humaniora.id – “Pada 22 Oktober 1945 pernah ada resolusi jihad yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Surabaya. Kemudian pada tanggal 27 Oktober 1945, koran Kedaulatan Rakyat memuat berita resolusi jihad secara lengkap. Koran Suara Masyarakat di Jakarta, juga memuat resolusi jihad.”
Peristiwa ini ada, sekalipun orang enggan mempublikasikan atau menulisnya. Karena sebagian besar fatwa NU ini hanya dikonsumsi oleh masyarakat golongan bawah, sejarah benar-benar di kebiri. Dokumen-dokumen lama yang sebagian besar berbahasa asing seperti : Belanda, Jepang, Inggris, Perancis, dan lain sebagainya kalau dibongkar, maka terkuaklah sejarah fatwa resolusi jihad merupakan sejarah bangsa yang besar yang sengaja disembunyikan.
Banyak buku-buku sejarah di bangku sekolah dari SD, SMP, dan SMA sederajat tidak ada sub bab tentang resolusi jihad NU, 22 Oktober 1945.
Sejak ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (presiden ke 7) melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015, setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Peran Santri terus ada untuk menjaga negeri.
Peran santri tidak akan terhenti setelah Indonesia meraih kemerdekaan. Santri terus berperan dalam membangun negara, banyak yang menjadi tokoh intelektual, pemimpin masyarakat, dan ulama yang terus memberikan kontribusi pada masyarakat akan tegaknya ukuwah Islamiyah, kuatnya iman bagi pemeluk agama serta memberikan kontribusi yang nyata untuk pembangunan nasional.
Kepres HSN terkait dengan peranan santri yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam melawan Sekutu (Inggris) dan Belanda dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia, sekarang ini sudah mulai dikenal banyak kalangan, terutama kalangan dunia pendidikan dan pondok pesantren.
Kita harus bisa mengambil contoh dari perjuangan para kiai saat resolusi jihad. Seperti yang telah dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari dengan gagah berani mengajak semua komponen masyarakat terutama kaum santri untuk jihad melawan Sekutu dan Belanda yang ingin menguasai kembali bangsa Indonesia.
Setelah tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional, peran Santri terus berkibar. Pemerintah terus mensuport kalangan Santri untuk berkiprah kepada negeri.
Santri ada diberbagai macam profesi yang ada di masyarakat. Ada yang jadi Presiden, tentara, dokter, guru, pengacara, hakim, jurnalis, pengusaha, perawat, dan lain-lain profesi serta banyak bergerak di bidang wirausaha.
Santri dalam situasi apapun tetap sabar memperjuangkan ajaran kiai dan poro guru yang sanad keilmuannya langsung terhubung dengan Kanjeng Nabi.
Selain menjaga ukhuwah islamiyah, ukhuwah basyariah seorang santri juga harus menjaga ukhuwah wathoniah. Ukhuwah Islamiah itu persaudaraan sesama umat Islam, ukhuwah wathoniah adalah persaudaraan karena sesama anak bangsa. Sedangkan ukhuwah basyariah itu persaudaraan karena sesama manusia.
Cinta kepada tanah air sebagian dari iman. Hubbul wathan minal iman. Seorang Santri harus mencintai agama dan negaranya. Menghormati guru dan patuh kepada kedua orang tuanya. Terus menjaga persatuan dan persatuan bangsa. Menjaga toleransi beragama, adat istiadat dan menghargai tradisi budaya peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia.
Siapapun yang berakhak seperti santri dan yang asli santri alumni pondok pesantren harus terus menjaga ajaran poro alim ulama penerus ajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Status santri harus terus melekat sampai akhir hayat.
Jangan pernah ada mantan santri. Atau malah jadi santri yang menyesatkan diri. Tidak mau melakukan ajaran Islam yang dibawa oleh Kanjeng Nabi, tidak patuh pada kiai dan berani sama orang tua, atau melupakan jasa orang tua karena mereka sudah meninggal.
Marilah Santri Indonesia di manapun berada, kita kembangkan terus karakter Santri yang terus belajar banyak hal tanpa henti. Ikhlas dalam setiap beramal sesuai kemampuan diri. Tabah dalam setiap ujian yang diberikan oleh Allah SWT. Rajin ibadah dan beramal sholeh serta terus menjaga agama dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mari santri Indonesia terkhusus yang berada di lingkungan pondok pesantren dan santri pada umumnya yang berada di luar pondok pesantren untuk terus mempelajari ajaran agama secara mendalam, seperti Al-Qur’an, Hadits, fikih, Nahwu, shorof, akidah akhlak, bahasa Arab, sejarah kebudayaan Islam, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya serta ilmu pengetahuan umum dan teknologi, agar kelak menjadi santri yang tangguh dan terus menjaga keutuhan NKRI.
Nurul Azizah penulis Buku “Muslimat NU Militan Untuk NKRI”