humaniora.id – Mewakili anggota dan pengurus Sanggar Humaniora, aku dan Indri Retno Putranti mengunjungi rumah guru, abang kita Dorman Borisman, di Kelurahan Dukuh, Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (21/09/2023).
Kami tak ingin mengatakan abang sakit, tapi tepatnya kurang sehat. Setelah beberapa kali dirawat di Rumah Sakit Harapan Bunda Pasar Rebo Jakarta Timur, abang memang perlu perhatian khusus.
Abang mengalami stroke dan gangguan memori. Kadang perlu kawan untuk mengajaknya bicara agar ingatannya dapat pulih.
Perjumpaan siang tadi (Kamis, 21/09/2023), selepas jamuan makan siang, aku dan Indri sempat mengajaknya bercanda dengan respon terbatas.
Sesekali bicara soal aktifitas berteater atau soal kegiatannya di industri film yang lama ditinggalkannya.
Lebih dari 60 judul film layar lebar dan ratusan judul sinetron, serta karya pementasan yang diperaninya dalam rentang waktu dari tahun 1977 hingga tahun 2019.
Sinetron paling fenomenal yang pernah dibintanginya adalah “Saras 008” (Indosiar, 1998-2004), berperan sebagai Mas Yudhis.
Selanjutnya berperan di sinetron “BA-BE” (Batak Betawi) Season 1-2 (Viandra Productions, Indosiar, tahun 2002-2003), “Kampung Girang” (2004), “Tukang Bubur Naik Haji” the Series (SinemArt, RCTI, 2012-2017), dan sinetron “Patriot.”
Puluhan judul film layar lebar yang dibintanginya cukup mendapat perhatian publik. Terutama film-film bergenre komedi sepeti film “Pintar Pintar Bodoh”, “Gede Rasa”, dan “Manusia Enam Juta Dollar” yang juga dibintangi Kasino, Dono, Indro (Warkop DKI).
Bang Dorman juga eksis di sejumlah film bergenre horror bersama aktris Susanna dan aktor komedi Betawi, H. Bokir. Filmnya antara lain, “Ratu Sakti Calon Arang”, “Bangunnya Nyi Roro Kidul”, “Petualangan Cinta Nyi Blorong”, “Malam Jumat Kliwon”, “Ratu Buaya Putih”, “Santet”, “Malam Satu Suro” dan film lainnya.
Pada karya seni pertunjukan, bang Dorman banyak terlibat di sejumlah pementasan, baik sebagai aktor maupun sutradara. Ia bergabung dengan sejumlah tokoh-tokoh teater Indonesia, seperti Teguh Karya (Teater Populer), Arifin C. Noer (Teater Kecil, Putu Wijaya (Teater Mandiri), dan kelompok seni lainnya.
Bang Dorman juga mendirikan Teater Jakarta Timur yang bermarkas di Gelagang Remaja Jakarta Timur (GRJT). Ikut mendirikan Ikatan Teater Jakarta Timur (IKATAMUR), yang mengayomi puluhan grup teaer di Jakarta Timur.
Secara pribadi, bang Dorman adalah mentorku berkesenian. Bang Dorman-lah orang pertama yang “menjerumuskan” aku menekuni dunia senia peran – seni teater – hingga menekuni seni film di Jakarta sampai sekarang.
Wejangan paling membekas mengenai ajarannya – bahwa seni peran adalah aktifitas bagaimana kita “melihat, mendengar dan merasakan”.
Untuk pemahaman ini tak kurang dari 8 bulan aku cuma latihan disuruh nonton orang latihan teater. Cuma nonton. Tak lebih. “Boro-boro” diajak pentas! Diajak latihan saja tidak. Cuma nonton!
Ternyata pelajaran “melihat, mendengar dan merasakan” ini justru paling ampuh! yang membuatku bisa bertahan berkesenian hingga saat ini. Jadi jika ingin diceritakan panjang. Bisa berjilid-jilid.
Selain mentor berkesenian bang Dorman Borisman juga Penasehat dan Dewan Kehormatan Sanggar Humaniora. Bang Dorman punya andil besar atas berdirinya Sanggar Humaniora.
Ia sudah menjadi keluarga besar Sanggar Humaniora jauh sebelum lembaga kesenian ini bernaung di bawah Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan. Sejak kami mendirikan grup teater sendiri; cikal bakal dari Sanggar Humaniora, yaitu : “Teater Cabra : Cabe Rawit” yang bermarkas di kawasan Cijantung Jakarta Timur.
Tak lama aku diberi kepercayaan menjadi salah satu Pengurus Ikatan Teater Jakarta Timur (IKATAMUR).
Ajaran “Melihat, Mendengar dan Merasakan” bagaikan sabda. Menjadi semacam kaidah berkesenian aku secara pribadi, bahwa : seniman harus dekat dengan realitas social, mencipta dengan perenungan, serta mengabdi pada kemanusiaan.
Sehat selalu abangku Dorman Borisman. Terima kasih wahai sosok sederhana dan bersahaja. Karya dan eksistensimu menginspirasi!
Salam Humaniora
Dari muridmu selamanya,
Eddie Karsito
Kamis 21/09/2023