humaniora.id – Ketua MPR RI sekaligus Dosen Tetap Pascasarjana S3 program studi Ilmu Hukum Universitas Borobudur Bambang Soesatyo menjadi penguji sidang tertutup disertasi mahasiswa S3 program doktoral studi Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Anwar Musyadad, yang berprofesi sebagai Advokat. Meneliti mengenai Tindakan Hukum Pemerintah Daerah Terhadap Perusahaan yang Tidak Melakukan Corporate Social Responsibility. Salah satu hasil penelitiannya menekankan tentang perlunya Indonesia memiliki Undang-Undang tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR), yang sangat penting untuk dikaji lebih jauh oleh pemerintah bersama DPR RI.
Saat ini, ketentuan mengenai CSR terdapat pada Pasal 74 UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas mewajibkan setiap perusahaan menjalankan CSR. Namun harus diakui, penerapannya di lapangan masih sangat lemah. Karena tidak adanya ketegasan sanksi, maupun hal lainnya yang membuat perusahaan mau menjalankan program CSR.
“Setiap tahunnya, diperkirakan terdapat Rp 10 hingga 15 triliun dana CSR yang tidak dikelola dengan maksimal. Karena itu diperlukan peraturan dengan level undang-undang untuk merubah paradigma perusahaan agar jangan memandang CSR sebagai beban. Tetapi, sebagai wujud memperkuat kemitraan antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Sehingga bisa memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat, meringankan beban pembangunan pemerintah, serta memperkuat investasi sosial dan ekonomi perusahaan yang bersangkutan,” ujar Bamsoet usai menguji sidang tertutup disertasi mahasiswa S3 program studi Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Anwar Musyadad, di Universitas Borobudur, Jakarta, Selasa (19/6/23).
Hadir sebagai penguji antara lain Ketua Tim Penguji Rektor Universitas Borobudur Prof. Bambang Bernanthos, Promotor Prof. Faisal Santiago, Ko-Promotor Dr. Darawati, Penguji Dalam Institusi Dr. Boy Nurdin serta Penguji Luar Institusi Prof. Abdullah Sulaiman.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, Undang-Undang tentang CSR juga dapat mengatur agar penyaluran CSR bisa tepat sasaran dan tepat guna. Antara lain sesuai standar International Organization for Standardization (ISO) 26000: Guidance Standard on Social Responsibility, yang secara konsisten mengembangkan tanggungjawab Social Responsibility mencakup tujuh isu pokok. Yaitu pengembangan masyarakat, konsumen, praktek kegiatan institusi yang sehat, lingkungan, ketenagakerjaan, hak asasi manusia, dan organisasi pemerintahan.
“CSR memiliki peran penting dalam membangun kesadaran dan mendorong partisipasi para pelaku usaha untuk menyelenggarakan aktivitas perekonomian, tanpa melupakan partisipasi dan kontribusi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Karena pada hakikatnya, perusahaan memiliki tanggungjawab tidak hanya kepada pemegang saham, melainkan juga kepada masyarakat dan lingkungan,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua Dewan Pembina Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD ini menerangkan, agar Undang-Undang tentang CSR dapat berjalan efektif, didalamnya juga harus memuat ketentuan sanksi yang bisa diberikan pemerintah daerah terhadap perusahaan yang tidak mengalokasikan dana untuk CSR sesuai ketentuan yang berlaku. Sanksi yang bisa diberikan antara lain berupa sanksi administrasi seperti teguran lisan dan tertulis.
“Tidak menutup juga pemberian sanksi teknis seperti penghentian sementara kegiatan operasional perusahaan, hingga pencabutan sementara izin perusahaan,” pungkas Bamsoet./*