humaniora.id – Depok Baru, Kamis 14/9/2023, Lantaran kesibukan tugas sebagai wartawan dan rohaniawan pada akhirnya undangan dari rekan Badri AQT (Koloni Seniman Ngopi Semeja) baru bisa saya ‘penuhi’ pada Minggu lalu, 3 September 2023 untuk liputan dan baca puisi.
Bahkan sebelumnya saya juga mendapat undangan vua telepon dari rekan Moktavianus Masheka (Taman Inspirasi Sastra Indonesia) untuk bisa hadir.
Sejak pukul 13.30 WIB pada Minggu siang ( 3/9/023) saya sudah tiba di kawasan kolong jembatan layang atau flyover di Jln.Arief Rahman Hakim, Depok Baru, Jawa Barat.
Tak beberapa lama kemudian saya bertemu dengan Prof.Dr.Wahyu Wibowo, Syarifuddin Arifin, Herman Syahara, Nanang R Supriyatin, Remmy Novaris DM, Sihar Ramses Simatupang, dan sejumlah penyair lainnya yang telah tiba terlebih dahulu di.lokasi acara.
Kami pun terlibat obrolan panjang sianghari yang terik itu di tengah suara knalpot sepeda motor, angkot, dan mobil yang berseliweran di kiri-kanan flyover Depok Baru.
Bahkan terlihat sejumlah anak-anak berlari kian kemari sambil bermain sepak bola futsal, serta sekali-kali menikmati arena permainan anak-anak di kolong jembatan.layang yang tak jauh dari Stasiun KA Depok Baru tersebut.
Kali ini saya memenuhi undangan untuk mengikuti acara peluncuran buku antologi puisi tunggal ke-6 berjudul IGA RINDU TANAH PLASENTA karya Penyair dari Kota Padang, Sumatera Barat Syarifuddin Arifin.
Kemudian dilanjutkan dengan diskusi sastra bedah buku antologi puisi tunggal tersebut dengan nara sumber Prof.Dr.Wahyu Wibowo (pendamping) dan Arief Joko Wicaksono (pemantik) sambil diselingi baca puisi dengan mengutip kumpulan puisi tunggak IGA RINDU TANAH PLASENTA.
Pada akhirnya-jelang matahari terbenam- pada Minggu malam (3/9/2023) saya juga diberi kesempatan untuk baca puisi salah satu dari puisi karya Syarifuddin Arifin.
Ada satu pertemuan tak sengaja.Pada malam itu -sebelum saya meninggalkan lokasi acara- saya melihat sesosok lelaki seperti kawan sekolah saya sewaktu masih duduk di bangku.SMP 85 (SMP 12 siang-red) sekitar tahun 1976-1977.
Lalu saya dekati lelaki tersebut.Setelah bertutur sapa sebentar, ternyata sosok lelaki itu-sempat ikut baca puisi juga- bernama Logo Situmorang (salah satu putera dari Penyair dan Sastrawan Sitor Situmorang).
Dan, benar Logo Situmorang adalah kawan saya ketika kami sama-sama bersekolah di bangku SMP 85 (SMP XII siang) di Jln.Wijaya XII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sekitar tahun 1976-1977.
Salam Puisi Indonesia.
Menulis Puisi Memang Tak Pernah Mati.
(Pulo Lasman Simanjuntak)