humaniora.id – Komersialisasi pelayanan haji umrah memberi konsekuensi pada kenaikan biaya haji. Hal ini sudah diterapkan sejak tahun 2022. Bahkan sejak tahun 2018 biaya pelaksanaan ibadah haji umrah terus merangkak naik.
Komersialisasi pelayanan haji umrah berakibat pada kenaikan biaya Badan Penyelenggara Haji Indonesia (BPIH) mencapai 30%.
Berdasarkan hasil kajian, di tahun 2030 mendatang gelombang haji, umrah dan turis ke Arab Saudi bisa mencapai jumlah 100 juta orang per tahun atau 10 kali lipat dari sekarang.
Rumitnya lagi, orang Indonesia yang ingin berhaji harus menunggu antrian hingga puluhan tahun. Panjangnya daftar tunggu haji atau waiting list haji Indonesia jika mendaftar tahun 2023 ini diperkirakan bisa diberangkatkan antara 11 tahun sampai 47 tahun kemudian.
Daftar tunggu haji ini berbeda-beda tergantung daerah tempat calon haji mendaftar. Ada 24 provinsi yang dihitung berdasarkan kuota provinsi. Di luar itu, terdapat 128 kota/kabupaten yang tidak menggunakan kuota provinsi, melainkan kuota kota/kabupaten.
Faktor yang mempengaruhi lamanya waktu tunggu keberangkatan antara lain jumlah pendaftar dan kuota tiap provinsi atau kota/kabupaten. Semakin banyak pendaftar, maka akan semakin lama waktu tunggunya.
Ihwal inilah antara lain yang mendorong ‘pasutri’ (pasangan suami istri) Tulus Suyono (62 tahun), bersama istrinya Nuriyah (41 tahun), dari Sumbawa Indonesia ke Makkah al-Mukarramah mengenderai sepeda motor lewat jalur darat.
Rabu, 15 November 2023, warga asal Sumba Besar Nusa Tenggara Barat, Desa Lokarya Dusun Kuang Kecamatan Rhee Kabupaten Sumbawa – NTB ini mendarat di Pulau Penang – Malaysia.
Jum’at, 17 November 2023, Tulus Suyono, dan Nuriyah, kepada team MFS Production Sdn. Bhd, wartawan humaniora.id Seroja Sartika (Caca Rayborn), menceritakan suka duka skema perjalanannya menuju tanah suci Makkah agar dapat melaksanakan ibadah haji.
*
Pergi Haji Antara Hidup dan Mati
Ibadah haji memang tidak hanya disyariatkan bagi orang kaya. Orang miskin juga memiliki kewajiban serupa dengan syarat bila mampu.
Banyak cara orang Indonesia dapat pergi ke tanah suci melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ada yang menggunakan kapal laut, kapal udara, dan ada juga dengan kendaraan lewat darat.
Berbagai sumber menyebut jika orang Indonesia (Nusantara) yang pertama kali naik haji adalah Pangeran Abdul Dohhar di tahun 1630. Ia adalah putra dari Sultan Banten, Ageng Tirtayasa.
Orang dulu pergi haji berangkat naik kapal hingga setengah tahun untuk bisa mencapai Jeddah, Arab Saudi. Pada waktu itu belum ada kapal uap. Jemaah berangkat menggunakan kapal perahu ke Aceh dari wilayah masing-masing di kepulauan nusantara.
Dari Aceh, perjalanan dilanjut menggunakan kapal ke India. Selanjutnya, mereka harus kembali melakukan perjalanan laut menuju Makkah.
Kendala yang dihadapi jemaah haji adalah karamnya kapal yang ditumpangi hingga mengakibatkan penumpang kapal tenggelam atau terdampar di pulau.
Ada pula jemaah haji yang harta bendanya dirampok bajak laut atau malah hartanya dijarah oleh awak kapal itu sendiri sehingga niat berhaji pun kandas.
Berbeda dengan Tulus Suyono dan Nuriyah. Pasangan suami istri pensiunan karyawan sebuah perusahaan Malaysia yang ditempatkan di Afrika Barat ini, ke tanah suci mengenderai sepeda motor yang telah dimodifikasi.
Setelah pensiun di tahun 2014 Tulus memiliki niat pergi ke tanah suci menunaikan ibadah haji. Mengingat pendaftaran haji di Indonesia harus menunggu urutan kloter selama 20 tahun terhitung dari pendaftaran normal ia kemudian sempat mengurungkan niatnya.
