humaniora.id – Corporate identity adalah sesuatu yang melekat sebagai identitas suatu organisasi atau perusahaan. Hal ini bisa berupa simbol-simbol, nilai-nilai, perilaku, atau budaya yang dikembangkan oleh organisasi apapun. Organisasi adalah sekumpulan orang yang tumbuh dalam suatu komunitas
Oleh karena itu, corporate identity menjadi penting diwujudkan dan dituangkan ke dalam konsep-konsep denga program yang terukur, dan sistematis. Dijalankan berdasar azas sesuai tujuan organisasi itu didirikan.
Wujud corporate identity akan terlihat dalam budaya kerja yang dibedakan menjadi tiga hak mendasar yaitu gagasan, aktivitas, dan hasil kerja itu sendiri.
Corporate identity suatu bentuk visual (image) yang menjadi identitas suatu organisasi. Terkait dengan simbol-simbol, uniform, mars, bendera, dan simbol lainnya. Mencerminkan gambaran apa yang hendak disampaikan organisasi kepada anggota atau kadernya.
Oleh karena itu, corporate identity erat hubungannya dengan budaya yang dikembangkan dalam suatu organisasi. Budaya organisasi merupakan ciri khas yang tidak dapat ditiru oleh organisasi lain, baik cara kerja, pengambilan keputusan serta hasil yang ingin dicapainya.
Corporate identity menjadi sistem kepersonaliaan suatu organisasi sebagai strategi penting yang dituangkan melalui Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART), Visi dan Misi, Tata Tertib organisasi sehingga menjadi pembeda organisasi tersebut terhadap organisasi lain.
Budaya organisasi inilah menjadi sistem kaderisasi yang mengolah dan mengubah kebiasaan anggota dari manapun asal mereka sebelumnya. Budaya adalah perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh seseorang. Sehingga harus disesuaikan dengan kepentingan suatu organisasi pula.
Semua aturan dan tata tertib serta perlengkapan dari organisasi itu, termasuk kepentingan dan tujuannya akan disatukan ke dalam satu nafas sebagai muara kerja-kerja organisasi agar menjadi langkah dan strategi pelaksanaan di tingkat bawah. Sehingga menjadi etos kerja bagi seluruh anggotanya. Dari hal semacam ini berdampak pada sistem kaderisasi yang kuat dan menciptakan optimisme serta jenjang karir yang jelas dari berbagai tingkatan dan bidang yang terdapat di dalamnya.
Segalanya itu akan mendatangkan harapan agar setiap anggota dapat berkarier melalui berkembangnya struktur serta cabang-cabang organisasi di berbagai kawasan. Sistem kaderisasi yang lemah menyebabkan organisasi kekurangan personil yang berkualitas. Sehingga menghambat berkembangnya organisasi tersebut. Maka banyak organisasi disinyalir terpaksa menarik-narik kader partai lain untuk masuk ke dalam partainya demi mendapatkan personil yang produktif dari anggota yang baru. Sehingga berdampak pada tidak tumbuhnya budaya organisasi sebagai pembeda atas organisasi lainnya.
Hal yang sama pun terjadi terhadap beberapa partai yang menyukai jalan pintas. Merekrut anggota partai lain guna mendapatkan suntikan elektoral baru guna meningkatkan perolehan suara partainya. Maka tak aneh begitu banyak tokoh partai lain yang berpindah dari partai yang satu ke partai lainnya.
Bahkan banyak partai politik yang secara latah merekrut para artis walau tanpa pengalaman berorganisasi guna mendongkrak perolehan suara.
Banyak partai menarik anggota partai lain yang memiliki popularitas untuk bergabung ke dalam partainya. Dijadikan calon legislatif atau menjadi pengurus parpol tersebut, baik di tingkat pusat atau di daerah. Pola merekrut semacam ini hanya sebatas posisi madya atau jaringan / lingkaran posisi tengah terhadap jenjang struktur yang tersedia.
Namun betapa mengejutkannya ketika publik dihebohkan atas pergantian Ketua Umum PSI (Partai Solidaritas Indonesia) hanya melalui kopdarnas yang mengangkat Kaesang Pangarep selaku putra bungsu jokowi sebagai Ketua Umum mereka.
Di balik berubah-ubahnya sikap mereka yang sering disebutkan sebagai partai kalangan muda, namun faktanya banyak pula kader mudanya yang diberhentikan di berbagai pengurus daerah.
Strateginya mendapatkan coattail effect Jokowi atas keberhasilan pemerintah saat ini dengan tingkat kepuasan publik tanah air hingga 90%. Hal ini menggairahkan siapa saja yang ingin merebut dan menuai dampak elektoralnya. Tanpa berpikir dampak dan kemampuan, serta jenjang karir di internal partainya. Hal itu dilakukan begitu saja sebagai strategi shor cut untuk menaikkan perolehan suara mereka.
Sosok Kaesang yang relatif muda, dengan pengalaman dan kemampuan mengendalikan organisasi yang minim tentu menyebabkan terbatasnya ruang gerak organisasi ini untuk menerapkan ide dan gagasan.
Apalagi budaya kerja organisasi untuk memperoleh kemandirian sumber-sumber electoral. Seharusnya dikembangkan agar pencapaian mereka menjadi signifikan kecuali hanya mengandalkan privilege Kaesang selaku putra presiden guna mendekati siapapun nantinya. Termasuk menarik konstituen, relawan dan ormas pendukung jokowi saat ini.
Ramai-ramai semua pihak merespon sikap politik PSI yang dianggap sangat picisan serta acapkali mencuri cerukan elektoral PDIP yang tentu saja merugikan partai berlambang banteng ini.
Apalagi sikap PSI yang belakangan cenderung memuji-muji Prabowo Subianto pasca hadirnya tokoh ini ke markas PSI pada Rabu, tanggal 2 Agustus 2023 lalu. Menjadi tak mengherankan jika pengangkatan Ketum baru mereka begitu nampak didukung oleh berbagai parpol koalisi KIM yang sama-sama mendukung capres Prabowo Subianto agar pembelahan terhadap ormas dan relawan jokowi semakin terbuka untuk mereka kangkangi hingga menyurutkan kemenangan Ganjar Prabowo pada gilirannya nanti.
Walau dibalik itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melalui Puan Maharani mengajak Ketua Umum PSI yang baru, untuk ikut membawa partainya mendukung calon presiden Ganjar Pranowo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Betapa masyarakat semestinya melihat bahwa pepatah yang mengatakan “air susu dibalas air tuba” menjadi nyata di balik samarnya dukungan Jokowi terhadap pencapresan Ganjar saat ini.
Publik semestinya paham bahwa tidak hanya sekali Jokowi mendapatkan rekomendasi dari partai PDI Perjuangan sebelumnya. Bahkan anak dan menantunya yang saat ini menjabat selaku walikota Solo dan Medan pun tak luput dari perjuangan para kader PDIP di seluruh daerah.
Walau dinilai baik, berprestasi dan memangku jabatannya secara amanah, namun tidak semestinya Jokowi membiarkan partai ini terseok-seok untuk memenangkan Pilpres 2024 yang akan datang.
Bahkan tak jarang ketika beliau yang sering dikatakan tolol, bodoh dan disebut pengkhianatan sekalipun, maka para kader partai inilah yang sibuk menjadi tameng untuk membela dirinya dari tudingan yang dilakukan oleh pihak manapun bahkan hingga saat ini./*
Andi Salim, adalah pemerhati masalah sosial budaya, dan Ketua Umum Toleransi Indonesia
Comments 1