humaniora.id – Fenomena politik di Indonesia selalu cenderung tidak stabil. Sebuah proses dari kinerja politik di Indonesia seringkali menjadi sorotan dan sehingga banyak yang saling pengaruh mempengaruhi mengenai opininya terhadap kondisi politik saat ini, terlebih ketika tahun politik itu hadir.
Mudafarsyah Leisubun selaku Wakil Ketua GP Ansor Kota Tual menyebutkan dalam politik ada dua hal yang wajib diketahui, yaitu subjek politik dan objek politik.
Subjek politik adalah aktor-aktor intelektual yang mendukung partai politik tertentu. Sedangkan objek politik adalah masyarakat sebagai warga negara yang bertugas sebagai pemilih dalam pemilu.
“Dalam menghadapi kampanye pada masa tahun politik biasanya subjek politik sangat memanfaatkan media sosial sebagai media untuk mendukung seseorang dan bisa juga untuk menjatuhkan seseorang. Semua itu dilakukan demi kepentingan politiknya,” kata Mudafarsyah selaku narasumber pada Webinar Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Direktorat Aplikasi dan Informatika Kemkominfo RI dengan tema ‘Mewaspadai Hoax dan Ujaran Kebencian di Tahun Politik’, secara virtual. Jakarta (25/03/2023).
Menurutnya, selain hoax dan ujaran kebencian, tahun politik juga marak sekali terjadinya playing victim dan post truth. Playing victim artinya sikap seseorang yang seolah-olah berlagak sebagai seorang korban untuk berbagai alasan.
“Sedangkan post truth adalah kondisi di mana fakta objektif tidak lagi memberikan pengaruh besar dalam membentuk opini publik, justru malah keyakinan pribadi dan ketertkaitan emosional yang mendapatkan dukungan terbanyak dari masyarakat,” ujar Wakil Ketua GP Ansor Kota Tual.
Informasi yang tersebar di media sosial sering kali diartikan sebagai berita fakta oleh masyarakat. Pesan-pesan berantai yang sifatnya hoax dan ujaran kebencian sering ditelan mentah oleh masyarakat. Maraknya hoax dan ujaran kebencian ini akan berdampak pada munculnya konflik-konflik, baik konflik pribadi maupun konflik komunitas.
“Generasi milenial diharapkan menjadi partisipasi aktif dalam pemilihan umum dan mau untuk turut mengedukasi masyarakat untuk bisa menghindari hoax dan ujaran kebencian yang marak terjadi pada tahun politik,” harapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua GAMKI Maluku Tenggara, Henderika Belnard, S.I.Kom mengatakan, Maluku adalah daerah kepulauan, sebanyak 13.400 pulau yang terdapat di Maluku. Terbatasnya akses di Maluku membuat segala kegiatan distribusi baik makanan, minuman, dan teknologi menjadi terhambat.
“Bagi masyarakat Maluku, internet merupakan kebutuhan yang mahal,” papar Henderika.
Namun karena adanya kebutuhan agar tak tertinggal zaman, masyarakat diharuskan untuk terus update dalam memperoleh informasi.
Di era digital, media sosial dijadikan sebagai wadah dalam kebebasan demokrasi. Penggunaan media sosial yang baik akan menjadi citra bagi suatu partai politik.
“Selain menjadi media untuk berkampanye, sayangnya media sosial juga seringkali disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk saling menyebar hoax dan ujaran kebencian,” ungkap Henderika.
Menurutnya, untuk menghindari isu hoax dan ujaran kebencian, masyarakat perlu untuk memiliki kecakapan literasi media.
“Kecakapan tersebut akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pengaruh media terhadap individu dan sosial, pemahaman proses komunikasi massa, dan pengembangan strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan media,” Tutupnya.
Sementara itu narasumber terakhir, Hillary Brigitta Lasut, S.H., LL.M memaparkan, hoax dan ujaran kebencian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyerang kepribadian seseorang, tokoh, atau publik figur.
“Hoax dan ujaran kebencian tidak akan bisa hilang, tapi kita bisa meminimalisirnya,” kata Hillary.
Cara untuk meminimalisirnya adalah dengan meningkatkan literasi digital. Dan masyarakat harus mengenal ciri ujaran kebencian biasanya disampaikan dengan argument yang tidak berdasarkan data, argument yang selalu mencari celah suatu tokoh.
“Saya berharap kepada masyarkat, ketika menemui berita tersebut masyarakat harus segera melakukan klarifikasi melalui media sosial,” harap Anggota Komisi I DPR RI.