Keinginan Pergi Ke Tanah Suci tak Bisa Dibendung
Keinginan bisa menunaikan ibadah haji di tanah suci tak dapat dibendung. Maka kemudian ia memutuskan berangkat ke Makkah menggunakan sepeda motor lewat jalan darat dan laut.
Menggunakan sepeda motor Honda Beat 2023 berwarna hitam dengan nomor Polisi N 3418 LX
di tanggal, 4 Oktober 2023, pukul 12 malam, Tulus Suyono dan Nuriyah memulai perjalanan dari Sumbawa NTB, ke tanah suci.
Membawa perbekalan seperti tolls sepeda motor, 2 liter minyak oli, tenda persiapan untuk tidur, Alat masak travel, 1Kg beras, air mineral, alat solat, dan masing – masing membawa 3 helai baju.
“Kami meninggalkan delapan orang anak, dengan keadaan dua orang anak masih berusia 15 tahun dan 12 tahun,” ungkapnya.
Menurut Tulus, keluarga dan anak-anaknya awalnya kurang setuju keputusan mereka pergi ke tanah suci menggunakan sepeda motor. Mengingatkan usia yang tidak muda lagi dan harus mengendarai sepeda motor dengan waktu yang cukup lama.
“Tapi akhirnya dengan rasa berat keluarga memberi izin kepada kami berdua. Berangkat dengan biaya menjual mobil seharga 50 juta rupiah,” cerita Tulus.
Tulus Suyono kembali menceritakan pengalaman selama di perjalanan. Melalui enam kali jalur laut menaiki kapal penyeberangan Ferry dan dilanjutkan jalur darat.
Dimulai dari jalur darat Sumbawa ke kota Tano kurang lebih ditempuh sekitar 60 km. Selama perjalanan mereka selalu mendapat dukungan yang baik dari masyarakat.
Waktu di Jakarta mereka berharap bisa ikhtikaf dan menginap di masjid kebanggaan bangsa Indonesia, Istiqlal. Namun menurut Tulus, di masjid megah ini tidak ada ruang penginapan bagi jemaah.
“Beda dengan pengelolaan masjid Jogokariyan, Mantrijeron Yogyakarta. Kami mendapat respon lebih baik dan disediakan tempat beristirahat sebagai seorang musafir,” papar Tulus.
Ketika sampai di pulau Batam, Tulus dan istrinya juga mendapat sambutan dari warga Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Pihaknya mendapat dukungan service gratis dari sebuah dealer Motor Honda di Kawasan Batam.
“Awalnya teknisi bengkel bersimpati memberi oli gratis. Akhirnya atasan dealer itu memberi sponsor jacket One Heart Honda dan uang saku,” cerita Tulus mengaku bersyukur.
Tiba di Johor Baru, Malaysia kedua musafir ini disambut hangat oleh Komunitas masyarakat NTB di kota ini. Tulus dan istrinya lalu melanjutkan perjalanan ke Pulau Penang melalui jalur darat.
Tiba di Jawi, Penang Malaysia, Tulus menghubungi orang Malaysia yang terkenal di kampung dengan sebutan En. Zul roti Canai Jawi. Ia memutuskan satu hari bermalam. Pengalaman yang tak terduga Tulus dan istrinya mendapat bantuan menginap gratis di salah satu hotel di kota Penang ini.
Saat ditanya berapa lama waktu tempuh yang akan dilalui hingga sampai ke tanah suci, Tulus menjawab tentatif. Mengingat jarak yang jauh dan cuaca yang tak tentu bisa hujan atau panas.
“Saya hanya berserah kepada Allah SWT. Karena niat saya seperti panggilan untuk memutuskan pergi ke rumah Allah. Tapi saya rasa kalau bisa dalam waktu 3 bulan,” ujarnya.
Apabila tiba di tanah suci, serta dapat menunaikan ibadah haji, Tulus berdoa meniatkan ibadah haji untuk kedua orang tua dan mertua perempuan beliau yang sudah meninggal dunia. Tulus juga berharap dapat mencari jalur undangan umrah untuk kakak beliau.
“Kami juga berdoa atas izin-Nya kami diberi rezeki, dan kemudahan untuk bisa membangun panti asuhan setelah pulang haji,” harap Tulus.
Selasa, 21 November 2023, Tulus Suyono bersama istrinya Nuriyah direncanakan meninggalkan Kota George Town Penang Malaysia, menuju Thailand. Tentu ia akan melintasi berbagai Negara dan kota lainnya hingga tiba di tanah suci Makkah al-Mukarrahmah.
”Labbaik allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik, innal hamda wan ni‘mata laka wal mulk, la syarika lak.”
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.” /*