humaniora.id – Universitas Paramadina bekerjasama dengan INDEF menyelenggarakan Diskusi Publik Pemenang Nobel Pemikiran Amartya Sen: Etika Berbasis Kebebasan, di Auditorium Nurcholish Madjid, Selasa (7/11/2023).
Deniey A. Purwanto, Ph.D Dosen IPB dan peneliti INDEF mengungkapkan bahwa penghargaan yang diberikan kepada Amartya Sen sangat banyak, baik berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial, maupun politik.
“Sen mendapatkan nobel karena kontribusinya pada welfare economics dengan berkontribusi mengatasi permasalahan masyarakat seperti hal-hak individu, kekerasan mayoritas, dan ketersediaan informasi. Tak hanya itu, Sen banyak membahas isu mengenai kelaparan yang terjadi di India yang berkaitan dengan teori pilihan sosial.” Paparnya.
Ia menjelaskan bahwa teori pilihan sosial berfokus pada hubungan antara nilai individu dan pilihan kolektif. Jika ada perbedaan pendapat, maka masalah yang harus dipikirkan adalah menemukan metode untuk mencari titik temu dengan tujuan untuk menyatukan pendapat yang berbeda dalam sebuah keputusan yang menjadi perhatian semua orang.
Menurut Deniey pemikiran tentang ukuran kemiskinan baru yang dikemukakan Sen yang mendasari indeks kemiskinan, indeks pembangunan manusia, dan indeks kemiskinan manusia. Konsep poverty indeks, sering digunakan dalam dunia akademik untuk menghitung garis kemiskinan yang dikenal dengan indeks kemiskinan Sen-Shorrocks-Thon.
“Sayangnya, anak perempuan dianggap sangat rentan sehingga terjadinya ketidaksetaraan layanan kesehatan yang didapatkan, nutrisi buruk pada anak perempuan, dan kelalaian sosial, hal ini terjadi di wilayah asia khususnya Tiongkok, India, Afrika Utara, dan Asia Barat.” Jelasnya.
Konsep tersebut menurutnya berkembang dan dikenal konsep alternative breadwinners model, didasari oleh pembagian kerja didalam rumah tangga. Deni mengembangkan 7 model yang berlaku setara baik untuk suami maupun istri dalam berumah tangga. Ia memandang pendekatan kapabilitas yang berfokus pada kemampuan aktual seseorang untuk mencapai kehidupan yang dihargai.
Pembicara lainnya Dr. Sunaryo dosen Universitas Paramadina melihat Amartya Sen sebagai orang yang lahir dalam ilmu pendidikan, yang namanya sendiri berarti abadi. “Sen menggeluti masalah kapabilitas karena ada konflik antara ibu dan musim. Sebenarnya permasalahan yang terjadi bukan hanya konflik dan makanan, tetapi ada permasalahan identitas dan permasalahan kapabilitas.”
Menurut Sen peristiwa kelaparan di Bangladesh bukan karena masyarakat tidak memiliki makanan, tetapi karena masyarakat tidak dapat mengakses makanan.
Dalam teori kapabilitas menurut Sunaryo ditekankan bahwa orang dapat menganggap hal tersebut bagi apa yang bernilai baginya.
“Ada tiga aspek yang penting dalam kapabilitas yaitu kemampuan untuk meraih atau mencapai sesuatu, konsep mengenai hal yang dianggap bernilai, dan rasionalitas sebagai sikap kritis. Negara yang melarang warganya berbicara itu merupakan sebuah kecacatan.” Bebernya.
Selanjutnya Sunaryo menjelaskan ada beberapa hal yang mempengaruhi kapabilitas, yaitu sosial-politik dan kebijakan publik, lingkungan dan alam, budaya dan hubungan dalam komunitas, serta keragaman pribadi.
“Pendekatan kapabilitas sendiri memiliki keterkaitan dengan teori pilihan sosial. Didefinisikan oleh Sen, teori ini merupakan hubungan yang memperhatikan antara preferensi individu dan pilihan sosial.
Mekanisme dalam pembuatan sosial choice harus mendengar argumen dari berbagai orang, bukan mendengarkan dari perspektif mayoritas saja, tetapi dari minoritas juga. Harus dengan sangat terbuka dan jangan sampai masuk pada ilusi objektif maka harus melihat dari sisi lainnya.” Pungkasnya.