Humaniora.id – Jakarta – Lembaga riset dan advokasi publik, Indonesia Institute for Social Development (IISD) menggelar diskusi “Refleksi Satu Dekade Peta Jalan Pengendalian Tembakau dan Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan” di Jakarta pada Rabu, 12 Juni 2024.
Direktur Program IISD, Ahmad Fanani, menyatakan, acara ini menjadi momen penting dalam mengevaluasi dan merencanakan identifikasi masukan bagi pengendalian tembakau yang lebih kemprehensif dan lintas sektor, baik untuk jangka pendek (2024–2030) atau jangka Panjang (2030–2045).
“Kami memandang perlu untuk mengevaluasi berbagai tantangan dan perkembangan baru, untuk selanjutnya menyusun strategi baru yang lebih efektif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan baru yang berlaku,” kata Ahmad Fanani.
Dia menambahkan, kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai tantangan baru terkait peningkatan epidemologi produk tembakau dan dampaknya bagi kesehatan.
Adviser IISD Dr. Sudibyo Markus mengungkapkan, refleksi atas pelaksanaan kedua Peta Jalan Pengendalian Tembakau sejak 2013, hingga 2024 menunjukkan, tetap meningkatnya epidemiologi produk tembakau dan dampaknya bagi kesehatan disatu pihak, serta belum memadainya dukungan dan konsistensi dari segenap pelaku dan mitra Pengendalian Tembakau.
“Dengan adanya refleksi satu dekade ini, IISD berharap dapat menggugah kesadaran publik dan mendorong tindakan kolektif dalam memerangi epidemi tembakau di Indonesia,” kata Sudibyo.
Menurutnya, dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mendorong perubahan yang signifikan dan berkelanjutan.
“Kita perlu memperkuat komitmen dan sinergi antar lembaga, pemerintah, dan masyarakat untuk menekan angka perokok dan melindungi generasi muda dari bahaya tembakau,” ujar Sudibyo.
Dia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam upaya pengendalian tembakau.
Kegiatan ini melibatkan perwakilan dari jaringan dan aktivis pengendalian tembakau, serta para ahli kesehatan masyarakat.
Diskusi ini menghadirkan narasumber Plt. Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bapennas RI Endang Sulastri, S.Sos, MPP, dan Ketua Tim Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kementerian Kesehatan RI dr. Benget Saragih, M.Epid.
Dalam pemaparannya, Plt. Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bapennas RI Endang Sulastri, S.Sos, MPP mengatakan, upaya pengendalian tembakau ini diperlukan adanya intervensi yang holistik, komprehensif, massif, dan sistematis. Hal ini untuk mencapai tujuan akhir, yakni SDM sehat, berkualitas, dan berdaya saing sebagaimana kita cita-citakan dalam Indonesia Emas 2045.
“Beberapa upaya pengendalian tembakau perlu dilakukan pada semua lini yang terkait, misalnya pada tahapan produksi, display, menekan tingkat pembelian, menekan konsumsi produk rokok. Tidak kalah penting juga terkait dukungan kebijakan dan regulasi serta upaya untuk penegakkan hukum,” kata Endang.
Sementara Ketua Tim Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kementerian Kesehatan RI dr. Benget Saragih, M.Epid. mendorong pemerintah agar mempercepat proses aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Dia juga mendorong pelarangan iklan dan sponsorship total yang ditayangkan di berbagai media elektronik secara lebih ketat.
Benget juga mengharapkan pemerintah dapat memberikan pelayanan berhenti merokok secara terintegrasi dengan pengendalian penyakit tidak menular, dengan dukungan 100% dari seluruh fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah dan pemerintah daerah
Selain itu, diperlukan pengembangan jaringan pengendalian dampak konsumsi rokok dan pelembagaan jejaring organisasi pengendaliannya dari tingkat nasional hingga ke daerah.
“Hal ini sebagai bentuk perlindungan masyarakat dari bahaya merokok bekerja sama dengan masyarakat maupun pemerintahan setempat dan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga swadaya terkait,” pungkasnya.
