humaniora.id – Bagi orang tua yang memiliki putra putri yang sedang menempuh kuliah di Perguruan Tinggi wajib untuk terus mengawasi putra putrinya saat mereka belajar di kampus. Baik penampilannya, pakaiannya, bahasa dan tingkah lakunya.
Sekarang ini tanpa kita sadari, orang tua sudah kecolongan dengan perubahan arah pandang ajaran Islam anak-anak yang sedang menempuh pendidikan di kampus. Sebagai orang tua kita tetap waspada, jangan sampai putra putri harapan bangsa sudah kena tipu daya dan hoak dari ajaran wahabi, salafi,takfiri, HTI, FPI, PKS, ISIS JI, JAD cs.
Awalnya pendekatan personal, “mengapa kamu tidak memakai hijab,” atau yang sudah memakai jilbab, dirayu terus, “mengapa kamu tidak memakai cadar, kapan kamu taubatnya.” demikian rayuan awal untuk membujuk seseorang agar mau masuk ke perangkap kelompok minhum tersebut.
Terus mereka mengajak masuk ke kelompok-kelompok diskusi keagamaan dengan doktrin “Tarbiyah” yang berpedoman pada buku Sayyid Qutb dengan judul Ma’alim Fi Ath-Thoriq.
Buku Sayyid Qutb menurut versi kelompok khilafah adalah petunjuk jalan ma’alim fit thoriq fitrah yaitu manusia mengenal kebenaran dengan lubuk hatinya.
Hati-hati dengan buku-buku dari kelompok khilafah islam radikal intoleransi. Di dalam buku ini isinya memaknai lafadz “jahiliyah” dengan doktrin tarbiyah.
Menurut Prof. Dr KH. Said Agil Sirodj mantan ketua umum PBNU, “Jahiliyah itu bukan primitif, buta huruf, tertinggal, bukan … tapi sistem pemerintah yang tidak Islami dan bukan khilafah adalah jahiliyah. Kapitalisme, komunisme, liberalisme, sosialisme dan nasionalisme adalah jahiliyah.”
Faham ini sudah merebak di kampus-kampus umum, seperti UI, ITB, IPB, UNDIP, ITS, UIN Syarief Hidayatullah, UIN Sunan Gunung Jati Bandung, UGM, UNY, UNIBRAW, Universitas Airlangga, Universitas Mataram, Universitas Riau, Unhas, dan lain-lain termasuk UNNES, UIN di Semarang.
Diskusi-diskusi kecil atau pengajian mereka namanya liqo atau sering disebut Holaqoh yaitu pengajian kelompok kecil berjumlah mulai dari 3 orang sampai dengan 12 orang. Dipimpin oleh seorang guru yang disebut Murobbi atau Murobbiah.
Mereka yang sudah ikut liqo sering menggunakan istilah-istilah : Abi, Umi, Akhi, Ukhti, Akhwat, ikhwan, hijrah, islam kaffah, taubat, liqo, murrobi, tarbiyah, kodratullah.
Hati-hati dengan anak-anak yang belajar di sosmed, pembelajaran liqo banyak dijumpai lewat link di kanal youtube dan google. Anak-anak muda yang sudah ikut liqo, mereka dengan mudahnya mengakses materi liqo di internet.
Buku Sayyid Qutb Ma’alim Fit Thoriq sudah banyak dijual secara on line di Shopee dan Toko Pedia.
Saya telusuri buku tersebut di google banyak sekali pemesannya. Buku ini dikirim dari Senen, DKI Jakarta.
Bahkan dari ulasan penilaian produk banyak yang memberi bintang 5. Artinya pembeli puas dengan pelayanan pembelian secara online. Bagaimana tidak puas mereka pesan 1 dapat bonus satu buku dan pengiriman juga cepat.
“Alhamdulillah, pesennya 1 buku sellernya ngasih bonus satu buku. Jazakallah khoyr. Pengiriman juga sangat cepat.” demikian tulis salah satu pembeli buku lewat toko online.
Bahkan saya skroll lagi ke bawah ada yang ngaku beli satu dapat bonus 2 buku, bonus 3 buku dan seterusnya. Harganyapun murah dan terjangkau.
Sistem liqo sudah merebak di kampus-kampus yang sudah terkena faham tarbiyah. Tak heran dari lulusan tersebut banyak yang bekerja di Telkom, BUNM, PLN, di kementrian keuangan dan lain-lain.
Jangan heran nanti di BUMN, Telkom, Indosat, PLN, di lembaga keuangan dan lain-lain perusahaan multi nasional banyak yang berjenggot, celana cingkrang, jidad gosong dan sering bertakbir. Karena mereka semua adalah hasil didikan pembelajaran liqo saat kuliah.
Saya dapat kiriman artikel lewat WA dari temen nasionalis yang judulnya, “Virus Radikalisme Terus Marak Tak Terbendung.”
Dalam artikel tersebut tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Riset Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menemukan fakta bahwa 44 dari 100 siswa tingkat menengah atas di Kota Bandung telah terindikasi memiliki faham radikalisme.
Hal itu ditemukan dalam penelitian yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2021. Secara umum hasil penelitian yang dilakukan dengan metode mixed method, ditemukan bahwa sebaran sebesar 35 % diduga terindikasi tipe radikal secara agama yang terbagi atas 16 % berkarakteristik radikal ISIS Al Qaeda, 15 % gerakan keagamaan garis keras secara fisik, 4 % berkarakteristik radikal secara ideologi dan 2 % diduga terindikasi paham radikal kriminal bersenjata.
Dalam penelitian itu juga ditemukan bahwa propaganda di media sosial merupakan salah satu sumber terbesar penyebaran paham radikal di kalangan siswa di Kota Bandung.
Untuk itu mantan Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siradj memerintahkan kepada generasi muda Nahdlatul Ulama (NU) untuk “Jihat On Line” lawan radikalisme intoleransi, ujaran kebencian dan hoaks.
Warga NU yang faham agama untuk bisa mengisi medsos, jangan sampai medsos dikuasai orang yang tidak faham agama tapi merasa paling syucih dan ahli syurga. Di medsos mereka mengisi dengan aneka caci maki, mengkafir-kafirkan dan merasa paling pinter dan ngotot dengan keyakinannya itu.
Ayo teman-teman generasi muda NU di manapun berada, manfaatkan medsos untuk jihat online melawan kelompok wahabi, salafi, takfiri, HTI, FPI, ISIS, PKS, dan kelompok radikal intoleransi cs.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI, minat hub 0851-0240-8616