BENGKULU, humaniora.id – Anggota DPR RI/MPR RI asal Bengkulu, H. Mohammad Saleh SE, kembali mengadakan Sosialiasi Empat Pilar Kebangsaan di daerah pemilihannya pada Ahad (5/3/22). Bertempat di Gedung Serbaguna Kampung Inggris, Rejang Lebong, kegiatan itu dipadati oleh sekira 150 karyawan Unity Eletronik & Furniture.
Dalam sambutannya, H. Mohammad Saleh mengatakan sengaja mengundang para karyawan, karena dirinya sampai sekarang, dirinya masih banyak mendengar keluhan dan ketidakpuasan para karyawan dan buruh terhadap UU Ciptakerja.
“Sayu-sayup saya masih sering mendengar ketidakpuasan para buruh dan karyawan terhadap salah satu produk regulasi negeri. Undang-Undang Ciptakerja yang lazim kita kenal Omnibuslaw. Makanya pada kesempatan ini saya mengundang para karyawan, karena saya ingin memanfaatkan moment ini untuk menyampaikan samangat dan ruh dari Omnibuslaw. Saya ingin menunjukkan bahwa UU Ciptakerja tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Konsepsi NKRI, dan semantat Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.
Lebih lanjut, politisi Partai Golkar menyatakan bahwa semangat dasar dari UUD 1945 adalah menyejaherakan bangsa Indonesia. Sehingga semua regulasi dan peraturan perundang-undangan, harus senafas dan selaras dengan semangat tersebut. Itulah yang selalu dijadikan landasan oleh pemerintah dan DPR dalam menyusun undang-undang. Termasuk UU Cipatekerja.
“Selain dari UUD 1945, Pancasila sebagai dasar negara juga dijadikan langgam dalam proses penyusunan setiap undang-undang. Hal ni penting karena Pancasila merupakan pemersatu keragaman etnis, suku, dan budaya Indonesia. Pancasila adalah titik tengah yang bisa merangkum semua idealisme suku bangsa dan ragam ideologi yang dipegang teguh oleh masyarakt,” terang anggota Komisi VIII DPR RI.
Mantan Ketua DPD RI juga menerangkan bahwa semangat Bhinneka Tunggal Ika juga tetap dijadikan sebagai acuan dalam menyusun peraturan dan regulasi. Pasalnya, setiap suku bangsa dan setiap daerah punya nilai-nilai kearifan lokal yang harus diakomodir dan tidak bisa diabaikan.
“Sementara dassar yang keempat adalah konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Kita semua harus sadar bahwa semua peraturan di negeri ini dibentuk untuk menjaga keutuhan NKRI. Jika ada peraturan yang berpotensi merusak persatuan dan kesatuan, pasti tidak akan lolos pembahasan. Mengapa? Karena keterwakilan penduduk Indonesia di senayan benar-benar representatif. Anggpta parlemen benar-benar berasal dari semua suku bangsa, sehingga dalam merumuskan undang-undang, mereka pasti berusaha mengadipsi nilai-nilai kebangsaan dan ke-Indonesia-an,” paparnya.
“Dengan proses yang sangat hati-hati ini, maka bisa saya pastikan bahwa undang-undang yang dilahirkan oleh pemerintah dan DPR, ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Persoalannya, seringkali masyarakat seringkali mendapatkan informasi yang salah, sehingga pemahaman mereka juga keliru,” tambahnya.
Kegiatan sosialisasi mendapat sambutan positif dari semua peserta. Mereka terlihat antusias mengikuti paparan anggota dewan, wakil mereka di parlemen. Mereka bahkan meminta supaya acara seperti ini sering diadakan, agar para buruh dan karyawan punya ruang yang luas untuk menyuarakan kepentingan mereka.
“Dengan menggelar dialog seperti ini, kita mendapatkan wawasan baru tentang undang-undang yang selama ini kami kira negatif dan merugikan. Tapi setelah mendengar penjelasan dari anggota dewan, kami paham betapa rumitnya menysun suatu undang-undang. Jadi, kami punya wawasan baru bahwa undang-undang Ciptakerja tidak seburuk yang kami bayangkan dulu,” ungkap salah seorang peserta.