Humaniora.id, Jakarta – Kenaikan harga emas yang telah mencetak rekor tertinggi sepanjang masa kini mengalami jeda sejenak pada perdagangan hari Senin. Hal ini disebabkan oleh imbal hasil Treasury AS yang lebih tinggi serta penguatan nilai tukar dolar AS, yang mengimbangi dukungan dari meningkatnya ketidakpastian seputar pemilihan presiden AS dan konflik di Timur Tengah.
Mengutip laporan dari CNBC pada Selasa (22/10/2024), harga emas di pasar spot tercatat sedikit berubah menjadi USD 2.723,25 per ons pada pukul 1:35 siang ET, setelah sebelumnya mencapai rekor tertinggi di USD 2.740,37 pada awal sesi perdagangan. Sementara itu, harga emas berjangka AS ditutup dengan kenaikan sebesar 0,3% menjadi USD 2.738,9 per ons.
Daniel Pavilonis, analis senior dari RJO Futures, menjelaskan bahwa “Imbal hasil 10 tahun bergerak jauh lebih tinggi dan indeks dolar AS menguat. Ini memberikan tekanan pada harga emas.” Kenaikan imbal hasil surat utang 10 tahun acuan yang mencapai level tertinggi dalam 12 minggu terakhir serta penguatan indeks dolar AS membuat emas menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri.
Emas batangan, yang selama ini dianggap sebagai instrumen lindung nilai terhadap ketidakpastian politik dan ekonomi, telah mengalami kenaikan lebih dari 31% sepanjang tahun ini. Beberapa rekor tertinggi harga emas tercipta akibat pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve yang dikombinasikan dengan meningkatnya permintaan akan aset safe haven.
Pavilonis menambahkan, “Dengan pemilihan umum AS yang semakin dekat dalam beberapa minggu ke depan dan situasi geopolitik yang berkembang di Timur Tengah antara Israel dan Iran, kita melihat potensi dampak signifikan terhadap pasar.”
Di tengah ketegangan tersebut, ratusan penduduk Beirut terpaksa meninggalkan rumah mereka saat Israel bersiap untuk menyerang lokasi-lokasi terkait operasi keuangan Hizbullah. Situasi ini semakin memperburuk kekhawatiran akan eskalasi konflik di kawasan tersebut.
Giovanni Staunovo, analis dari UBS, memproyeksikan bahwa harga emas dapat mencapai USD 2.900 per ons dalam waktu 12 bulan ke depan, didorong oleh kemungkinan pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh Federal Reserve. Saat ini, para pelaku pasar memperkirakan peluang sebesar 87% bahwa Bank Sentral AS akan memangkas suku bunga sebesar seperempat basis poin pada bulan November 2024.