humaniora.id – Dengan semakin mendekatnya kehidupan masyarakat dengan gadget dan teknologi, masyarakat di Indonesia dari berbagai profesi semakin membutuhkan terbentuknya pencitraan melalui media sosial. Semakin dekat diri dan lingkungan sosial dan profesional dengan komunikasi cepat melalui layar media teknologi, semakin tinggi pula kebutuhan akan pembentukan citra diri di media sosial.
Anggota Komisi I DPR RI, H. Kresna Dewanata Phrosakh, S.H., M.Sos mengatakan bahwa pada era kemajuan teknologi digital ini, dan massifnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah, maka tentunya masyarakat harus bisa memanfaatkan keadaan tersebut untuk kegiatan yang lebih kreatif dan produktif.
Menurutnya, media sosial merupakan kebutuhan pokok saat ini yang tidak bisa kita lepaskan dalam kehidupan sehari-hari. Personal branding dalam media sosial dapat meningkatkan kepercayaan diri, membangun kepercayaan publik atau klien dan dapat juga digunakan sebagai media marketing usaha.
“Personal branding bisa menjadi tolak ukur seseorang untuk percaya terhadap seseorang, produk ataupun jasa,” kata Kresna selaku narasumber pada Webinar Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Direktorat Aplikasi dan Informatika Kemkominfo RI dengan tema ‘Personal Branding di Sosial Media’, secara virtual. Jakarta (27/03/2023).
Namun personal branding juga bisa menurunkan kepercayaan seseorang, apabila konten yang kita upload sifatnya terlalu melebih-lebihkan dan tidak sesuai dengan aslinya. Hal tersebut bisa dikatakan bahwa personal branding sama saja dengan pencitraan, bahkan termasuk dalam kategori berita hoax.
Ia menyebutkan, personal branding sering kali dikaitkan dengan flexing. Flexing atau pamer adalah suatu tindakan yang kerap dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
“Flexing seringkali terjadi pada orang yang kurang dari segi perekonomian, tetapi ingin mendapatkan pengakuan bahwa dia adalah orang yang keren dan kaya, untuk mencapai keinginannya tersebut akhirnya dia memakai pinjol,” sebut Kresna.
Ia menuturkan bahwa sebenarnya tidak ada masalah tentang bagaimana cara untuk meningkatkan personal branding kita. Namun dari segi kepantasan, itu merupakan tindakan yang kurang santun, karena telah membohongi orang banyak, dan merugikan diri sendiri juga karena telah mengambil hutang yang tidak sanggup kita bayar.
Sementara itu, Chepy Aprianto, M.Ikom selaku Dosen Ilmu Komunikasi mengatakan, media sosial adalah media yang praktis untuk memasarkan sebuah branding karena tidak sulit untuk mencair konsumen dan menciptakan loyalitas konsumen.
Perusahaan-perusahaan memanfaatkan media sosial untuk menjadi pilihan yang tepat untuk melakukan promosi bisnis, biaya yang diperlukan tidak terlalu besar.
“Perusahaan bisa men-tag foto dan video sehingga sangat praktis pengunaannya dan mengundang orang untuk mengetahui produk yang sedang dipromosikan,” kata Chepy.
Ia memaparkan, sejumlah pakar medsos menilai bermedia sosial bukanlah seperti memakai kaos kaki yang “all size”. Artinya, semua jenis aplikasi dapat dipakai untuk suatu materi tertentu.
“Misalnya kalau aplikasi Facebook biasanya untuk materi yang sifatnya ringan, keluarga, teman, handai tolan serta hobi. Sedangkan Instagram, yang dinilai lebih cocok untuk medsos travel, jalan-jalan dan masakan,” sebut Chepy.
Cara untuk menciptakan branding media sosial diri sendiri adalah dengan menerapkan upaya branding secara konsisten dengan cara membuat materi medsos, seperti tampilan desain, logo, warna, dan gaya Bahasa yang disebarkan sama antara media sosial satu dengan yang lainnya.
“Tujuannya adalah untuk membuat pembaca atau masyarakat yang dituju menjadi tidak bingung dan tertarik. Bahkan mereka dapat percaya tentang keabsahan lembaga atau perusahaan itu karena branding yang konsisten,” ujar Dosen Ilmu Komunikasi tersebut.
Sementara itu, narasumber berikutnya Presenter dan Jurnalis TVRI, Intan Destia Helmi memaparkan, terdapat perbedaan antara personal branding dengan pencitraan. Kalau personal branding adalah kegiatan untuk mengkomunikasikan apa yang kamu bisa kontribusikan ke orang lain, sedangkan pencitraan adalah kegiatan mengadopsi core value orang lain yang sebenarnya tidak dimiliki.
“Terdapat tiga manfaat dari personal branding, yaitu sebagai pembeda dengan orang lain, menjadikan diri top of mind, dan sebagai pembuka jalan untuk kesempatan baru,” sebut Intan.
Ia melanjutkan, adapun formula yang dapat membuat kita semangat dalam kehidupan, yaitu dengan mengenali kompetensi diri dan nilai-nilai, kemudian membangun personal branding, dan terbuka terhadap apapun peluang yang ada.
“Tips untuk melakukan personal branding di sosial media, yaitu dengan fokus memberikan value ke orang lain, gunakan fitur yang sedang diboost oleh platform tersebut, jangan pernah malu dan konsisten, serta belajarlah dari orang lain,” sebut intan kembali.
Dalam penutupnya Presenter dan Jurnalis TVRI tersebut mengatakan bahwa, “Personal branding is showing the best version of yourself.”
Comments 2