humaniora.id – Panitia Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) XIII tahun 2023 menyelenggarakan “Sosialisasi Pedoman Penilaian Dewan Juri,” di Gedung E Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Jakarta, Rabu, 24 Mei 2023.
Menurut Direktur Bidang Penjurian dan Pengadaan Film FFWI, Tertiani Simanjuntak, kegiatan tersebut antara lain bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan Dewan Juri FFWI dalam memilah dan memilih karya-karya film nasional terbaik.
“Kegiatan sosialisasi ini untuk meningkatkan kredibilitas sistem dan metode penilaian penjurian FFWI,” jelas Tertiani Simanjuntak.
Sosialisasi Pedoman Penilaian Dewan Juri FFWI 2023 menampilkan empat narasumber, masing-masing Rita Srihastuti (Anggota LSF), Susi Ivvaty (Editor dan Pendiri alif.id), Daniel Irawan (Penggiat Perfilman), dan sutradara Helfi Kardit.
Dewan Juri yang mengikuti kegiatan sosialisasi melalui daring menyimak sangat antusias. “Bagi kami kegiatan sosialisasi ini sangat menambah wawasan dalam menilai film,” ungkap Thomas Manggala, salah satu anggota Dewan Juri Awal.
Daniel Irawan, yang menjadi salah satu narasumber memaparkan, untuk menilai film pada suatu festival, yang pertama harus diperhatikan adalah siapa yang layak menjadi juri dan apa syaratnya? Memang tidak ada aturan baku dalam literatur maupun undang-undang. Selain satu: buku panduan penilaian yang disusun panitia.
Namun Daniel menempatkan produser film, kritikus film, pakar film, aktor dan aktris, terakhir wartawan peliput film, adalah orang-orang yang layak menjadi juri festival film.
“Dan di antara semua profesi, wartawan peliput film layak menjadi juri festival film. Alasannya karena keseharian pekerjaan mereka mengikuti dan menuliskan produksi dan sering menonton film,” tegasnya.
Daniel menekankan, sebagai juri terpilih mereka wajib memiliki pengetahun wawasan dan referensi film yang luas soal film. Memiliki pengetahuan tentang teknis film, dan tak kalah penting adalah rajin menonton film.
Kelebihan wartawan sebagai juri dalam pandangan Daniel adalah karena mereka sering berinteraksi dengan penonton film. Memintai pendapat penonton film dan film apa yang sedang digandrungi oleh penonton film.
Menurut Susi Ivaty untuk menjadi Juri yang menilai film tidak dengan kepala kosong. Dengan begitu, kata Susi, seorang juri bisa mengajukan argumen mengapa dia memilih suatu film untuk dinilai bagus atau tidak.
“Juri harus mampu memaparkan dan berargumentasi tentang defenisi film yang baik atau buruk. Lalu bisa menyimpulkan definisi itu sangat dinamis dan berspektrum,” kata Susi.
Susi menambahkan, adu argumentasi dalam menilai film sangat bagus dan harus menjadi tradisi yang dipertahankan dalam penyelenggaraan FFWI. Argumen yang didasarkan pada pengetahuan film yang mumpuni, meski tidak sempurna.
“Karena setiap orang memiliki sudut pandang sendiri, tetapi mempunyai alasan yang secara teknis bisa diterima,” ujarnya.
Tak kalah penting, kata Susi, seorang juri wajib mengetahui budaya dan adab suatu daerah atau komunitas. Meski tidak harus ahli.
Rita Sri Hastuti Wartawan Senior Anggota LSF, mengaakan harus disepakati bersama, penilaian sebuah film jangan hanya dari rasa saja.
Rita memberi contoh, kalau di genre drama, apakah cerita bisa menyentuh keharuan? Tetapi keharuan itu bukan cengeng. Lantas untuk genre Laga, Action dan Horor adegan dan cerita dan dilihat masuk akal atau tidak.
“Semua itu bisa jadi bahan penilaian yang didiskusikan bersama,”ujarnya.
Melalui koordinasi Kemendikbudristek Panitia FFWI 2023 sudah mulai bekerja dengan menyusun daftar film-film yang tayang di bioskop dan OTT mulai 1 Oktober 2022-30 September 2023./*
Comments 3