humaniora.id – Negara Indonesia merupakan negara dengan angka kejadian kebutaan dan gangguan penglihatan tertinggi kedua di dunia setelah Ethiopia. Mengutip data Kementerian Kesehatan RI tahun 2017, diketahui bahwa menurut hasil Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) 2014-2016, angka kejadian kebutaan sebesar 3% di 15 provinsi Indonesia.
Hal ini dilakukan oleh dr. Iwan Soebijantoro, Sp.M(K) dalam ujian pembukaan promosi program doktor Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Kamis (20/1) secara daring.
“Glaukoma adalah neuropati optik progresif yang disebabkan oleh sejumlah kondisi mata yang merusak saraf optik dan mengakibatkan penurunan penglihatan. Faktor risiko utama glaukoma adalah peningkatan tekanan intraokular (TIO)”, kata Dr. Iwan.
Dia menambahkan bahwa glaukoma adalah penyebab utama kedua kehilangan penglihatan progresif, yang diperkirakan akan mempengaruhi 80 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2020.
“Penyebab utama glaukoma adalah kerusakan aliran keluar ventrikel normal (AH). Dan peningkatan tekanan intraokular penting untuk menentukan risiko glaukoma seseorang,” tambahnya.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang ada, Dr. Iwan menjelaskan bahwa pada pasien glaukoma sudut tertutup primer, terjadi perubahan yang signifikan pada sel endotel kornea, ditandai dengan perubahan kuantitatif yaitu penurunan densitas sel endotel, dan perubahan morfologi sel secara kualitatif yaitu pleomorfisme dan polimegatisme.
Faktanya, dia juga menyebutkan bahwa ada beberapa mekanisme yang diyakini terlibat dalam kerusakan sel endotel kornea pada glaukoma sudut tertutup primer, termasuk kompresi langsung dari tekanan intraokular yang tinggi, trauma langsung dari kontak dengan kornea, dan trauma yang diinduksi sel endotel. drainase air terganggu.
“Tekanan intraokular yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan endotel dan menyebabkan edema kornea serta gangguan penglihatan akibat penutupan sudut akut,” ujarnya.
Berdasarkan studi yang ada, dr. Iwan menunjukkan bahwa glaukoma sudut tertutup primer dikaitkan dengan kepadatan sel endotel kornea yang lebih rendah. Belum diketahui faktor mana yang berhubungan dengan penurunan kepadatan sel endotel kornea dan perubahan morfologi pada glaukoma sudut tertutup primer.
“Melalui studi penelitian ini, kami berharap dapat menentukan morfologi sel endotel kornea, menilai kerusakan yang terjadi pada jaringan trabekular, dan kemudian menilai tingkat keparahan pasien dengan glaukoma sudut tertutup primer kronis,” kata Dr. Iwan
Studi “Hubungan antara perubahan morfologi di ruang anterior bawah dan sel endotel kornea pada glaukoma sudut tertutup primer kronis” dilakukan oleh Dr. Iwan berhasil memenangkan 3,56. PhD UGM dengan IPK 3,76 di bawah promotor Prof. dr. Marsetyawan HNES., MSc., PhD (Wiwin/IRO).
Sumber : https://fkkmk.ugm.ac.id/indonesia-menempati-urutan-tertinggi-kedua-gangguan-penglihatan-di-dunia/
Comments 2