humaniora.id – ”Aku adalah perempuan. Seorang anak tunggal. Orangtuaku bercerai. Aku tinggal bersama bapakku. Aku tidak pernah bisa dekat dengan bapak. Namun semuanya mendadak berubah….”
”Kalau aku harus memilih, aku gak akan mau memilih lagi. Karena pada akhirnya aku tetap harus menerima, tanpa bisa menghentikan waktu yang bukan aku mau. Dan walau aku ngerasa gak punya pilihan lagi, aku tetap ingin untuk bisa kembali di awal lagi. Aku Cinta, aku gak mau lelah sendiri.”
Demikian rekognisi tokoh Cinta dalam film pendek “Dear Bapak” yang disutradarai Dina Subono.
Film ini akan membuat menangis dan menimbulkan penyesalan bagi siapa saja yang menontonnya.
“Menangislah jika air mata menjadi penyelesaian,” ujar sutradara dan penulis cerita film Dear Bapak yaitu Dina Subono kepada wartawan di Sanggar Humaniora di Jatisampurna, Kota Bekasi, Minggu (04/08/2024).
Film “Dear Bapak” terinspirasi dari kehidupan nyata walau bukan kisah nyata. Adanya gap antara orang tua dan anak, perbedaan pergaulan, pola berpikir, dan berbagai faktor lain yang kerap menjadi penyebab misscommunication.
“Sebagai manusia kita diberi kesempatan merasakan berbagai emosi yang datang karena banyak hal. Termasuk hubungan masa lalu dengan figur bapak,” ujar Dina lagi.
Dina Subono baru saja menyelesaikan shooting film pendek yang disutradarainya berjudul “Dear Bapak.” Sebuah film pendek yang menarasikan perubahan karakter akibat pandangan sang anak kepada ayah yang berubah pasca perceraian.
Film ‘Dear Bapak,’ tukas sineas yang juga seorang konsultan hukum ini, menggambarkan tentang memudarnya sikap sopan santun anak terhadap orangtua. Salah satu yang melatar-belakanginya, lanjut Dina, fenomena egocentric.
“Sifat merasa paling benar. Tidak menerima kesalahan dan mencari celah untuk kebenarannya. Padahal tata krama itu penting untuk menjaga hubungan antar individu dan menunjukkan rasa hormat kepada orang lain,” ujar sutradara yang sedang menyelesaikan Program Pascasarjana Jurusan Tata Kelola Seni di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini.
Tidak bermaksud menjadi ‘polisi moral’ kata Dina Subono. Tapi etika itu penting, yaitu sikap moral yang merujuk bagaimana cara kita berperilaku pantas terhadap orang lain. Norma-norma inilah yang disampaikan Dina Subono secara dramatik dalam film ‘Dear Bapak’ melalui tokoh bapak dan anak.
“Individualisme, konsumerisme, rasionalisme mengubah lingkungan budaya dan rohani kita. Tanpa menutup diri dalam semua dimensi kehidupan yang sedang berubah, saya merasa masalah kepatutan (etika) itu penting,” tegas Dina.
Film ‘Dear Bapak’ dibintangi aktor senior alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Dr. Sudibyo JS, S.Sn., M.Sn., berperan sebagai Pak Suban, Erika berperan sebagai Cinta, dan Zhaky Andriansyah (Jeki) berperan sebagai Rama.
Film pendek “Dear Bapak” diproduksi oleh Anidkana Films. Sutradara dan Penulis Cerita Dina Subono. Penanganan produksi dipercayakan kepada Ramacanaa sebagai Produser Eksekutif, serta Wisnu Heru Luhur dan Yunus Fiore selaku Produser.
Director Of Photography dipercayakan kepada Iqbal, Editor Nier Castielroy, Scoring Lambara Dimas Anya, Soundman W. Oedin Ichsan, Artistik Chris Rendy Judi Mara dan Adam Prassetyo Munandar, dan Behind the Scene Immanuel Ardika.
Film pendek “Dear Bapak” menceritakan sosok perempuan bernama Cinta, seorang anak tunggal yang orangtuanya bercerai. Cinta tinggal bersama bapaknya yang menjadi orangtua tunggal bernama Pak Suban. Ada konflik batin sehingga Cinta tidak merasa dekat dengan Bapaknya.
Film pendek berdurasi sekitar 10 menit ini merampungkan shootingnya di Kafe Bostha Cipete Jakarta Selatan, Minggu, 28 Juli 2024. Menurut rencana film ini akan di preview, Jum’at 23 Agustus 2024 mendatang.
Dina Subono telah menyutradarai beberapa film pendek, diantaranya film “Tiga Mata,” dan film “Cintanya Cinta Raga.” Film “Tiga Mata” masuk dalam jajaran The Top 60 Finalists Indonesian Short Film Festival (ISFF) SCTV 2016.
Dina berharap apa yang dilakukannya saat ini dapat menjembatani langkah berikutnya menjadi sineas profesional, khususnya sebagai pengendali dalam tata kelola produksi film karya-karyanya sendiri seterusnya ke depannya dengan lebih baik lagi.
Menulis cerita film atau menyutradarai bagi Dina sebenarnya bagian dari learning by doing. Dina ingin tahu proses secara teknis dan non-teknis bagaimana mengkonstruksi cerita film secara estetis berdasarkan skenario dan konsep penyutradaraan.
Dina ingin menjadi produser dan memiliki rumah produksi sendiri yang mandiri dan secara profesional mampu menampung karya para sineas dan menciptakan lapangan kerja baru bagi pekerja film Indonesia.
Produser, kata dia, harus mengerti konstruksi bagaimana dapat mengendalikan produksi film berjalan tepat waktu, efektif, dan efisien sesuai target artistik.
“Produser dituntut memiliki kesadaran rasa; indra yang kuat dan kreatif. Pengetahuan dan pengalaman ini hanya bisa didapat ketika saya terjun langsung lebih dulu lewat produksi film-film indie seperti sekarang,” ujarnya./***