“Ketika Pinjam Rayuan Manis Selangit, Saat Diminta Ruwet Kayak Benang Mbulet”
Penulis: Nurul Azizah
Untuk pembaca setiaku, tulisan ini sedikit berbeda dari biasanya. Saya terpaksa menulis ini karena pengalaman pahit terkait utang-piutang yang sering kali berakhir dengan kecewa. Sudah terlalu banyak orang yang meminjam uang dari saya, tapi ketika ditagih, mereka menghilang atau hanya memberi janji-janji kosong. Saya harap, siapa pun yang pernah meminjam uang dari saya dapat membaca tulisan ini.
Keadaan menjadi sangat sulit ketika uang saya sendiri, yang dipinjam oleh seseorang, susah ditagih kembali. Sementara itu, saya sangat membutuhkannya. Haruskah saya meminjam uang dari orang lain atau dari bank, sedangkan uang saya masih tertahan oleh orang lain?
Tulisan ini sengaja saya buat sebagai pengingat agar saya tidak lagi mudah terpengaruh oleh rayuan manis, walau dirayu dengan cara apa pun. Sampai saat ini, saya sudah kehabisan akal untuk menagih uang saya yang dipinjam, namun yang terjadi selalu gagal dengan berbagai alasan.
Ceritanya bermula pada hari Minggu, 24 Maret 2024, di bulan suci Ramadhan. Pagi itu, sekitar pukul 06.30 WIB, pintu pagar saya terdengar bergoyang, dan seseorang memanggil-manggil nama saya. Saya bangun dan membuka pintu rumah, ternyata tamu yang jarang datang muncul.
“Eh, Bu NR, tumben datang ke rumah. Ada apa, Bu?” saya menyapa.
“Mau main, lama tidak bertemu. Rumahmu bagus, ya. Adem dan tenang.” Semua pujian keluar dari mulutnya, membuat saya setengah kaget. Dalam hati, saya berpikir, ada keperluan apa ini?
Ternyata, Bu NR datang untuk meminjam uang sebagai modal jualan brambang dan bawang di pasar wilayah Tembalang, Semarang. Dia menjanjikan bagi hasil dan meminta saya meminjamkan sejumlah uang. Karena rayuan manisnya dan rasa tidak tega, akhirnya uang lebaran untuk anak-anak saya pinjamkan kepadanya, dengan harapan uang itu bisa kembali setelah lebaran.
Saya bahkan sempat berdiskusi dengan keluarga, dan akhirnya sepakat meminjamkan uang sebesar Rp 2.000.000.
Tak lama setelah itu, Bu NR mengirim nomor rekening untuk transfer. Pada 24 Maret 2024, sekitar pukul 10:35, saya mentransfer uang Rp 2.000.000 ke rekening yang dia berikan.
Beberapa hari kemudian, Bu NR kembali menghubungi saya, meminta tambahan modal. Namun, saya menolak karena sisa uang yang ada harus digunakan untuk kebutuhan anak-anak.
Waktu berjalan, hingga tanggal 26 April 2024, saya menagih janji bagi hasil yang dijanjikan setiap bulan. Tapi, hasilnya hanya janji lagi. Sampai akhirnya, Idul Fitri berlalu, dan uang anak saya belum kembali. Bahkan ketika saya meminta uang untuk membeli kambing kurban, Bu NR beralasan bahwa uang tersebut digunakan untuk biaya pengobatan ibunya yang sakit.
Saya akhirnya mendatangi rumahnya secara langsung, namun tetap tidak berhasil mendapatkan uang saya. Uang yang seharusnya digunakan untuk membeli kambing kurban pun kandas, dan hati saya terluka karena janji-janji palsu Bu NR.
Sampai tulisan ini dibuat, tepatnya 17 September 2024, saya masih belum mendapatkan uang saya kembali, sementara anak saya membutuhkan uang tersebut untuk biaya skripsi. Kekecewaan semakin mendalam ketika anak saya menangis karena teringat uang yang dipinjamkan, tetapi tidak kembali.
Inilah yang membuat saya trauma dengan semua orang yang meminjam uang. Sebagai seorang penulis, saya merasa perlu menurunkan berita ini agar siapa saja yang memiliki utang kepada saya segera bertanggung jawab. Utang adalah tanggung jawab, dan saya harap mereka yang meminjam uang dari saya dapat segera melunasinya.
Semoga Allah melipatgandakan rezeki mereka dan mereka bisa segera mengembalikan uang yang mereka pinjam.