humaniora.id – Hak Angket DPR Harapan Nyata Atau Palsu.
Dewan Perwakilan Rakyat atau disingkat DPR adalah harapan kita sebagai rakyat untuk terus menyuarakan kebenaran. Kalau terjadi kecurangan dalam pemilu yang mengatasi Bawaslu, DKPP dan MK. Cuma Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bawaslu dan MK pun belum bisa kita andalkan untuk mau berpihak pada kebenaran, terutama kebenaran data hasil rekap perhitungan suara di pilpres 2024. Satu-satunya harapan rakyat ya wakilnya yang duduk di gedung DPR tempat terhormat.
Sekarang ini rakyat membangunkan wakilnya yang sudah tidur panjang. Saatnya anggota dewan terhormat memikirkan nasib rakyat yang merasakan adanya kecurangan dalam pemilu tahun 2024.
Rakyat menghendaki adanya hak angket Dewan Perwakilan Rakyat. DPR punya hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh DPR agar memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan pemerintah yang berkaitan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dugaan kecurangan pemilu dalam pemilu 2024 berusaha dibawa ke ranah politik yaitu penggunaan hak angket DPR.
Masalah politik dibawa ke ranah politik, lucu kan. Kita amati saja, ketika usulan hak angket yang disuarakan oleh PKB, PDIP dan PKS dalam rapat paripurna DPR pembukaan masa sidang 2023-2024 Selasa (5/3) tak direspon oleh pimpinan rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Hal ini penulis amati dalam siaran langsung rapat paripurna DPR yang bisa diakses lewat link di YouTube.
Usulan hak angket pertama kali digulirkan oleh anggota DPR dari Fraksi PKS Aus Hidayat Nur. Beliau ingin hak angket disuarakan di parlemen agar kecurangan hasil pemilu yang tidak jujur dan adil direspon anggota dewan.
Penulis merasakan pesimis hal ini bisa dilakukan oleh DPR dan berhasil mengungkap kecurangan pemilu 2024. Alasannya, ketika rapat paripurna yang disiarkan secara langsung tampak jelas bahwa pimpinan mempersilahkan kepada anggota dewan dari PKB, PDIP dan PKS untuk mengungkapkan kecurigaan pelaksanaan pemilu yang tidak jujur dan adil.
Ketika wakil dari PKS selesai bicara, Dasco mempersilahkan Luluk Hamidah dari Fraksi PKB untuk menyatakan pendapatnya. Luluk menyoroti dugaan kecurangan pemilu.
Belum selesai bu Luluk mengungkapkan usul hak angket penyalahgunaan hasil pemilu 2024. Tiba-tiba Dasco berucap, “Bu Luluk tolong mikroponnya dimatikan, selanjutnya pak Slamet dan pak Herman Khoiron dan Aria Bima.”
Aria Bima berharap pimpinan menyikapi usulan dugaan kecurangan pemilu 2024 dengan bijak. Baik lewat hak angket maupun interpelasi.
Dasco sebagai pimpinan rapat paripurna tak langsung merespon usulan hak angket yang diutarakan oleh Aria Bima.
Harapan penulis adalah rapat paripurna hari Selasa, 5 Maret 2024 apakah membawa hasil yang memuaskan atau tidak bagi rakyat pencari keadilan untuk dugaan kecurangan pemilu 2024 yang tidak adil dan jujur.
Bukannya penulis pesimis terhadap anggota dewan dari PKB, PDIP dan PKS yang berusaha menyuarakan dugaan kecurangan pemilu 2024 dengan bijak. Tapi melihat realita di gedung DPR apakah semua anggota Fraksi menghadiri rapat tersebut. Kalau DPR tidak bisa memutuskan hasil rapat paripurna berarti rakyat kena prank.
Seharusnya tanpa diminta rakyat, DPR mampu menggunakan haknya untuk ikut mengawasi pelaksanaan pemilu 2024. Kalau dirasa tidak jujur dan tidak adil DPR harus berani bersikap dengan menggunakan hak angket.
Sekali lagi penulis tidak yakin akan kinerja dari anggota dewan terhormat. Mereka yang hadir juga mewakili kepentingan masing-masing partai politik yang mengusung seseorang menjadi anggota DPR.
Sebentar lagi masuk bulan suci Ramadhan 1445 H, para anggota dewan pada menahan diri untuk tidak saling berargumen terhadap kecurangan pemilu 2024. Mereka pasti fokus menjalankan ibadah di bulan Ramadhan bagi yang beragama Islam. Ditambah lagi ketika masuk hari raya idul fitri pasti para anggota dewan melupakan kecurangan pemilu 2024. Karena mereka pasti saling maaf memaafkan. Itulah jeleknya kalau urusan politik di bawa ke anggota dewan yang penuh trik politik. Apalagi rapat paripurna tidak semua dihadiri oleh anggota dewan.
Kalaupun terjadi kecurangan dalam pelaksanaan pemilu 2024, dibawa ke ranah hukum. Dalam hal ini Bawaslu dan DKPP agar bisa bekerja secara maksimal dan tidak malah berpihak pada salah satu paslon tertentu. Kalau Bawaslu dan DKPP tidak juga membawa hasil pemilu yang jujur dan adil, penyelesaian selanjutnya ke Mahkamah Konstitusi atau MK. Kalaupun MK tidak berpihak pada kepentingan pelapor kecurangan pemilu 2024. Ya bagaimana lagi, bisa jadi Indonesia ini menjadi negara dalam dongeng yaitu negara Konoha atau negara dalam sindiran yaitu negara Wakanda. Karena pelaksanaan pemilu 2024 sudah disetting sedemikian rupa oleh penguasa yang merasa punya power dan jago membuat strategi. Rakyat yang menyuarakan pemilu 2024 sangat curang bahkan kecurangannya sangat terstruktur sistematis dan masif (TSM) siap-siap untuk kecewa.
Rakyat yang tidak puas pada hasil pemilu 2024 bisa menilai kinerja anggota DPR, apakah hak angket DPR itu membawa harapan nyata atau palsu, rakyat yang kecewa dengan kecurangan pemilu 2024 ya siap-siap gigit jari.