humaniora.id – Setiap manusia mencari kebenaran, tetapi pernahkah kita bertanya, kebenaran seperti apa yang kita pegang? Apakah itu benar? Apakah itu sesuai dengan kenyataan? Ataukah hanya hasil dari sudut pandang kita sendiri?
Kebenaran itu ada empat macam: kebenaran menurut dirimu, kebenaran menurut lawan bicaramu, kebenaran menurut masyarakat, dan kebenaran menurut Tuhan.
1. Kebenaran Menurut Dirimu
Kebenaran menurut diri sendiri sering kali dipengaruhi oleh pengalaman, perasaan, dan keyakinan yang kita miliki.
Setiap orang memiliki sudut pandang masing-masing dalam menilai suatu kejadian.
Namun, masalahnya adalah, apakah kebenaran yang kita yakini benar-benar mutlak, atau hanya sekadar cerminan dari ego kita?
Terlalu keras mempertahankan kebenaran versi pribadi bisa membuat kita terjebak dalam keangkuhan.
2. Kebenaran Menurut Lawan Bicaramu
Di sisi lain, lawan bicara kita juga memiliki kebenaran versinya sendiri.
Perspektif mereka dipengaruhi oleh pengalaman dan pemahaman yang berbeda dari kita.
Jika kita terlalu kaku mempertahankan kebenaran masing-masing, yang terjadi bukanlah kesepahaman, melainkan perpecahan.
Kadang-kadang, kita terlalu sibuk berdebat untuk membuktikan siapa yang benar, tanpa menyadari bahwa kebenaran kita berdua hanyalah hasil dari ego yang berbenturan.
3. Kebenaran Menurut Masyarakat
Masyarakat juga memiliki standar kebenarannya sendiri.
Kebenaran ini biasanya dibangun dari nilai-nilai budaya, norma, dan kebiasaan yang mereka jalani.
Sering kali, kebenaran menurut masyarakat muncul dari perasaan kolektif yang mereka alami.
Jika banyak orang merasakan hal yang sama, maka itu dianggap sebagai kebenaran umum.
Namun, apakah kebenaran masyarakat ini selalu benar? Tidak selalu.
Tetapi dalam banyak hal, kebenaran kolektif ini lebih mudah diterima dan dapat menciptakan harmoni sosial.
Oleh karena itu, menentang kebenaran masyarakat hanya karena kita ingin mempertahankan kebenaran pribadi bisa menjadi tindakan yang sia-sia dan justru membawa perpecahan.
4. Kebenaran Menurut Tuhan
Kebenaran yang sejati hanyalah milik Tuhan. Tidak ada seorang pun yang bisa mengetahui secara pasti apa yang benar di mata-Nya.
Manusia hanya bisa berusaha memahami kebenaran ilahi melalui petunjuk yang diberikan.
Namun, karena keterbatasan manusia, kita sering kali gagal memahami esensi kebenaran sejati ini.
Bijak dalam Mempertahankan Kebenaran
Memenangkan perdebatan dengan mempertahankan kebenaran yang didasarkan pada ego pribadi hanya akan membuat kita kehilangan teman dan merusak hubungan.
Oleh karena itu, dalam banyak kasus, kebenaran menurut masyarakat cukup mewakili kebenaran Tuhan.
Sebagai manusia, kita harus bijak dalam memilih pertempuran mana yang layak untuk diperjuangkan.
Jika kebenaran yang kita yakini bertentangan dengan kebenaran yang lebih besar dan lebih diterima oleh masyarakat, maka ada baiknya kita belajar untuk mengalah.
Bukan berarti kita menyerah pada kesalahan, tetapi kita berlatih untuk menjadi lebih bijak dalam memahami berbagai perspektif kebenaran.
Jadi, jika suatu saat kamu merasa ingin mempertahankan kebenaranmu, tanyakanlah kembali pada dirimu sendiri: apakah ini benar-benar kebenaran sejati, atau hanya egomu yang berbicara?