Humaniora.id – Yatim adalah orang yang belum balig ditinggal wafat oleh ayahnya. Kondisi kehilangan ayah sebagai tulang punggung atau pencari nafkah tentu hal yang berat. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan dan memuliakan anak yatim.
Di tengah kemuliaan Bulan Muharram, momen istimewa menyelimuti tanggal 10 Muharram, yang dikenal sebagai Hari Asyura. Sesuai dengan hasil rukyatul hilal Lembaga Falakiyah PBNU, Hari Asyura jatuh pada hari ini, Rabu, 17 Juli 2024. Hari penuh berkah ini menjadi kesempatan istimewa untuk menebar kebaikan dengan menyantuni anak yatim.
Lebih dari sekedar tradisi, menyantuni anak yatim di 10 Muharram merupakan anjuran mulia dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang menyantuni anak yatim pada Hari Asyura, niscaya Allah akan mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya.” (HR. Tirmidzi)
Tak hanya pahala berlimpah, menyantuni anak yatim di 10 Muharram juga menumbuhkan rasa empati dan kepedulian sosial. Kita diajak untuk merasakan duka dan kesulitan anak-anak yatim, serta meringankan beban mereka.
Madrasah Tsanawiyah Negeri 35 Jakarta pun pada Hari Asyura telah menyelenggarakan acara Lebaran Anak Yatim bertemakan “Berbagi Cinta Berlimpah Berkah”. Acara ini diselenggarakan bersamaan dengan program Kementerian Agama Republik Indonesia.
Mari kita jadikan momen istimewa ini sebagai pengingat untuk selalu berbagi cinta dan kasih sayang kepada sesama, terutama kepada anak-anak yatim. Dengan kepedulian dan bantuan kita, mereka dapat merasakan kebahagiaan dan harapan di tengah keterbatasan.
Dalam Islam, memberikan santunan kepada anak yatim memiliki makna yang mendalam. Ini bukan hanya tentang memberikan bantuan materi, tetapi juga tentang kasih sayang, perhatian, dan kepedulian terhadap golongan yang membutuhkan.
Orang yang gemar memberikan santunan kepada anak yatim akan mendapatkan kedudukan yang mulia di hadapan Rasulullah SAW dan Allah SWT.
Dalam Hadits Riwayat Imam Bukhari, disebutkan bahwa kedudukan orang yang gemar menyantuni yatim di surga akan sedekat jari telunjuk dan jari tengah dengan beliau.
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian Nabi SAW mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah Beliau, serta agak merenggangkan keduanya.” (HR Bukhari)
Berdasarkan hadits tersebut, memberikan santunan dapat melunakkan hati. Ketika kita berbagi dengan anak yatim, mengusap wajah mereka, dan memberikan makanan dari rezeki kita, hati kita akan menjadi lebih lembut dan kebutuhan kita akan terpenuhi.
Penulis adalah Mubalig Ikatan Da’i Indonesia & Guru Tahfiz MTsN 35 Jakarta