humaniora.id – Sebagai penggemar sepakbola,siapa yang tidak kenal dengan sosok Jose Mourinho. Pelatih fenomenal berpaspor Portugal ini tidak hanya dikenal prestasi nya dalam menukangi tim yang dibesut nya, tetapi berbagai perilaku menariknya dari yang paling kontroversial hingga yang paling terpuji nya diluar lapangan tidak luput dari perhatian para penggemar sepak bola.
Dari aksinya di dalam lapangan ketika memaki Dokter Tim Chelsea kala itu, Eva Carneiro hingga menjadi sukarelawan pengantar makanan dalam membantu masyarakat terdampak Covid – 19 di Inggris semakin mempertegas karakter nya sebagai manajer nyentrik yang tidak banyak dimiliki oleh para manajer lainnya.
Namun dari sekian banyak aksi nya tersebut, ada satu kemampuan yang bisa dibilang unik dan jenius. Selain lihai dalam meracik strategi, The Special One juga memiliki kemampuan psywar yang sangat baik dalam mempengaruhi mental tim yang dilatihnya.
Kemampuan ini sering ia tunjukkan dalam sesi konferensi pers seusai pertandingan. Salah satu momen ikonik yang paling diingat adalah ketika ia mendeklarasikan dirinya sebagai “The Special One”. Mourinho sesumbar mengatakan hal tersebut ketika ia baru saja tiba di Stamford Bridge setelah mampu membawa tim underdog, FC Porto menjuarai ajang bergengsi sekelas Champions League pada musim 2004/2005.
Pada waktu itu, nama Jose Mourinho tidak sepopuler sekarang, oleh karenanya publik sepakbola Inggris sempat bertanya-tanya, siapakah dia ini dan dari mana asalnya?.
Namun bukan Jose Mourinho namanya apabila tidak memberikan kejutan. Ia langsung membuktikan perkataannya tersebut ketika mampu mengatarkan Chelsea meraih gelar Premier League pertamanya pada musim 2005/2006 dan berlanjut pada musim selanjutnya, dengan catatan apik berupa rekor kebobolan paling sedikit dalam satu musim. Aksi nyentrik nya itu tidak berhenti sampai disitu.
Ketika, ia membesut Chelsea untuk kedua kalinya. Arsene Wenger kerap menjadi sasaran dari komentar pedas Mourinho. Rivalitas keduanya sudah terasa ketika Mourinho memasuki masa bakti keduanya dengan Chelsea.
Namun salah satu momen yang diingat adalah ketika ia merespon komentar Arsene Wenger yang mengatakan bahwa ada beberapa manajer yang takut gagal dalam mengarungi kompetisi Liga Inggris. Lantas Mourinho langsung merespon komentar tersebut ketika ditanya tanggapannya oleh salah satu wartawan. ” Anda tahu dia adalah spesialis kegagalan, dan saya bukan”, ujarnya.
Lebih lanjut Mourinho memberikan komentar pedasnya tersebut kepada Wenger, yang kebetulan Arsenal, tim yang yang dilatih Wenger sedang paceklik gelar juara. “Namun kenyataannya dia lah yang sebenarnya gagal, karena delapan tahun tidak memenangkan satu trofi pun, itu sangat rendah”, pungkasnya.
Memasuki musim 2017/2018 ketika melatih Manchester United, giliran mantan pelatih Ajax dan Crystal Palace, Frank De Boer yang menjadi sasaran Mourinho selanjutnya.
De Boer terlibat perang kata-kata setelah mengatakan bahwa sangat disayangkan pemain bertalenta seperti Marcus Rashford harus dilatih oleh Jose Mourinho. Sontak mendengar kritik tersebut, manajer 58 tahun itu kembali mengeluarkan keahliannya tersebut. “Saya telah membaca sebuah komentar dari manajer terburuk sepanjang sejarah Liga Inggris, Frank De Boer, tujuh laga tujuh kekalahan, nol gol” tegas Mourinho.
Seperti biasa, komentar nya yang singkat, padat dan elegan namun “sangat menusuk” merupakan keahlian dari Mourinho sendiri. Dengan berbagai aksi menarik dalam sesi press konferensinya tersebut, maka julukan “King of Press Conference” yang disematkan media Inggris padanya nampak cocok dengan karakternya.