Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Penyelesaian Kasus Praktek Kedokteran dengan Rekomendasi dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Humaniora.id – Ketua MPR RI ke-16, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar serta Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum di beberapa universitas ternama di Indonesia, Bambang Soesatyo, telah mengingatkan aparat penegak hukum agar mempertimbangkan rekomendasi dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sebelum melakukan pemeriksaan terhadap tenaga medis atau tenaga kesehatan. Hal ini dilakukan dalam konteks implementasi UU No. 17/2023 tentang Kesehatan, yang menetapkan bahwa setiap dugaan pelanggaran hukum oleh tenaga medis harus mendapatkan persetujuan atau rekomendasi dari MKDKI.
Pasal 308 ayat 1 dari UU tersebut menekankan perlunya rekomendasi dari Majelis sebelum pemeriksaan hukum terhadap tenaga medis yang diduga melakukan tindakan yang melanggar hukum dalam praktik pelayanan kesehatan. “Begitupun dalam pasal 308 ayat 2, tenaga medis yang diminta pertanggungjawaban atas tindakan yang merugikan pasien secara perdata, juga harus mengikuti proses yang sama,” ujar Bamsoet usai menerima Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia (PERAPI) di Jakarta pada Rabu, 10 Juli 2024.
Dalam pertemuan tersebut, hadir beberapa tokoh penting di antaranya Irene Sakura Rini, Qoory Haly, Fernita Leo, Edy Dwi Martono, Jeremia O Sitorus, Mahatma Mahardika, dan Eka Prasetyo Nabit Musafi.
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menekankan pentingnya menghindari kesalahpahaman dalam penegakan hukum terhadap kasus medis. Bamsoet mendorong agar Mahkamah Agung, Polri, dan Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Edaran kepada instansi-instansi terkait, yang mengatur prosedur penyelesaian hukum dengan melibatkan MKDKI.
“Memperkuat Perlindungan Profesionalisme Medis di Indonesia”
“UU No. 17/2023 telah dengan jelas melindungi tenaga medis dan kesehatan. Apabila ada laporan yang melibatkan dugaan pelanggaran hukum, aparat penegak hukum tidak boleh melangkah sebelum mendapatkan rekomendasi dari MKDKI. Majelis ini akan melakukan penilaian dan memberikan rekomendasi terkait layak atau tidaknya dilakukan pemeriksaan hukum,” tambah Bamsoet.
Selain itu, Bamsoet juga menyoroti peran advokat sebagai pendamping hukum dalam proses ini. “Partisipasi advokat sangat penting dalam memberikan nasihat hukum yang konstruktif dalam penegakan hukum terhadap tenaga medis dan kesehatan,” ungkapnya.
Pernyataan Bamsoet juga menegaskan bahwa menyerahkan penyelesaian sengketa kepada MKDKI bukan berarti memberikan kebebasan penuh kepada tenaga medis. Sebagai bukti profesionalitas MKDKI, dalam periode 2020-2023, tercatat 34 dokter telah dikenakan sanksi disiplin, termasuk 23 dokter spesialis dan 11 dokter umum, atas pelanggaran non-kompetensi.