humaniora.id – Indonesia merupakan Negara paling rawan bencana ketiga di dunia. Memiliki banyak wilayah dengan risiko tinggi terhadap bencana alam. Diantaranya banjir, longsor, gempa bumi, gunung meletus, cuaca ekstrim, dan tsunami.
World Risk Report 2022 yang dirilis Bündnis Entwicklung Hilft dan IFHV of the Ruhr-University Bochum menunjukkan, skor Indeks Risiko Global (World Risk Index/WRI) Indonesia sebesar 41,46 poin di tahun 2021.
Besarnya skor indeks risiko global tersebut terlihat dari banyaknya angka kejadian bencana alam yang melanda Indonesia.
Tahun 2019 berdasarkan The World Risk Index tersebut, Indonesia berada di peringkat 37 dari 180 negara paling rentan bencana.
Oleh karena itu edukasi kebencanaan di semua sektor perlu diberikan, termasuk juga kepada para wartawan. Hal ini agar masyarakat dapat menyerap pengetahuan jenis bencana dan bagaimana penanggulangannya.
“Supaya ketika meliput lokasi bencana wartawan tidak hanya menulis berita, tapi juga bisa melindungi diri sendiri. Sehingga bisa ikut membantu korban bencana,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Care, Lukman Azis Kurniawan, kepada humaniora.id, saat dijumpai di lokasi acara pelatihan Survival On Disaster For Journalist di Ecopark Ancol Jakarta Utara, Minggu (25/06/2023).
Edukasi bencana, lanjut Lukman, sangat penting sebagai pembelajaran dan perkenalan awal pada mitigasi bencana. Dengan pelatihan ini para wartawan dapat menambah pengetahuan di bidang bencana.
“Kita harus selalu siap menghadapi bencana dan mengetahui tindakan yang harus dilakukan saat evakuasi terjadi,” terangnya.
Survival On Disaster For Journalist diinisiasi Indonesia CARE. Dilaksanakan selama tiga hari, Jum’at s/d Minggu, 23 – 25 Juni 2023. Kegiatan ini diikuti sekitar 40 wartawan dari berbagai media nasional dan daerah.
Didukung berbagai instansi terkait, antara lain; Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan SAR Nasional (BASARNAS), Squad Penanggulangan Bencana Indonesia (PBI), Tagana DKI Jakarta, AGD Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dinas Sosial DKI Jakarta, dan Imani Care.
Acara ini juga didukung P.T Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), Eiger, Taman Impian Jaya Ancol dan Human Inisiative.
Di acara pelatihan Survival On Disaster For Journalist tersebut, para wartawan dibekali materi dan juga latihan bertahan hidup di hutan. Mulai dari mencari tumbuhan yang bisa dimakan, membuat Bivak (sejenis tempat tinggal sementara) agar terlindung dari angin dan binatang).
Peserta latihan juga diajarkan cara membuat api tanpa korek. Cara menjerat binatang, cara masak di hutan. Diajarkan juga cara bertahan hidup di laut sampai bagaimana cara bisa mencapai daratan, serta melakukan pertolongan pertama pada korban bencana.
Lukman Azis mengatakan pentingnya kerjasama pelatihan seperti ini. Wartawan juga berkontribusi dalam membangun kesadaran masyarakat agar bisa menjadi lebih tangguh terhadap ancaman bencana.
Dengan pemahaman dan keahlian menghadapi bencana setidaknya wartawan dapat membuat liputan bermakna, serta berdampak positif bagi masyarakat.
Lukman berharap para peserta mendapat manfaat dari sesi-sesi pelatihan yang disajikan oleh para narasumber, praktisi dan pelatih yang berpengalaman di bidangnya.
“Semoga pelatihan ini dapat meningkatkan kapasitas wartawan dalam pemahaman penanggulangan serta pengurangan risiko bencana,” harapnya menutup perbincangan./*
Comments 3