Jakarta, humaniora.id -Teguran keras dari dunia akademik kembali disuarakan. Kali ini datang dari Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA), Jatiwaringin-Pondok Gede, Bekasi.
Kampus yang dirintis oleh seorang ulama KH Abdullah Syafe;i itu mengeluarkan pernyataan yang mereka sebut DEKLARASI KERAKYATAN.
Deklarasi yang berisi 7 butir pernyataan sikap itu dibacakan langsung oleh Rektor UIA Prof. DR. Masduki Ahmad SH, MM, didampingi seluruh pimpinan universitas dan civitas akademika, di halaman Gedung Graha Alawiyah Kampus 2 Universitas Islam As-Syafi’iyah , Rabu, 7 Februari 2024 pukul 10.00 WIB.
Butir keempat dari tujuh deklarasi itu menyebut: Pejabat Publik (Pemerintah) yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kontestasi pemilu – wajib mundur dari jabatannya. Agar tidak terjadi conflict of interest dan mencegah abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan & kewenangan), guna menghadirkan marwah pemilu yang legitimate untuk indonesia yang adil, damai dan berkeadaban.
Kepada pers, Rektor UIA Prof. DR. Masduki Ahmad menyatakan bahwa deklarasi ini murni dari keprihatinan kaum akademisi terhadap proses demokrasi yang dinilai telah menyimpang, dan berbahaya bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
“Tolong diingat, ya. Pernyatan sikap ini bukan pesanan dari pihak mana pun. Tapi murni keprihatinan kami sebagai akademisi yang mencermati tahapan pemilu. Kami menilai proses pemilu sudah tidak netral.
Keterlibatan pemerintah, langsung atau pun tidak langsung, sangat kasat mata. Ini sangat berbahaya. Bukan saja pada proses pemilu ini, tetapi juga sesudahnya,” tutur Masduki kepada pers.
Berikut 7 Butir Deklarasi Kerakyatan UIA:
- Negara dan pemerintah wajib hadir mengawal pemilu yang tegak lurus dengan asas pemilu: LUBER – JURDIL (langsung, umum, bebas, rahasia, Jujur dan adil), Sebab Pemilu merupakan pilar utama demokrasi secara konstitusional;
- Negara dan pemerintah wajib menjaga netralitas pemilu tanpa syarat, guna mencegah potensi kecurangan dan kerawanan dalam pemilu yang dilakukan oleh pihak manapun, oleh siapapun;
- Negara dan pemerintah wajib menjunjung tinggi nilai etik moral politik dan prinsip negara hukum dalam bernegara & berpemerintahan, dengan wadah NKRI yang kita cintai;
- Pejabat Publik (Pemerintah) yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kontestasi pemilu – wajib mundur dari jabatannya. Agar tidak terjadi conflict of interest dan mencegah abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan & kewenangan), guna menghadirkan marwah pemilu yang legitimate untuk indonesia yang adil, damai dan berkeadaban;
- Mendesak Penyelenggara & Pengawas pemilu (KPU-BAWASLU) dan jajaranya – harus menegakan asas-asas pemilu dan harus berani bertindak secara tegas tanpa pandang bulu dan diskriminatif, terhadap pihak-pihak atau siapa saja yang melanggar hukum kepemiluan, agar tercipta eksistensi Republik Indonesia – sebagai negara hukum (the rule of law) secara substansial, dan bukan negara kekuasaan (the machsstaat) – berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Mendorong partisipasi politik rakyat secara optimal untuk menggunakan hak pilih dan mencegah prilaku GOLPUT – pada momentum pemilu 14 Februari 2024; dan
- Kepada semua warga bangsa, masyarakat madani (civil society) dan masyarakat kampus di-manapun berada-harus taat asas, wajib menerima hasil pemilu 2024 – selama pelaksanaanya sesuai dengan butir-butir dalam deklerasi kerakyatan ini. * ()/Ind