humaniora.id – Sejarah Kerajaan Majapahit. Kejayaan Kerajaan Majapahit Ditinjau Dari Sistem Geopolitik Indonesia.
Abstrak
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan terbesar di Nusantara pasca Sriwijaya yang mencapai kejayaan pada masa Prabu Hayam Wuruk (1350-1389). Majapahit memberikan lima legasi penting dalam prinsip geopolitik nasional.
Yaitu pertama kitab Negara Kertagama karya Mpu Prapanca (1365) yang menjabarkan batas-batas wilayah Majapahit.
Kedua, prinsip Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu) serta Tan Hana Dharma Mangrwa (tidak ada kebenaran yang mendua) yang tertulis dalam Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular.
Ketiga, administrasi negara dengan kehadiran Patih Gajah Mada dalam mengambil kebijakan politik, ekonomi, militer, dan budaya dalam sistem kerajaan.
Keempat, pengembangan kekuatan armada maritim di bawah pimpinan Laksamana
Nala.
Dan Kelima, cara meluaskan pengaruh kepada kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan memperhitungkan kekuatan pengaruh eksternal (manca negara) yang dapat mempengaruhi kedaulatan Majapahit.
Perkembangan Dimensi Geopolitik Global
Istilah ‘geopolitik’ pertama kali dikemukakan oleh Rudolph Kjellen pada 1899 dengan argumen bahwa Negara merupakan fenomena ruang atau organisme geografis yang bertanggungjawab dalam menjamin penegakan hukum dan ketertiban, serta perkembangan ekonomi bagi warganya (Cohen, 2003, hal. 11).
Pada abad ke-19, pandangan tentang geopolitik sangat erat kaitannya dengan penguasaan wilayah territorial darat dan laut, seperti yang dikemukakan oleh Halford Mackinder (1861-1847) bahwa siapa yang menguasai Eropa Timur akan menguasai Heartland; sedangkan siapa yang mampu menguasai Heartland akan menguasai World Island; dan siapa yang menguasai World Island akan menguasai dunia.
Adapun yang dimaksud “Heartland “ (jantung bumi) dan “World island” masing-masing merujuk pada area Asia Tengah dan Timur Tengah yang kaya gas dan minyak bumi (Ashworth, 2010, hal. 288). Dalam perkembangannya, dimensi geopolitik kemudian menyentuh isu yang mengikuti dinamika peradaban dunia.
Sebagai contoh, Gearóid Ó Tuathail (1998) mengemukakan diskursus geopolitik lingkungan hidup dengan argumen bahwa geopolitik saat ini tidak dapat dipisahkan dengan masalah-masalah kerusakan lingkungan hidup, pemanasan global, berkurangnya sumber daya alam, serta polusi (Soepandji dan Farid, 2018, hal. 440)
Geopolitik bahkan berkembang hingga menyentuh isu Revolusi Industri 4.0, ketika big data, artificial intelligence (AI), cloud, dan internet of things (IoT) telah menciptakan disrupsi dalam peradaban umat manusia. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Presiden Rusia Valdimir Putin bahwa penguasaan AI merupakan kunci untuk menjadi kekuatan dunia (Julien Nocetti dikutip dalam Soepandji dan Farid, hal. 442).
Sedangkan Kris Wijoyo Soepandji (2017) menggarisbawahi bahwa geopolitik menegaskan hubungan kekuasaan maupun penguasaan sumber daya dalam suatu ruang dengan melibatkan interaksi manusia, baik aktor negara dan maupun non negara.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa geopolitik merupakan upaya manusia dalam mengontrol ruang darat, laut, udara, maupun maya yang terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber daya. Dalam hal ini, pengelolaan sumber daya dengan adil akan menciptakan kesejahteraan. Sebaliknya, ketidaksetaraan dalam pengelolaan sumber daya dapat mengakibatkan eksploitasi oleh sekelompok manusia atas manusia yang lain.
Bersambung ke halaman : Geopolitik Masa Majapahit
Sumber : Official website Komite Seni Budaya Nusantara ( KSBN ) https://www.ksbnindonesia.org/