humaniora.id – Audiensi di Kantor Staf Presiden Membahas Terbitnya UU No.17 Tahun 2023.
Pada tanggal 28 Agustus 2023, Gedung Bina Graha yang merupakan Kantor Staf Presiden menjadi saksi dari sebuah audiensi yang penting.
Audiensi ini melibatkan sejumlah pengurus asosiasi profesi dan penggiat kesehatan ternama, seperti BITRA Indonesia, PBI, ASPETRI, dan beberapa asosiasi kesehatan lainnya. Audiensi ini diinisiasi untuk membahas implikasi dan implementasi UU No. 17 Tahun 2023, yang baru-baru ini diterbitkan.
Dalam pertemuan yang diwakili oleh pihak Kantor Staf Presiden (KSP), ada dua tokoh yang memainkan peran utama dalam diskusi ini. Mereka adalah Erlinda, Tenaga Ahli Madya Deputi II KSP Bidang Kesehatan Perempuan dan Anak, serta Adhyatma P, Tenaga Ahli Deputi II KSP.
Berikut point-point Audiensi yang Membahas Terbitnya UU No.17 Tahun 2023
Rusdiana Adi (Direktur BITRA Indonesia)
BITRA Indonesia sebagai LSM yang khususnya bergerak dan berperan di desa melihat masyarakat desa khususnya kelompok rentan seperti petani, perempuan dan kelompok disabilitas itu kesulitan mengakses layanan kesehatan dari pemerintah terutama bagi yang tidak memiliki layanan BPJS.
Apabila sakit, hal-hal yang menjadi kearifan lokal merekalah yang menjadi solusi. Keberadaan penyehat tradisional empiris seperti pemijat, tukang jamu dan sebagainya ini menjadi solusi pertama dalam masalah kesehatan mereka.
Berangkat dari situ, dirasa perlu untuk memberi perlindungan hukum kepada mereka selaku penyehat tradisional.
Brury Machendra (Sekjen PBI Pusat)
PBI dimasa sebelum terbitnya UU No. 17 tahun 2023 ini, kebebasan mempraktekkan kesehatan tradisional khususnya Bekam terkendala di PP 103 tahun 2014. Terdapat 13 kendala yang dihadapi di lapangan, namun 3 diantaranya yang menjadi prioritas :
- Kewenangan pembekam dihambat untuk melakukan tindakan KURATIF. Pasien rumah sakit banyak yang terbentur masalah biaya sehingga akhirnya datang ke terapis. Karena tidak ada kewenangan ini, para pembekam takut terkena hukum pidana.
- Status pengobat tradisional ini hanya diberi status TERDAFTAR yang berarti tidak diberikan IZIN praktek pengobatan. Hal ini menjadi keresahan para pengobat tradisional karena berpotensi terkena tindakan hukum.
- Terminologi INVASIF hendaknya diberi batasan antara yang dapat dilakukan oleh medis dan pembekam. Jelas, pembekam tidak melalukan tindakan invasif medis seperti menyuntik, infus, bedah, jahit dan sebagainya. Invasif pembekam beda dengan yang dilakukan medis sehingga dirasa perlu untuk dipisah dalam batas-batas yang boleh dilakukan pembekam atau tidak.
Tahun 2019 sempat beberapa organisasi kesehatan tradisional yang terhimpun dalam FIPTI (Forum Induk Pengobat Tradisional Indonesia) bertemu dengan Dewan Rakyat dan para tokoh untuk meminta merevisi PP 103 ini, namun tidak ada titik temu sehingga banyak dari organisasi ini bubar.
Yang sifatnya tradisional sebenarnya tidak perlu dilarang karena memang adanya seperti itu. Dampak dari PP 103 ini adalah timbulnya ketakutan akan ditindak secara hukum sehingga banyak dari mereka yang beralih profesi menjadi ojol dan sebagainya, tapi secara diam-diam juga tetap melakukan ini. Akhirnya jadi tidak terkontrol.
Dara Agustissi P (P-APASU)
P-APASU adalah organisasi kesehatan tradisional tingkat lokal yang ruang lingkup kegiatannya banyak di desa. Rata-rata anggota P-APASU memiliki lebih dari satu keterampilan kesehatan tradisional seperti tukang jamu dan pemijat.
Ilmu yang mereka miliki tidak sebatas empiris saja melainkan sudah melewati proses pelatihan dan uji kompetensi semisal akupresur, pijat tradisioal, pijat refleksi, akupunktur, bekam dan ramuan obat tradisional. Dalam proses mempelajari dan menyikapi terbitnya UU No 17 tahun 2023 ini, titik kritis berada pada terminologi EMPIRIS yang hampir hampir tidak tertera.
Disebut empiris jika sudah terjadi pada 3 keturunan berturut dan memang tidak ada sekolahnya. Sementara, dalam prakteknya di lapangan masih sangat banyak terjadi terutama di desa yang fasilitas layanan kesehatan jauh dari tempat tinggal mereka.
Hampir tidak ada orang di negeri ini yang tidak pernah dipijat atau minum jamu. Perannya sangat besar dalam membantu kesehatan masyarakat. Harapannya, terminologi Empiris ini dituangkan kembali dalam produk turunan UU No 17 tahun 2023 ini.
