Jakarta, 20 Mei 2024, humaniora.id – Wacana revisi UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri oleh DPR RI disambut positif oleh Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto.
“Revisi UU Polri jadi angin segar untuk meningkatkan kinerja dan membangun citra positif kepolisian”, katanya.
Rasminto menjelaskan, revisi UU Polri sudah sepatutnya dilakukan segera, karena harus menyesuaikan perkembangan zaman.
“UU Polri sudah 22 tahun, tantangan Polri semakin kompleks sehingga institusi Polri harus segera menyesuaikan jika tidak tertinggal”, jelasnya.
Namun, Rasminto tidak sepakat apabila wacana revisi UU Polri hanya terkait dengan usia pensiun anggota.
“Sepertinya masih belum urgensi jika wacana revisi UU Polri terkait usia pensiun yang kini 58 tahun menjadi 60 tahun. Apalagi disamakan dengan jabatan fungsional ASN lainnya hingga 65 tahun”, tegasnya.
Ia mengatakan perlu mengkaji urgensi penambahan usia pensiun, terlebih yang perlu diprioritaskan adalah masalah komposisi anggota dengan daftar susunan personil (DSP) yang baru 50,7% bagaimana membangunnya.
“Dengan jumlah personil Polri saat ini sekitar 447 ribu personil baru memenuhi DSP 50,7%. Ini menunjukkan rasio anggota dengan penduduk 1:1000. Masih ada kekurangan sekitar 410 ribu personil lagi atau 40,3%. Jika memenuhi DSP riilnya jika ingin memenuhi rasio ideal 1:300″, katanya.
Rasminto juga menekankan dalam wacana revisi UU ini, agar terbangun trust building kelembagaan.
“Amat penting kondisi saat ini Polri membangun trust building dengan mengungkap kasus-kasus apapun, sehingga muncul stigma ‘no viral, no justice”, tegasnya.
Lebih lanjut, Rasminto memandang perlunya revisi UU Polri dapat menyentuh persoalan aspek kultural Polri.
“Nantinya diharapkan dalam revisi UU, berkaitan aspek kultural, perlu dibangun kembali penguatan jati diri, doktrin, Tribrata, Catur Prasetya dan kode etik Polri sebagai bagian dari pemuliaan profesi Polri dimasa depan”, katanya.
Rasminto juga menekankan perlunya redefinisi jati diri Polri dalam adaptasi sebagai polisi di negara demokrasi.
“Penting dalam revisi UU Polri penekanan penyesuaian arah agenda reformasi dengan melakukan redefinisi jati diri Polri melalui demiliterisasi. Bahwa Polri adalah sebagai polisi sipil, dan bukan bagian militer. Yang sifatnya militeristik dengan mengedepankan penanganan kasus-kasus hukum dengan senjata seperti yang dimiliki oleh militer”, pungkasnya.