Humaniora.id – Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 3
T: Itu tahun 1972 ?
Ya di situlah awal saya menjadi anggota Bengkel Teater. Saya mulai ikut latihan-latihan, improvisasi-improvisasi dan diskusi-diskusi. Ada banyak yang mengajar di situ. Saya ingat ada Romo Dick Hartoko, Romo Mangun dan banyak lainnya. Saya mulai berani bertanya saat ada diskusi-diskusi. Saat iku latihan improvisasi. Saya ingat Mas Rendra bilang: “Kamu ada bakat loh..”
T: Waktu itu anggota Bengkel Teater siapa aja yang ikut diskusi?
Semua ada. Mas Tertib Suratmo, Mas Fajar Suharno, Mas Adi Kurdi, Areng Widodo, Dahlan Rebo Paing dan sebagainya..
T: Dahlan, Rebo Paing – yang kemudian menjadi fotografer Majalah Tempo Jakarta itu, ikut Bengkel Teater semenjak awal ya ?
Ya, dia masuk Bengkel sebelum aku. Dia sama Areng Widodo masuk Bengkel Teater tahun 1971.
T: Tatkala latihan improvisasi, masih ingat improvisasi apa yang Anda lakukan?
Aku mengarang-ngarang saja sendiri. Pokoknya harus berani. Rendra bilang kamu mengarang dari apa yang penah kamu alami. Ya udah aku improvisasi-improvisasi sendiri. Nah dari situ masuklah proses-proses latihan menuju Mastodon dan Burung Kondor. Saya latihan tambah giat. Tiap hari latihan..latihan…latihan. Saya ingat, saat itu saya di latih vokal oleh I Gde Tapa Sudana.
T: I Gde Tapa Sudana yang kemudian bermukim di Paris?
Ya. Waktu itu dia masih menjadi anggota Bengkel Teater. Itu sebelum dia pergi ke Perancis. Saat itu saya juga di latih yoga oleh I Gde Tapa Sudana. Mas Rendra saat itu mengatakan, bahwa kita main tidak bisa mengandalkan sound system. Mas Rendra mengatakan Mastodon dan Burung Kondor ini akan di pentaskan di ruang sangat besar. Mau pentas di mana, tapi saya juga tidak tahu. Nah tiba-tiba aku dicasting.
T: Dicasting ?
Ya, saya langsung di suruh mencoba memainkan peran. Rendra tiba-tiba bilang:”Coba nih kamu mainkan…”Saya mendapat peran sebagai Kolonel Santos. Saya di tes Rendra. Rendra kaget “Loh kamu bisa nih”.
T: Waktu itu selain Anda siapa lagi yang mendapat casting?
Mas Adi Kurdi saya ingat menjadi Prof Topaz, Tapa Sudana, saya lupa jadi peran apa. Saya ingat Rendra kemudian tiba-tiba juga bilang: “Ini kan pemain sedikit, kamu merangkap dua peran ya.” “Peran apa lagi Mas ?“ “Kamu kan pernah menjadi mahasiswa. Kamu ikut jadi tokoh mahasiswa.”Di situ saya mulai di gembleng mental oleh Rendra.
Dalam Bengkel Teater- mulai bangun pagi orang sudah harus disiplin. Saat bangun pagi hari- dalam Bengkel Teater, orang harus segera bangkit atau bangkit seketika .Tak boleh menggeliat-geliat lebih dulu di tempat tidur. Harus bangkit seketika. Dan waspada serta harus merapikan tempat tidur. Seolah tak ada bekas kita tidur di situ. Seperti tentara yang tak meninggalkan jejak. Wah saya kaget- dari mulai bangun pagi harus sudah mulai seperti itu..
T: Anda saat itu sudah tinggal bersama Bengkel Teater?
Ya, saya sudah tak boleh pulang lagi ke kontrakan. Kami – anggota Bengkel Teater oleh Rendra di sewain rumah-rumah kecil seperti pavilyun. Ada empat pavilyun saat itu. Tempat Adi Kurdi yang paling besar. Di situ Adi Kurdi tinggal bersama Wawan Prahara, Udin Syah, Edi Haryono. Saya sendiri tinggal bersama Areng Widodo, Dahlan Rabu Pahing, sama Bambang Isworo. Mereka adalah senior-senior saya. Lalu ada satu pavilyun untuk Max Palar dan teman-teman lain.
Tidak semua anggota Bengkel yang tinggal di pavilyun. Mas Fajar Suharno dan Mas Tertib Suratmo – yang asli Yogja pulang ke rumahnya masing-masing. Iskandar Woworuntu mengontrak rumah sendiri sama Timmy Woworuntu. Lawu Warta dan Kodok Ibnu Sukodok kalau tak salah ikut tinggal di tempat Iskandar Woworuntu. Bram Mahakekum juga mengontrak sendiri. Udin Mandarin memilih tinggal di kostnya sendiri.
Uang makan kita tidak dapat. Untuk makan kita harus bayar sendiri. Kita sering mengutang di warung Pak Sudre namanya. Habis makan contreng. Nah kami latihan Mastodon dan Burung Kondor tiap hari. Untuk latihan vocal aku banyak di latih oleh I Gde Tapa Sudana dan Areng Widodo. Untuk latihan silat dan gerak oleh Max Palar.
T: Silat Bangau Putih ?
Ya. Bangau Putih (Max Palar saat itu merupakan seorang frater muda yang merupakan murid Suhu Subur Rahardja, pemimpin PGB Bangau Putih-red). Latihannya berat. Bangun pagi. Sementara saya biasa bangun siang. Susah bangun pagi. Tapi ya harus ikut latihan. Alhamdullilah sampai pentas, semuanya lancar.
T: Pentasnya dimana ?
Pentasnya di Istora Senayan. Bayangkan.
T: Tahun 1972 di Istora ?
Bukan. Tahun 1973. Prosesnya yang berlangsung sepanjang tahun 1972. Nah pentasnya di Sport Hall Kridosono Yogya (Tanggal 24 November 1973 – red) dan kemudian di Gedung Merdeka Bandung (7 Desember 1973 –red) dan baru Istora Senayan (15 Desember 1973- red). Waduuh..aku kaget-kaget. Aku kan belum pernah pentas main drama. Bahkan pentas di panggung kecil pun belum pernah. Tiba-tiba harus pentas di tempat segedhe gitu. K
apasitas penonton di Istora bisa 10.000 itu. Maka dari itu I Gde Tapa Sudana menggenjot melatih saya vokal. Saat itu sound systemnya di panggung kan masih kayak Kethoprak. Mike-mike di gantung dari atas. I Gde Tapa Sudana melatih kami artikulasi agar suara jelas sampai penonton. “Kalau di gedung suara bisa bergema Wan,” dia bilang begitu kepada saya.
Saya latihan artikulasi terus. I Gde Tapa Sudana akhirnya bilang vokal saya sudah oke, sudah bagus. Wah alhamdullilah. Saat main di Istora, Mas Willy memuji saya.”Bagus kamu main,” katanya. Di Bengkel Teater itu, kalau seorang aktor tidak bisa main bagus akan langsung di ganti oleh Rendra.
Bersambung keIwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 4
Baca Juga : Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 2
Comments 3