humaniora.id – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung arahan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan masalah penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan utama, seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan.
Seiring dengan hal tersebut, Kemenperin juga mendukung penuh penerbitan Permendag No. 8 Tahun 2024 sepanjang melindungi industri dalam negeri.
Namun Kemenperin membantah pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai penumpukan yang berdampak pada supply chain industri manufaktur dalam negeri.
Hal tersebut di sampaikan Juru Bicara (Jubir) Kemenperin, Febri Hendri Antoni didampingi Kepala Biro Humas Kemenperin Ronggolawe Sahuri dalam Konferensi Pers terkait penjelasan Kemenperin atas Ppenumpukan kontainer impor di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (20/5/2024)
“Perlu kami sampaikan bahwa sejak kebijakan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) terkait Pertimbangan Teknis (Pertek) diberlakukan. Kami pastikan tidak ada keluhan dari pelaku usaha mengenai gangguan suplai bahan baku industri. Dengan begitu perlu dibuktikan apakah kontainer yang menumpuk tersebut banyak merupakan bahan baku atau bahan penolong bagi industri,” jelas Febri.
Febri juga merespons pernyataan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menyatakan penyebab penumpukan kontainer tersebut adalah kendala persetujuan teknis sebagai syarat untuk mendapatkan perizinan impor.
“Perlu ditegaskan, kami sampaikan bahwa Kemenperin tidak terkait langsung dengan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan tersebut. Sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Perindustrian sebagai pembina industri dalam negeri. Tentu kami memiliki kewajiban untuk memastikan kebutuhan bahan baku industri bisa terpenuhi,” ucap Febri.
Jubir Kemenperin ini juga membeberkan pada hari Jumat, tanggal 17 Mei 2024, Kementerian Perindustrian telah menerima 3.338 permohonan penerbitan pertimbangan teknis atau Pertek untuk 10 komoditas.
“Dari seluruh permohonan tersebut, telah diterbitkan 1.755 Pertek, 11 permohonan yang ditolak, dan 1.098 permohonan (69,85%) yang dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi persyaratannya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Febri menuturkan berdasarkan Rapat Koordinasi yang dilakukan pada Kamis, 16 Mei 2024, diperoleh data yang menunjukkan perbedaan jumlah Pertek dan Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan.
Sebagai contoh, dari total 1.086 Pertek yang diterbitkan untuk komoditas besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya, PI yang diterbitkan sejumlah 821 PI.
Volume dari gap perbedaan tersebut kira-kira sekitar 24.000 jumlah kontainer.
“Di dalam rapat yang sama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga menyampaikan informasi mengenai ketidaktahuannya, apakah kontainer tersebut dimiliki oleh perusahaan dengan Angka Pengenal Importir Umum atau Angka Pengenal Importir Produsen,” urainya.
Siap Bertangung Jawab
Jubir Febri kembali menegaskan Kementerian Perindustrian siap bertanggung jawab terhadap kelangsungan industri dalam negeri sehingga perlu dijaga dan dilindungi agar barang-barang hasil produksinya dapat terserap oleh pasar, khususnya di dalam negeri.
“Dengan demikian, kami memiliki kepentingan agar ada pembatasan terhadap barang-barang impor yang serupa dengan barang-barang sejenis yang sudah diproduksi di dalam negeri,” terangnya.
Seperti diketahui, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bahwa setiap barang impor yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya barang-barang yang masuk dalam kategori larangan dan/atau pembatasan (lartas), wajib memiliki dokumen perizinan impor.
Untuk mendapatkan perizinan impor tersebut, salah satunya adalah memiliki pertimbangan teknis yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian.
Dengan demikian, barang-barang impor yang masuk dalam kategori lartas dimaksud mestinya tidak bisa masuk ke daerah pabean sebelum memiliki dokumen perizinan impor, seperti penumpukan yang terjadi saat ini.
Febri memaparkan proses penerbitan pertimbangan teknis di Kementerian Perindustrian dilakukan secara elektronik melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), yang prosesnya diatur di dalam Peraturan Menteri Perindustrian.
“Sebagai tindak lanjut dari Permendag No. 36 Tahun 2023, Kementerian Perindustrian telah menetapkan seluruh peraturan mengenai tata cara penerbitan pertimbangan teknis terhadap barang barang yang masuk dalam kategori lartas. Proses penerbitan pertimbangan teknis ditetapkan paling lama dalam waktu lima hari kerja setelah permohonan dan dokumen persyaratannya diterima dengan lengkap dan benar,” urainya.
Jubir Febri kembali mengingatkan dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya menjaga industri dalam negeri, Kemenperin harus menjaga keseimbangan antara produksi dalam negeri dengan pasarnya.
“Kami sejatinya tidak alergi dengan barang impor sepanjang barang-barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri. Sedangkan produksinya di dalam negeri tidak mencukupi. Dengan demikian, kebijakan Lartas diarahkan untuk tidak mengganggu industri dalam negeri,” tegasnya.
Kemenperin terus mendorong kemudahan yang diperlukan untuk keberlangsungan industri dalam negeri. Salah satunya adalah kemudahan mendapatkan bahan baku.
“Terhadap komoditas ini, kami selalu memastikan tidak ada hambatan bagi industri dalam negeri mendapatkan bahan baku, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor. Sedangkan terhadap barang-barang jadi atau produk akhir yang langsung dapat dijual ke pasar dalam negeri, Kemenperin berharap untuk tetap dibatasi dan menyesuaikan dengan konsep Neraca Komoditas yang pada prinsipnya menyeimbangkan antara produksi dalam negeri dan produk impor,” jelasnya.
Febri menuturkan Kemenperin memahami permasalahan teknis yang diakibatkan adanya perubahan-perubahan kebijakan yang diakibatkan oleh perubahan Peraturan Menteri Perdagangan.
Sesuai dengan ketentuan penyusunan peraturan perundang-undangan, setiap penyusunan peraturan harus melalui proses yang melibatkan Kementerian/Lembaga terkait.
Oleh karena itu, dampak dari perubahan suatu peraturan tidak menjadi tanggungjawab satu kementerian/lembaga saja.
“Kemenperin menjalankan seluruh peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang sudah digariskan oleh Bapak Presiden dan tetap mengawal agar tidak terjadi banjir produk impor, khususnya produk hilir atau produk jadi, untuk melindungi industri dalam negeri dan investasi, dengan tetap memerhatikan kepentingan nasional agar tidak lagi terjadi penumpukan barang di pelabuhan,” tegas Jubir Kemenperin yang sebelumnya adalah aktivis antikorupsi ini.