humaniora.id – Baru-baru ini di dunia kampus lagi geger, gegara ada seorang yang menduduki jabatan rektor universitas negeri pengen naik pangkat menjadi menteri di kabinet mendatang “Kabinet Makan Gratis” melalui jalur super duper maha cepat, yaitu jalur “Viral”. Karena jalur ini dianggap langkah praktis dan ekonomis.
Dilihat dari wajahnya biasa saja, polos dan lugu. Penulispun baru lihat karena kasus yang satu ini. Tetapi ada saja yang dia pikirkan untuk bisa meloncat dari satu tempat satu ke tempat yang lain dengan menginjak pada satu orang untuk dijadikan korban.
Sumpah penulis baru melihat wajah yang mirip dengan pak Joko Widodo, wajahnya lugu, tapi dibalik keluguannya ada syahwat politik yang ganas tak terbendung. Apapun yang menurutnya baik dan cepat dia lakukan.
Siapa dia yang memilih jalur “viral” agar orang mulai membicarakannya dan mempublish di media online. Prof. Dr. Mohammad Nasih, S.E, M.T, Ak adalah rektor Universitas Airlangga Surabaya yang telah menjabat sebagai pimpinan PTN tersebut sejak tahun 2015 hingga tahun 2025.
Menjabat dua periode kini pengen viral dengan keputusannya memecat Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Unair Prof Dr. Budi Santoso, dr. sp.OG, (K) yang akrab disapa dengan panggilan Prof Bus.
Menurut pemberitaan di media online pemecatan terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara rektor dan dekan polemik adanya dokter asing. Menurut Prof Bus, ia dipanggil dan kemudian diperhentikan dari jabatan dekan akibat penolakan keras kedatangan dokter luar negeri ke Indonesia. Dokter warga negara asing (WNA) ini akan bekerja di rumah sakit yang ada di Indonesia.
“Iya .. iya. Proses saya dipanggil berkaitan dengan itu (tolak dokter asing), karena rektor pimpinan saya dan ada perbedaan pendapat dan saya dinyatakan berbeda ya keputusan beliau, ya diterima,” ujar Prof Bus kepada awak media.
Ketika didesak beliau berkata, “Tapi kalau saya menyuarakan hati nurani, saya pikir kalau semua dokter ditanya apa rela ada dokter asing, saya yakin jawabannya tidak.”
Yang menjadi keresahan dosen Fakultas Kedokteran (FK) di Unair adalah mengapa proses pemecatan dekan FK begitu cepat. Menurut penuturan Prof Bus, dipanggil rektor hari Senin (1/7), keputusan dipecat hari Rabu, 3 Juli 2024.
Wah ini pasti ada udang di balik batu. Ada keinginan dari rektor pimpinan Unair, pengen menjadi di kabinet mendatang dengan mengorbankan Dekan Fakultas Kedokteran agar rektor itu terlihat di media. Terlepas isu ini benar atau salah yang jelas keputusan dari rektor tersebut ditolak keras oleh para dosen FK Unair.
Para dosen FK menolak untuk diam kasusnya Prof Bus. Dengan tajuk “SAVE PROF BUS” para civitas akademika FK Unair menolak pemberhentian secara sepihak dan tanpa alasan yang jelas.
Menurut informasi selama kepemimpinan Prof Bus sebagai dekan, Unair dapat melejit memiliki prestasi tingkat internasional. Beliau pasang badan demi Unair namun justru diperhentikan sebagai Dekan FK Unair per tanggal 3 Juli 2024. Ditengarai bapak dekan menolak inisiatif Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyambut kedatangan dokter asing ke Indonesia.
Atas kejadian itu maka civitas akademika FK Unair mengadakan orasi pada hari Kamis, 4 Juli 2024 jam 12.00 – selesai, tempat di halaman patung FK Unair dengan dresscode putih. Disarankan datang naik ojek online agar tidak kesulitan parkir. Peserta diharapkan membawa poster berupa foto Prof Bus dengan tulisan “Tolak dokter asing” karena dokter Indonesia berprestasi.
Aksi civitas akademika FK Unair Kamis siang itu “Kembalikan Prof Bus Sebagai Dekan FK Unair.”
Dalam orasi tersebut sangat keren sekali, Prof Hafid Bajamal dari FK Unair berorasi dengan lantang menyuarakan “Melawan Kedzaliman”.
“Hari ini, hari yang bersejarah untuk Universitas Airlangga, kenapa? Selama ini civitas akademika dijadikan katak dalam tempurung. Tahukah saudara, hingar bingar demokrasi, hingar bingar di luar kampus, tidak ada satupun civitas akademika yang bisa dilakukan, kenapa? Karena kita dijadikan katak dalam tempurung. Hari ini sudah berakhir saudara-saudara. Mulai hari ini kita harus berani berbicara, apa yang benar harus kita sampaikan, keadilan harus kita sampaikan. Jangan jadi penjilat, jangan jadi munafik, takut jabatan tidak naik. Angka kredit tidak dapat, lalu tidak mau ikut. Hari ini semua harus melakukan sikap! Tidak lagi kita main sendiko dawuh, tidak zamannya sekarang. Kita akademisi.”
“Apakah Prof Bus melakukan tindakan asusila, (tidak jawab peserta), apakah Prof Bus melanggar hukum (tidak), apakah Prof Bus teroris (tidak), apakah Prof Bus melakukan korupsi (tidak). Cukup buat kita! Tidak ada alasan ketidakadilan dilakukan terhadap Prof Bus. Kita akan bergerak mulai sekarang, semua dosen, wakil dekan dan kemudian kepala bagian semua staf Fakultas Kedokteran, saya usulkan untuk mogok mengajar mulai hari ini. Setuju, (setuju jawab peserta) sampai Prof Bus dikembalikan ke tempatnya,” ujar Prof Hafid Bajamal dengan penuh semangat.
Mari kita viralkan apa yang sedang terjadi di FK Unair. Kedzaliman atau sewenang-wenang dari pimpinan harus dihentikan. Jangan sampai kampus yang menjadi sumber ilmu menjadi sarang para pejabat yang dzalim.
Secara institusi, kampus merupakan tempat menimba dan menuntut ilmu bagi mahasiswa dengan harapan dikemudian hari diamalkan dan disebar luaskan kepada masyarakat. Jadi jangan sampai Unair menjadi menara gading, tapi malah pimpinannya bertindak secara dholim yang tidak mencerminkan akademika yang selalu bermuasabah, melakukan perbaikan untuk hal-hal yang belum diraih secara maksimal.
Kedzaliman memang harus dilawan. Apalagi kasus ini terjadi ditengarai karena ada yang ingin menjadi menteri di kabinet mendatang.
Sebenarnya hal ini boleh saja, tetapi yang tidak elok jika ambisi tersebut kemudian dilakukan dengan cara mengorbankan koleganya agar dapat perhatian dari penguasa di Jakarta.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI.