Humaniora.id – Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 2
T: Anda berasal dari Lampung, kemudian kuliah di Yogya. Bisakah Anda cerita bagaimana awal mulanya Anda bisa masuk Bengkel Teater?
Oke, saya lulus dari SMEA di Lampung lalu kuliah di Yogya. Di Yogya saya masuk di APMD (Akademi Pembangunan Masyarakat Desa). Lembaga itu sekarang menjadi Institut. APMD dulu berada dibawah naungan Universitas Gajah Mada. Mereka yang kuliah di APMD, bisa meneruskan sarjananya ke jurusan Sosial Politik di UGM. Di Lampung saya sama sekali tak pernah main drama. Tak pernah tahu siapa Rendra. Apalagi mengenal Rendra..
T: Tahun berapa Anda masuk Yogya itu ?
Saya tiba di Yogya tahun 1971. Lalu saya kuliah tahun 1972. Saya ini anak jalanan. Terus terang saja waktu itu saya pecandu narkoba. Saya seorang morfinis. Sejak tahun 1969 saya sudah kenal morfin, sementara kalau ganja saya sudah menghisap sejak tahun 65.
Di jalanan Yogya itu saya bergaul dengan seorang namanya Benidictus. Kami suka minum dan mabuk bareng. Saya tak tahu ternyata dia adalah anak Bengkel Teater.
Suatu malam Benny ini datang ke kontrakan saya bersama seorang lelaki umur 30 an tahun. Saat itu saya lagi mabuk dengan teman-teman. “Kenalkan ini Rendra…,” kata Benny. Saya saat itu tak tahu sama sekali siapa Rendra. Benny bilang: “Gak kenal sama Rendra? Dia orang teater. Dia orang sangat terkenal loh.” Saat itu saya sama sekali tak mengerti teater.
Seumur hidup belum pernah berkesenian. Benny kemudian suatu hari datang lagi ke kontrakan saya lalu bercerita mengenai Bengkel Teater. Benny lalu memperlihatkan kepada saya kliping-kliping koran tentang Rendra: “Nih lihat Rendra banyak dimuat di koran,” kata Benny. Saya lalu baca. Wah asyik juga batin saya. Saya jadi kaget kok mau-maunya orang terkenal seperti Rendra waktu itu main ke kontrakan saya. Kemudian suatu hari dalam kondisi mabuk – entah kenapa saya menuju rumah Rendra.
T: Rumahnya waktu itu dimana ?
Di Ketanggungan Wetan. Saya mabuk berat. Kalo nggak salah saat itu habis nyuntik, ngeganja trus minum. Saya bawa motor. Lalu motor saya taruh di sekitar rumah Rendra– brakk…saya sempoyongan, teler banget menuju orang-orang yang lagi latihan –entah latihan apa saya tak tahu.
Baru belakangan kemudian saat sudah kenal semua – saya tahu saat itu mereka adalah Adi Kurdi, Tertib Suratmo, Fajar Suharno, Areng Widodo dan lain-lain. Jederrr… saya saat itu ambruk, saya berteriak aku mau mati..mati aku, mati . Rendra bilang: “Ya udah kalau mau mati, mati aja, nanti kita kuburin.” Tiba-tiba brukkk. Saya kayak pingsan, saya tergeletak, samar-samar saya melihat mereka memakai musik, bergerak-gerak. Mereka membiarkan saja saya pingsan – mereka tetap terus latihan..
T: Lama Anda baru sadar?
Ya. Saat bangun ternyata Mas Rendra menunggu di sebelah saya. Setelah melihat saya sadar dia tanya: ”Jadi mati nggak ?“ “Enggak Bang,“ jawab saya. “Trus apa ? Pengen mati? Tadi katanya mau mati? Trus maumu apa?” Tanya Rendra lagi.
Saya tiba-tiba menjawab saya di sini aja ya. “Mau ngapain kamu di sini?” Rendra langsung menyergah. “Ya tadi saya lihat ada yang pada latihan gerak-gerak dengan musik, asyik kayaknya.” “Ya karena kamu mabuk jadinya terlihat asyik-asyik aja. Kamu mabuk tadi. Oke kalau kamu mau di sini kamu tak bisa lagi memakai morfin,” Rendra tiba-tiba berkata begitu. Saya jawab: “Baik.”Lalu hari itu saya tidak pulang, saya menginap di rumah Rendra.
T: Terus benar Anda bisa berhenti dari morfin saat itu?
Ya mulanya masih terasa nagih. Tapi saat terasa ingin fly, Rendra menyuruh saya buka baju, buka celana. Saya digebukin Rendra Bakk.. bukkk.. Bakkk.. Bukkk.. Setelah dihajar sama Rendra terus saya dikasih minum. Minumnya bau banget. Saya bertanya waduhh apa ini kok bau banget. Rendra membentak: “Minuumm !!”. Saya lalu minum.
Ternyata itu air kapur sirih yang diawetkan. Baunya sungguh minta ampun. “Minum trus..katanya mau sembuh,” bentak Rendra lagi. Saya minum terus. Rendra lalu mengatakan bila saya mulai merasa kambuh lagi, saya harus melawan. “Lawan terus ,” kata Rendra. Sama Mas Rendra saya tetap tidak diperbolehkan pulang sampai sembuh benar. Saya ditarok di kamar depan.
T: Di situ ada kamar-kamarnya ?
Tidak ada. Tapi ada satu kamar tamu, di sebelah kamar anak Rendra. “Sini aja, kalau kamu mau sembuh. Kalau kamu pulang ke kontrakan, kamu pasti kambuh lagi,” kata Rendra saat itu. Saya jawab ”Saya mau sembuh Bang.” “Ya udah, kamu pulang ke kontrakan sebentar, ambil pakaian seadanya, lalu kamu tinggal di sini,” kata Rendra.
Saya kemudian baru tahu Rendra pernah membikin kemah kaum urakan di Parang Tritis. Dan di situ pesertanya banyak yang pecandu tapi kemudian sembuh – dan menjadi anggota Bengkel. Ada Iskandar Woworuntu dan sebagainya, Saya kemudian mulai ikut-ikutan latihan gerak-gerak. Lama-lama saya juga ikut latihan meditasi..
Bersambung ke Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 3
Baca juga : Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon, Perjuangan Suku Naga sampai Cucu Sulaiman.” Bag 1
Comments 2