Cap Go Meh ini.
“Antara lain nilai dan manfaat dari perayaan ini. Seperti menyalakan lentera atau lampion merupakan wujud permohonan dan pengharapan orang Tionghoa terhadap masa depan yang lebih cerah. Kegiatan tersebut mengandung arti menerangi masa depan,” paparnya.
Perayaan Cap Go Meh dirayakan masyarakat Tionghoa di berbagai kota di Indonesia dan dunia. Seperti di Cina, Malaysia, Singapura, dan Negara lainnya.
Di Jakarta perayaan Cap Go Meh bertema “Perayaan Jakarta Cap Go Meh 2023” diantaranya berlangsung di Pecinan Glodok, Jakarta Barat, Minggu (05/02/2023).
Acara ini diselenggarakan Pengurus Besar Persatuan Liong & Barongsai Seluruh Indonesia (PB-PLBSI).
“Ini perayaan termeriah selama tiga tahun terakhir setelah terdampak pandemic covid-19. Kami senang teman-teman dari Liong Barongsai ikut meramaikan acara ini. Di semua tempat mereka aktif ikut memeriahkan kirap Cap Go Meh. Kesenian Barongsai ini secara integral sudah menjadi bagian seni budaya Indonesia,” ujar Sekretaris Jenderal PB-PLBSI, Ripka Wijaya.
PLBSI juga mengajak Federasi Youth Band Indonesia (FYBI) Provinsi DKI Jakarta ikut memeriahkan Perayaan Jakarta Cap Go Meh 2023 ini.
FYBI melibatkan pembawa bendera dan pemusik Marching Band. Membawakan beberapa lagu, diantaranya ‘Maju Tak Gentar’, ‘Sirih Kuning’ dan lagu ‘Tian Mi Mi’ yang dinilai sesuai dengan suasana Cap Go Meh.
Dimeriahkan dengan kirab Toa Pe Kong dan berbagai kegiatan seni budaya, tari-tarian, serta kirab budaya, yang melibatkan 22 Wihara dari lima Wilayah Kota DKI Jakarta.
Kirab diawali oleh Marching Band FYBI Provinsi DKI Jakarta. Diikuti atraksi Liong dan Barongsai PLBSI serta puluhan Toa Pe Kong yang ditandu. Arak-arakan berbaris dari depan Fat Cu Kiong Bio di jalan Kemenangan, Toko Tiga, Pasar Pagi, sampai menuju Pancoran China Town Point dan Gapura Pantjoran Glodok Jakarta.
“Meski sempat diguyur hujan diawal kirab, perayaan Jakarta Cap Gomeh 2023 berjalan lancar dan sangat ditunggu-tunggu masyarakat. Masyarakat tumpah ruah menyambut kirab ini. Berswafoto dan bersorak serta tepuk tangan di pinggir jalan dimana kirab digelar,” terang Ripka Wijaya
Dari sisi sejarah istilah Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkien yang secara harfiah berarti 15 malam atau hari setelah Tahun Baru Imlek. Perayaan ini dilakukan untuk menghormati Dewa Thai Yi yang dianggap sebagai dewa tertinggi di langit pada masa pemerintahan Dinasti Han (206 SM-221 M).
Cap Go Meh pada awalnya dilakukan khusus untuk kalangan istana dan tidak diperuntukkan bagi orang biasa. Ritual ini diyakini sebagai simbol melepaskan nasib buruk dan menyambut nasib baik di masa depan.
Berbeda dengan perayaan Imlek yang dirayakan dengan mengunjungi kelenteng untuk berdoa. Pada saat Cap Go Meh masyarakat Tionghoa datang ke kelenteng membawa sesaji berupa kue keranjang khas China. Kemudian berdoa sebagai rasa syukur dan memohon keselamatan.
“Meskipun di beberapa tempat tradisi Cap Go Meh dirayakan dengan cara berbeda, setidaknya ada beberapa tradisi wajib yang tidak boleh ditinggalkan,” ujar Ripka Wijaya menutup penjelasannya./*
Comments 2