Humaniora.id, Nusantara, Balikpapan – Menjelang pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim), pentingnya menjaga dan melestarikan budaya lokal semakin mendesak. Balai Pelestarian dan Kebudayaan (BPK) XIV Kalimantan Timur-Kalimantan Utara Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, yang dipimpin oleh Lestari, akrab disapa Tari, menegaskan bahwa keberagaman budaya harus tetap terjaga di tengah arus modernisasi yang akan datang.
“Nantinya banyak orang akan datang ke sini, maka penting menjaga kebudayaan ini agar tidak punah dengan memperkuat etnis identitas budaya lokal,” ujar Tari dengan semangat yang membara. Dalam pernyataannya, Tari menekankan bahwa kebudayaan itu sangat luas dan mencakup berbagai aspek kehidupan, bukan hanya sekadar kesenian.
Tari juga mengingatkan bahwa Indonesia telah memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 2017 tentang Kemajuan Kebudayaan. “Tujuan dari UU tersebut adalah untuk melestarikan dan memajukan budaya agar kebudayaan bisa tetap ada di Bumi Nusantara,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa melestarikan budaya bukan hanya tugas pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat.
Ada beberapa langkah konkret yang bisa diambil untuk melindungi kebudayaan. Pertama adalah perlindungan melalui inventarisasi budaya. “Misalnya kita memiliki tarian apa saja, kemudian upacara adat dan lain sebagainya, tujuannya agar budaya itu aman dari mereka yang ingin mengeklaim budaya tersebut,” ungkapnya dengan tegas.
Tari juga menekankan pentingnya pemeliharaan budaya agar tidak hilang dan dilupakan. “Jangan sampai hilang dan dilupakan, kemudian yang hampir punah itu diselamatkan,” tambahnya. Selain itu, pengembangan budaya juga menjadi fokus utama dengan menghidupkan ekosistem kebudayaan serta memperkaya dan menyebarluaskan kebudayaan lokal.
“Ketika kita keluar dari Kaltim, kita harus tetap memperkenalkan entitas budaya Kaltim agar orang luar mengenal dan menghargai kekayaan budaya kita,” ujarnya penuh keyakinan.
Lebih lanjut, Tari menjelaskan tentang pemanfaatan budaya yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat serta pembinaan yang menjadi tugas pemerintah untuk membina manusia agar dapat mengikuti atau melaksanakan pemajuan kebudayaan. “Salah satu hasil binaan itu adalah memiliki sertifikat. Penari bisa dikatakan penari bila memiliki sertifikat,” paparnya.
Dalam kesempatan ini, Tari juga menjelaskan dua kategori kebudayaan: benda dan tak benda. “Untuk benda, contohnya meriam Jepang. Sementara tak benda itu adalah perbuatan yang masuk dalam pemikiran, dalam identitas ideologi, mitologi, ungkapan tradisional dalam bentuk suara gerak maupun gagasan,” tuntasnya.