humaniora.id – Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti meminta kepada seluruh santri untuk menjadikan Peringatan Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober 2023 lalu sebagai titik awal jihad dalam memerangi tindakan negatif yang dapat menciderai peran santri dalam membangun Negeri ini menuju Indonesia Emas 2045.
“Saya harap semua santri, berjihad untuk secara aktif menghapus segala praktik negatif dalam lingkungan pesantren. Apakah itu perudungan, pornoaksi hingga tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam,” tegas Endang Maria di Gedung Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Dia mengharapkan para santri menyadari peran dan tanggung jawab besar yang ditumpukan di pundak mereka, untuk menjadi teladan bagi sesama santri dan masyarakat. Bukan juga hanya dalam hal akhlak maupun budi pekerti tapi juga dalam bidang ilmu pengetahuan dan moralitas.
“Para santri ini harus diperankan lebih optimal lagi. Karena dia bukan hanya menjadi rijalus shalihin atau orang baik. Tapi juga orang yang melakukan perbaikan untuk orang lain’,” ujar aktivis perempuan dan anak di Jawa Tengah ini.
Seperti praktik perudungan yang beberapa kali dilaporkan terjadi media. Menurutnya, bukan lah cerminan dari sosok seorang santri. TIndakan perudungan itu, tidak hanya menciderai fisik korban tapi juga menghancurkan mental korban.
“Dan efek dampak psikologis bisa dirasakan oleh korban hingga permanen. Itu sangat mengerikan dan memprihatinkan,” jelasnya.
Contoh lainnya, kata Endang, seperti kecanduan aksi pornografi karena mudahnya akses pada dunia maya, yang menyebabkan perubahan karakter dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma pada generasi muda.
“Mungkin orang tua melarang, guru melarang, tapi yang paling penting adalah pemahaman anak bahwa tindakan tersebut akan membawa dampak buruk pada dirinya. Jika mereka memahami hal itu, maka para santri akan menghindari atas kesadaran mereka sendiri. Pengawasan sangat perlu. Akan tetapi kesadaran bahaya sistemik juga jauh lebih penting. Dan itu bisa terwujud jika ekosistem pendidikan bukan hanya di sekolah, tapi meliputi rumah dan lingkungan ikut berperan dan peduli. Cara pencegahan bahaya pornografi dan pornoaksi akibat pengaruh gadget berlebihan,” urainya.
Srikandi Golkar di Komisi Agama DPR RI ini menyebutkan tercatat ada sekitar 36 ribu pondok pesantren yang ada di Indonesia, yang menjadi variable penting dalam pembentukkan masa depan Indonesia.
“Itu adalah sebuah kekuatan besar penentu masa depan bangsa, penentu lompatan kemajuan bangsa, dan penentu keberhasilan cita-cita,” tandasnya.
Pengurus DPP KPPG (sayap perempuan Partai Golkar) ini berharap setiap santri di Negara ini dapat tumbuh menjadi generasi bangsa yang tak hanya kuat akhlak dan keimanannya tapi juga memiliki pengetahuan di bidang lainnya, seperti ekonomi, humaniora, dan sains.
“Sehingga akan terbentuklah generasi muda berimtaq atau beriman dan bertaqwa yang berkualitas. Tak hanya dalam bidang agama tapi berkompetensi tinggi dalam bidangnya masing-masing di luar. Serta mampu bersaing dalam persaingan global,” ucap Endang.
Aktivis Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) ini menginginkan para santri juga harus memahami, berperan, dan terlibat aktif dalam isu-isu global saat ini.
“Seperti isu masalah perubahan iklim, para santri harus memahami dan mulai melakukan aksi nyata untuk terlibat dalam mencegah perubahan iklim. Atau tentang ekonomi hijau, santri juga harus memahami dan terlibat aktif ikut berperan partisipatif dengan mengurangi emisi karbondioksida dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam. Termasuk dalam dukungan ekonomi biru dengan kegiatan yang pro ekosistem. Jadi santri jangan hanya duduk sebagai penonton. Termasuk juga terkait pemberdayaan ekonomi, pengentasan kemiskinan hingga isu-isu kesehatan,” tutur Wakil Rakyat DPR RI Dapil Jateng IV (Kabupaten Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri).
Endang juga mengajak para santri untuk menanamkan prinsip Hubbul Wathan atau cinta tanah air dengan segenap jiwa raga.
“Para ulama telah memberikan fatwa bahwa Hubbul Wathan Minal Iman. Artinya, mencintai tanah air adalah sebagian dari iman. Maka tak boleh ragu mencintai tanah air dimulai dari dari kita sendiri untuk disiarkan kepada lingkungan lainnya,” tegas Legislator dua periode di Senayan ini.
Diawali Resolusi Jihad
Seperti diketahui, terbentuknya Hari Santri dilatarbelakangi peristiwa sejarah resolusi jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, yang menyebutkan bahwa setiap muslim diwajibkan berjihad untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari serangan penjajah saat itu.
Untuk mengenang dan meneladani peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan NKRI, maka diusulkanlah Hari Santri pada 22 Oktober, merujuk pada ditetapkannya seruan resolusi jihad tersebut.
Kemudian, Presiden Joko Widodo memutuskan menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri pada 15 Oktober 2015 silam. ***