Al Anhar Gumay (Ketum ASPETRI)
ASPETRI sudah 19 tahun berdiri dan sudah menghasilkan sepuluh ribuan praktisi. Sikap ASPETRI terhadap UU No 17 tahun 2023 ini adalah hendaknya diikuti dengan produk turunan berupa peraturan yang berpihak pada penyehat tradisional.
Penyehat tradisional adalah garda terdepan dalam menjaga dan merawat kesehatan masyarakat. Indonesia memiliki banyak tanaman obat yang perlu dilestarikan. Dalam UU no 17 ini memang sedikit sekali menyebut empiris. Malah digiring untuk ke Nakestrad. Sedangkan empiris ini sifatnya turun temurun yang dimiliki oleh nenek moyang kita bersifat kearifan lokal.
Pengobatan tradisional ini bukan pengobatan alternatif melainkan pengobatan utama untuk masyarakat. ASPETRI bersama pemerintah mendukung kesehatan masyarakat dengan diadakannya pelatihan pengenalan tanaman obat dan pemanfaatannya.
Masalahnya, kita kekurangan Sumber Daya Manusia untuk dikembangkan padahal jika hal ini terjadi maka akan terbuka lapangan kerja yang luas terutama di kalangan kaum muda.
Wisnugroho (YAKKUM CD BETHESDA)
Peran penting dari tugas kami adalah mendampingi masyarakat sampai ke wilayah timur (NTT) dalam hal kesehatan.
Masyarakat diberdayakan untuk menjaga kesehatannya dan juga orang-orang yang berada di sekitarnya. Utamanya adalah kesehatan yang berkaitan dengan kearifan lokal seperti jamu, pijat, kerokan dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, keahlian ini berubah menjadi profesi. UU No 17 ini menjadi kegelisahan mereka karena dianggap akan mengganggu profesi mereka.
Setiap daerah memiliki kearifan lokal yang khas di masing masing tempatnya. Makna empiris dalam UU ini kurang begitu tersurat dan tersirat. Harapan kami nantinya akan lebih jelas pemaknaannya dan berpihak pada penyehat tradisional.
Erika Rosmawati (Manager Advokasi BITRA Indonesia)
PP 103 kurang mengakomodir kepentingan para penyehat tradisional, terutama keharusannya dalam memiliki pendidikan formal sementara empiris itu sifatnya jauh dari pendidikan formal. Pun demikian masih ada ketentuan empiris di dalamnya. UU No 17 ternyata malah tidak ada kata-kata empiris secara jelas.
Khawatirnya nanti dalam produk turunannya malah hilang sama sekali. Diharapkan juga nanti dalam turunan peraturan UU ini hendaknya semua kewenangan mulai promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif ini juga berada di tangan penyehat tradisional karena kenyataan di lapangan memang demikian adanya.
Quadi Azam
Penyehat tradisional ini menginginkan pendekatan pengobatan secara empiris sosiologis dicantumkan dalam undang undang dan dibedakan dengan pendekatan konvensional seperti yang sudah terjadi selama ini.
Pendekatan riset di bidang kesehatan tradisional masih terjadi perdebatan di kalangan empiris.
Responsive KSP terhadap Audiensi UU No.17 Tahun 2023
Salah satu poin penting yang dibahas dalam audiensi ini adalah usul dari penyehat tradisional yang diwakili oleh sejumlah anggota asosiasi. Mereka mengusulkan pembentukan sebuah Badan Khusus yang akan bertanggung jawab untuk mengurusi pengobatan tradisional. Badan ini akan melibatkan pelaku di lapangan untuk memastikan bahwa praktik pengobatan tradisional tetap terjaga dan dapat berkontribusi positif dalam sistem kesehatan nasional.
UU No. 17 Tahun 2023 menjadi fokus utama dalam audiensi ini. Pihak KSP berjanji untuk mempertimbangkan poin-poin yang telah disampaikan oleh para peserta audiensi dan memulai proses diskusi lebih lanjut mengenai implementasi UU tersebut.
Dalam suasana yang penuh kerjasama, audiensi ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pembentukan dan implementasi kebijakan yang berdampak pada sektor kesehatan.
Kedatangan para pengurus asosiasi profesi dan penggiat kesehatan dalam audiensi ini menunjukkan bahwa masyarakat sipil sangat peduli terhadap isu-isu kesehatan dan pengobatan tradisional.
Diskusi yang berlangsung di Gedung Bina Graha ini merupakan langkah awal yang penting dalam upaya memahami dan mengatasi permasalahan yang mungkin timbul seiring dengan penerapan UU No. 17 Tahun 2023.
Audiensi di Kantor Staf Presiden ini memberikan peluang bagi berbagai pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam mencari solusi terbaik dalam menghadapi perubahan peraturan terkait dengan kesehatan dan pengobatan tradisional.
Semoga hasil diskusi ini dapat memberikan arah yang jelas dan berkelanjutan untuk kebaikan masyarakat dan sistem kesehatan nasional.
Comments 1