Usai pemaparan pemateri, peserta melakukan diskusi mengenai tindak lanjut engendalian tembakau yang lebih kemprehensif dan lintas sektor.
Refleksi Dua Peta Jalan Pengendalian Tembakau
Pada Juni 2013, setelah melalui jalan yang cukup panjang, melalui jejaring pengendalian tembakau yang menyebut sebagai Aliansi Pengendalian Tembakau Indonesia berhasil menyelesaikan Peta Jalan Pengendalian
Produk Tembakau Indonesia.
Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau tersebut bertujuan:
1) Sebagai wahana komunikasi, informasi dan edukasi bagi masyarakat terhadap
ancaman produk tembakau.
2) Sebagai rujukan bagi setiap pemangku kepentinan dalam pengembangan progfram
dan rencana aksi dalam pengendalan dampak produk tembakau.
3) Sebagai rujukan bagi pengukuran kinerja dan tingkat keberhaslan masing-masing
pemangku kepentingan
Selain itu, pada 17 Mei 2013, Menteri Kesehatan RI menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan, yang bertujuan “mewujudkan penyelenggaran upaya pengendalian dampak konsumsi rokok yang terintegrasi, efektif dan efisien”, dan bertujuan:
1) Sebagai landasan bersama dalam penyusunan dan pengembangan program dan kegiatan upaya pengendalian dampak konsumsi rokok oleh semua pemangku kepentingan.
2) Sebagai acuan untuk pelaksanaan dan penetapan ukuran keberhasilan program pengendalian dampak konsumsi rokok.
Mengacu kepada UU No. 17 Tahun 2023 tentang (omnibus) Kesehatan dan Peraturan Pemerintah sebagai turunannya, dipandang perlu untuk mengupayakan dikembangkannya satu Peta Jalan baru di bawah Kementerian Kesehatan, untuk mendukung pengendalian dampak konsumsi rokok yang terintegrasi sebagaimana disebut dalam Permenkes No. 40 Tahun 2013 tersebut.
Delapan Urgensi Penyesuaian Peta Jalan Pengendalian Tembakau Menurut IISD
1. Kevakuman kebijakan umum pemerintah terkait pengendalian produk tembakau yang secara konsisten mengatur pengendalian produk tembakau di tingkat internasional, nasional dan lokal.
2. Masih dipisahkannya pengendalian produk tembakau yang mengandung zat adiktif nikotin dengan narkoba dan zat psikotropis lain (NAPZA).
3. Belum terkoordinasikan dan tersinkronkannya arah pengendalian produk tembakau dan dampaknya bagi kesehatan, sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi NKRI dan berbagai produk perundang-undangan sektoral lainnya terkait dengan pengendalian produk tembakau.
4. Semakin kokohnya cengkeraman industrial interferences sehingga mengganggu pelaksanaan berbagai UU sektoral terkait dengan pengendalian tembakau maupun instrumen pengendalian produk tembakau.
5. Menyadari akan posisinya sebagai “sokoguru perekonomian nasional”, petani dan Industri tembakau menuntut posisi rokok sebagai “produk legal” dan menuntut diberlakukannya iklim usaha rokok sama dengan produk / komoditi bisnis normal lain.
6. Sikap permisif pemerintah terhadap investasi dan semakin marak dan tak bebasnya pendirian berbagai produk tembakau baru yang tak terkendali, sejak rokok elektronnik, heated tobacco product, rokok “tingwe”.
7. Meningkatnya peredaran rokok ilegal sebagai siasat licik industri tembakau dalam mensiasati kenaikan harga rokok karena peningkatan cukai sebagai instrumen pengendalian rokok sebagai produk yang tidak normal.
8. Meningkatnya konsumsi rokok “tingwe” di kalangan remaja untuk mendapatkan rokok murah dan “stylish”, diikuti dengan menjamurnya kios-kios tembakau di masyarakat.