humaniora.id – Menjelang pemilu presiden 2024 situasi perpolitikan di Indonesia semakin seru saja. Dapat diambil hikmah dari adanya pesta demokrasi di Indonesia, diantaranya banyak pengamat politik dadakan dari tingkat keluarga, rukun tetangga, rukun warga, kelurahan, kecamatan, kabupaten hingga tingkat nasional. Dari ibu-ibu jama’ah sholat di mushola, ibu-ibu pedagang di pasar, bapak-bapak di angkringan, pos ronda hingga di tempat kerja.
Hampir semua punya pendapat masing-masing. Ada yang seru membicarakan Jokowi, Ganjar, Mahfud, Prabowo, Gibran dengan suasana yang hangat, dan menyenangkan.
Pasangan Prabowo Gibran adalah pasangan fenomenal, hampir semua masyarakat membicarakan Gibran dan Prabowo dari berbagai sudut pandang.
Di sisi lain para Ganjaris berupaya agar suara Ganjar Mahfud tetap teratas dari capres yang lainnya. Terus ke mana suaranya Anies dan Cak Imin? Kok sepi saja. Strategi apa yang dimainkan Jokowi sampai-sampai suara Anies Cak Imin sepi dipercaturan rembuk pilpres. Hebat benar Jokowi dalam memainkan skenario politiknya.
Relawan Ganjar Mahfud terus memposting semua kegiatan mereka, dalam bentuk video dan tulisan. Fokus pada kemenangan Ganjar Mahfud. Terus berkonsolidasi antara relawan satu dengan yang lainnya.
Tahun ini nama Gibran mencuat ke permukaan, sementara nama Prabowo kalah pamor. Bagaimana suara Anies Cak Imin kok redup? Ramai kalau ada jalan sehat dan bagi-bagi hadiah saja.
Masyarakat silahkan memilih tetap suka dengan Jokowi atau sebaliknya. Mereka menyebut Presiden Jokowi dengan Pak Lurah, Gibran dengan Malin Kundang dan Prabowo dengan panggilan Wowo. Mahkamah Konstitusi dinamai Mahkamah Keluarga. Banyak dari mereka yang berkelahi atas sikap politiknya Jokowi.
Ada fenomena tidak suka dengan Jokowi, yang muncul dipermukaan jeleknya semua. Seakan-akan hujan sehari menghapus panas setahun. Kesalahan Jokowi diakhir jabatannya, terus dihujat para pembenci.
Orang belum nonton sampai akhir, tapi sudah ramai di permukaan. Keputusan Jokowi yang menjadikan Gibran sebagai wakilnya Prabowo dianggap kesalahan fatal, tidak ada sisi baiknya sedikitpun. Masyarakat di dunia nyata dan di media sosial ramai banget. Saling berantem dengan argumen masing-masing.
Suasana berubah sedikit setelah Ali Mochtar Ngabalin pada Minggu (29/10/2023) memberikan keterangan pada awak media. Presiden Joko Widodo sedang mengatur pertemuan dengan tiga calon presiden (capres). Menurut Ngabalin makan bareng sama ketiga capres merupakan usaha Jokowi untuk membangun pemilu yang sejuk.
“Sebagai kepala negara, kepala pemerintah, penting bagi Presiden untuk menyampaikan hal-hal yang menyejukkan masyarakat di masa kampanye nanti, sosialisasi dan lain-lain,” ujar Ngabalin (sumber detikcom).
Suasana makan siang Presiden Jokowi bersama tiga calon presiden Senin (30/10/2023) terlihat rileks, santai, penuh dengan canda tawa. Seakan-akan di tingkat elit politik semua bisa diatur. Mereka bertukar pikiran satu sama lainnya.
Di atas berbagi, sementara yang di bawah berkelahi. Inilah gambaran perpolitikan Indonesia. Ini pasti taktiknya Jokowi untuk memberikan jawaban bahwa di negeri ini baik-baik saja. Tidak perlu diperdebatkan dengan calon presiden Prabowo Subianto dan Gibran sebagai wakilnya.
Politik itu seni, tidak usah pusing terhadap apapun yang terjadi di elit politik. Rakyat menonton saja skenario yang sudah dibuat dan dimainkan oleh elit politik kelas atas. Jadi penonton enak kan? Jangan emosional saat cerita awal dimainkan. Tontonan masih berlanjut, tidak usah berkelahi, saling sikut sana sini. Nikmati permainannya, sama saat para calon presiden menikmati makan siang bersama Presiden.
Makan siang presiden bersama tiga calon presiden bisa jadi meredam titik-titik yang ada, atau malah membuat titik-titik yang baru. Entahlah kalau penulis ngalir saja, ikuti dan lihat para aktor politikus bermain dengan perannya masing-masing. Kita lihat sambil minum kopi atau teh yang sudah terhidang. Tidak usah ikut berkelahi, kalau ada orang yang tidak suka dengan sikap kita, ya biarin saja, tidak usah diladeni. Hidup dibuat enjoy be happy don’t worry.
Nurul Azizah, adalah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI