humaniora.id – “Kalau tidak Undip, Saya tidak mau kuliah,” itulah kata-kata yang tergiang diingatanku. Itulah kata-kata dari anak ragilku Izza Rahmatika empat tahun yang lalu. Dia tidak mau kuliah selain di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Padahal masuk Undip tidaklah mudah, apalagi Izza itu lulusan SMKN I Semarang. Selain itu dia tidak pernah ikut bimbingan belajar (bimbel) sebelumnya. Dia hanya pengen seperti kakaknya yang sudah menjadi mahasiswa peternakan (FPP) Undip Semarang. Itulah sifat khas adek (anak ke dua), apa yang diraih kakaknya selalu saja diinginkan. Kakaknya punya apa, dia harus punya. Kakaknya melakukan apa, dia juga melakukan. Yang repot ketika kakaknya sudah dahulu masuk Undip dia juga pengen. Padahal kemampuannya kakak dan adek berbeda.
Kalau kakaknya sangat serius mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi negeri, dia sebelumnya sudah bergabung dengan bimbel dan diikuti dengan serius. Setiap saat yang dia kerjakan latihan-latihan soal masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Semua buku-buku yang berkenaan dengan ujian masuk PTN dia beli, tentunya dengan bimbingan guru di bimbel dan orang tuanya yang kebetulan juga seorang pendidik.
Beda dengan adeknya, tidak masuk bimbel hanya mengandalkan belajar sama kakak dan orang tuanya. Buku-buku tes masuk PTN punyae kakak e dipelajari sendiri.
Sampai pada akhirnya ujian masuk perguruan tinggi negeri digelar. Tesnya serba online, semua data discan dibuat PDF atau JPG, bagi orang tua yang tidak terbiasa dengan data-data yang jlimet pasti mengalami kesulitan. Apalagi pembukaan pendaftaran tidak dipastikan jamnya harus selalu membuka link dan terus update jam demi jam. Itulah perjuangan mendampingi anak masuk mendaftar ke PTN yang peminatnya berjubel sementara yang diterima sangat terbatas.
Kebetulan Izza tidak ikut jalur undangan. Ya dengan mengucapkan bismillah Izza ikut mencoba ujian masuk perguruan tinggi negeri dan Alhamdulillah diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang tahun masuk 2020. Saat semua orang merasakan betapa menakutkan keluar rumah karena ada virus mematikan covid 19.
Dengan iringan doa dan tekad yang kuat, karena hanya daftar satu PTN saja, Izza bersikeras bagaimana caranya bisa diterima di Undip, selain kakaknya sudah tergabung dengan Undip, juga dekat dengan rumah. Jadi tidak usah mencari tempat kos, karena memang jarak rumah ke Undip hanya 15 menit.
Ketika ujian tiba, diselenggarakan secara online. Izza dengan percaya diri mengerjakan soal dengan berdebar-debar dan berhati-hati, tentunya dengan iringan doa dari orang tuanya.
Alhamdulillah saat pengumuman tiba, Izza tidak bisa tidur sampai akhirnya pengumuman penerimaan calon mahasiswa Undip diumumkan melalui website. Dengan rasa berdebar Izza memasukkan nomor ujian ke website tersebut dan ternyata dengan Rahmat Hidayat dari Allah SWT Izza Rahmatika diterima sebagai mahasiswa Administrasi Publik FISIP Undip Semarang. Tentunya menjadi kebahagiaan tersendiri bagi orang tua, dua anaknya diterima di Undip Semarang yang kampusnya berada satu kecamatan yaitu kecamatan Tembalang Semarang.
Suka duka menjadi mahasiswa tentu dilalui dengan senang hati, bahkan dengan tangis pilu dan bahagia. Karena di Undip terkenal susah masuknya dan keluar juga susah. Dosen-dosennya profesional di bidangnya, tugas-tugas diselesaikan dengan sempurna. Mahasiswa dituntut untuk mandiri dan pandai membawa diri mengikuti perkembangan IPTEK.
Sekarang sudah empat tahun ananda Izza menempuh kuliah di Universitas Diponegoro Semarang, hari ini Kamis 7 Nopember 2024 ananda Izza Rahmatika diwisuda dan mendapatkan gelar Sarjana Administrasi Publik (S.AP). Selamat untuk ananda Izza Rahmatika kamu memang egois tapi positif, orang tua sampai deg-degan kalau kamu tidak diterima di Undip terus tidak mau kuliah, apa kata dunia. Orang tuanya sarjana semua bahkan Pasca Sarjana mosok anaknya tidak mau kuliah gara-gara tidak diterima di Undip. Sekarang kamu menjadi bagian dari Undip dan sudah alumni. Jaga almamater kampus tercinta, raihlah cita dan cintamu yang masih menunggu di depan sana.
Selamat untuk anakku Izza Rahmatika, kamu memang keras kepala, tapi sumbut dengan usaha dan perjuanganmu.
“Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan betapa bangganya orang tua (bapak dan ibu) pada hari ini. Selamat atas wisudamu, anakku! Wisuda adalah langkah awal menuju kesuksesan yang lebih besar. Semangat untuk perjuanganmu ke depan. Insyaallah doa bapak ibu agar langkahmu selanjutnya pasti akan lebih mengagumkan lagi. Dunia menantimu dengan pelukan kasih sayang dan penuh harapan.
Tulisan ini dibuat saat acara wisuda ananda Izza Rahmatika di Muladi Dome Gedung Serbaguna Universitas Diponegoro Semarang (7/11/2024).
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI, ibu kandung Izza Rahmatika