humaniora.id – Aung San Suu Kyi adalah seorang pemimpin politik Myanmar dan penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Dia lahir pada tanggal 19 Juni 1945 di Yangon, Myanmar (dulu di kenal sebagai Rangoon, Burma). Ayahnya, Aung San, adalah pemimpin kemerdekaan Myanmar dan dipandang sebagai salah satu pahlawan nasional Myanmar.
Suu Kyi belajar di Inggris dan Amerika Serikat. Kemudian kembali ke Myanmar pada tahun 1988 untuk merawat ibunya yang sakit. Pada saat itu, negaranya sedang mengalami kekacauan politik dan militer telah mengambil alih kekuasaan. Suu Kyi bergabung dengan gerakan demokrasi dan memimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (LND).
Aung San Suu Kyi kemudian di penjara oleh pemerintah junta militer selama 15 tahun, di rumah tahanan dan penjara. Selama masa tahanannya, ia di anugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 atas karyanya dalam mempromosikan hak asasi manusia dan demokrasi di Myanmar.
Pemimpin Gerakan Demokrasi di Myanmar
Setelah di bebaskan dari tahanan pada tahun 2010, Aung San Suu Kyi terus memimpin gerakan demokrasi di Myanmar. Dan akhirnya memenangkan pemilihan umum pada tahun 2015.
Aung San Suu Kyi menjabat sebagai pemimpin de facto negara tersebut, tetapi kemudian menghadapi kritik keras dari komunitas internasional karena ketidakmampuannya untuk menghentikan kekerasan etnis Rohingya di negaranya.
Pada tahun 2021, Suu Kyi di jatuhi hukuman penjara oleh pemerintah militer Myanmar dalam kasus korupsi yang di duga dipolitisasi. Dia masih menjadi tokoh yang sangat di hormati di Myanmar dan di seluruh dunia atas perjuangannya untuk demokrasi dan hak asasi manusia.
Berikut adalah beberapa kata-kata bijak yang terkenal dari Aung San Suu Kyi:
- “Freedom is not given to us by anyone; we have to cultivate it ourselves. It is a daily practice.”
- “The only real prison is fear, and the only real freedom is freedom from fear.”
- “It is not power that corrupts, but fear. Fear of losing power corrupts those who wield it and fear of the scourge of power corrupts those who are subject to it.”
- “If you want to bring an end to long-standing conflict, you have to be prepared to compromise.”
- “The struggle for democracy and human rights in Burma is a struggle for life and dignity. It is a struggle that encompasses our political, social, and economic aspirations.”
Kata-kata bijak ini mencerminkan pandangan Suu Kyi tentang kebebasan, ketakutan, kekuasaan, kompromi, dan perjuangannya untuk demokrasi dan hak asasi manusia di Myanmar.