humaniora.id – Muhammad Mukhlisin, Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Guru menyatakan bahwa kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mewajibkan anak masuk sekolah pukul 5 pagi harus dikaji ulang. Mukhlisin menyatakan bahwa kebijakan tersebut diskriminatif.
Mukhlisin mengakui bahwa Gubernur NTT memiliki kepedulian tinggi pada pendidikan. Terbukti dengan besarnya alokasi anggaran APBD untuk pendidikan yang mencapai 50%. Jika alokasi ini benar, maka ini alokasi APBD terbesar di Indonesia untuk pendidikan.
Namun, kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi harus dibatalkan karena dianggap diskriminatif.
Kebijakan tersebut dinilai hanya mempersiapkan siswa-siswi dari sekolah unggulan tertentu di Kupang, NTT, untuk masuk perguruan tinggi ternama atau sekolah kedinasan di Indonesia.
“Bagaimana dengan siswa-siswi di luar sekolah tersebut? Padahal, prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan yang diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU Sisdiknas harus berlandaskan pada prinsip demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif.” tegas Mukhlisin.
Mukhlisin menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan pendidikan harus memperhatikan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan. Keberagaman peserta didik dan keluarganya juga harus diperhatikan. Tidak semua peserta didik dan orang tua siap untuk menjalankan kebijakan masuk pukul 5 pagi tersebut.
“Kondisi guru dan anak-anak di NTT beragam. Sebagian tidak memiliki kendaraan pribadi, sementara infrastruktur seperti kondisi jalan dan kendaraan umum belum sepenuhnya mendukung. Dengan Alokasi APBD yang besar, pemda bisa fokus pada infrastruktur dan dukungan sosial-emosional pelajar. Pengembangan karakter dengan pendekatan disiplin positif sangat luas bentuknya dan terbukti lebih efektif. Tidak dengan masuk sekolah pagi buta,” tuturnya.
Oleh karena itu, Yayasan Cahaya Guru menyerukan kepada pemerintah NTT untuk melakukan kajian ulang terhadap kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi. Semua pihak harus terlibat dalam kajian tersebut, termasuk masyarakat, guru, tenaga pendidik, dan ahli pendidikan.
Yayasan Cahaya Guru berharap agar kebijakan pendidikan di NTT dapat berlandaskan pada prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan yang demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif. Kita harus memperhatikan keragaman peserta didik dan keluarganya dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di NTT./*