humaniora.id – Siswa siswi SMA Labschool Cibubur kembali berhasil membuat harum nama Indonesia di kancah lnternasional dengan berhasil meraih Juara Pertama dalam ajang 38th International Competition and Folklore, Dance and Music Festival “Prague Stars” (Autumn) di Prague, Ceko 3 November 2023.
“Alhamdulillah, ini bukan kemenangan pertama bagi SMA Labschool Cibubur untuk ikut dalam kompetisi yang dinilai oleh para juri ahli. Ada yang berlatar belakang dosen tari, koreografer dan pakar seni dari negara-negara Eropa,” begitu tulis Ati Ganda selaku Art Director, Penulis Skenario dan Sinopsis acara ini dari Praha lewat chat whatsapp ke redaksi, 5 November 2023.
Tahun 2018, SMA Lab school pernah menang dalam kompetisi yang sama dengan latar belakang budaya Aceh dengan membawakan tari Tsunami Aceh, Tari Ratoeh Jaro/Saman dan Rapai Geleng. Di Tahun 2019 tampil lagi dengan tari dari Provinsi Kalimantan Timur bertema alam, membawakan tari Enggang, Gantar, Mandau dan Hudog. Tahun 2000-2022 ajang ini sempat dihentikan karena pandemic covid.
“Ähamdullilah, tahun 2023 acara ini dibuka lagi. Dari SMA Labschool Cibubur kami berangkat bersama 32 orang siswa siswi di bawah pengawasan Guru Pembina Vinati Qurroti A’yunina dan Joko Dwi Prasetyo. Anak didik kami membawakan tari Pesta Raya Panen Padi,” ungkap Ati Ganda, yang turun melatih tari bersama Pipit Rusdi dan Surya Kazaru.
“Tarian Pesta Raya Panen Padi adalah tari kreasi baru yang merupakan tarian medley dari Suku Batak, di Sumatra Utara. Tarian berdurasi 11 menit 26 detik itu, terdiri dari enam segmen dengan enam jenis tarian dan menampilkan patung kayu Si Gale Gale, yang biasa digunakan dalam ritual penguburan mayat di masyarakat Batak,” ungkap Ati Ganda.
“Si Gale-gale digunakan sebagai ikon yang memberikan semangat dan menjaga dengan penuh kasih sayang umat manusia serta agar manusia bijaksana dalam mengolah alam semesta agar terjaga kelestariannya,” tutur Ati Ganda.
Saat membawa si Gale-gale ke Praha, Ati Ganda mengaku mengalami kerumitan. “Boneka kayu ini cukup tinggi, jadi harus dikemas, dengan jalan dirakit dalam tiga bagian terpisah yakni kepala, badan dan tangan,” ungkap pemilik Studio 26 Artlink tersebut.
Di luar soal kesulitan mengemas Si Gale-gale, Ati Ganda menyebut, persiapan menyiapkan kostum para penari juga menjadi persoalan yang tidak ringan. Sebab kostum suku-suku dari Sumatra Utara tidak banyak dijual di Jakarta.
“Akhirnya, saya membawa koleksi kain Ulos terbaik yang saya miliki, saya juga pesan Ulos khusus yang butuh waktu dalam pengerjaannya. Malah salah satu property berupa selendang Paropa baru tiba satu hari sebelum keberangkatan kami ke Praha,” ucap Ati yang mengaku cukup cemas mempersiapkan penampilan murid-murid.
“Namun semua terbayar dengan kemenangan murid-murid ini. Alhamdulillah, latihan rutin tiga kali seminggu sepanjang dua bulan terbayar sudah,” kata Ati sambil mengucap terima kasih pada KBRI Praha.
” Kami diterima dengan baik oleh Ibu Dubes Kenssy D.Ekaningsih yang sangat mensupport kegiatan ini karena membawa nama Indonesia ke tingkat internasional.”/*