humaniora.id – Ketika capres Prabowo Subianto dianugerahi kenaikan pangkat bintang kehormatan oleh Presiden Joko Widodo banyak orang di sekitar saya bertanya. Apa prestasi Prabowo selama jadi menterinya Jokowi? Saya jawab: “setahu saya membeli pesawat bekas, menanam singkong tumbuh jagung, panennya anggaran. Selama menjabat menjadi menteri pertahanan Prabowo pernah memperbaiki kualitas SMA Taruna Nusantara dan membangun lima sekolah baru di wilayah strategis di Indonesia, dan yang lainnya.”
Malah banyak orang tidak faham atas prestasi Prabowo, yang terviral adalah gagalnya program food estate. Awalnya proyek food estate yang ditandai dengan membuka hutan untuk ditanami singkong merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang dirancang dengan konsep pengembangan pangan secara terintegrasi. Kebijakan ini menjadi bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 yang digagas oleh Presiden Joko Widodo bersama Prabowo untuk mengatasi kekurangan pangan di Indonesia.
Proyek food estate digagas oleh Jokowi dan Prabowo gagal total. Singkong yang ditanam di Kabupaten Gunung Emas Provinsi Kalimantan Tengah tidak tumbuh dengan baik bahkan banyak yang mati. Perkebunan singkong dengan mengorbankan hutan itu tidak berproduksi. Sehingga proyek tersebut hanya menyisakan kerugian keuangan negara, kerusakan hutan dan penderitaan masyarakat tanpa menghasilkan apa-apa.
Sekarang Jokowi telah memberikan bintang kehormatan bagi Prabowo dengan dalih keberhasilannya sebagai menteri pertahanan dari kabinet Indonesia maju masa jabatan 2019-2024. Padahal jejak digital Prabowo itu melanggar HAM sampai sekarang masih dipertanyakan oleh keluarga korban penculikan 1998.
Terus prestasi Prabowo apa sih, banyak masyarakat awam mempertanyakan keberhasilan Prabowo. Pernah Indonesia menjadi tuan rumah pada forum pertemuan menteri pertahanan se ASEAN The 17th ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu 15/11/2023. Perhelatan kegiatan tersebut apa bisa dibilang Prabowo memiliki prestasi sehingga dianugerahi jendral bintang 4.
Menurut saya, itu hanya akal-akalan Jokowi dalam membersihkan nama Prabowo atas kasus HAM tahun 1998. Dari predikat penculik jadi jendral ciamik. Awalnya Zero menjadi Hero. Semua noda-noda masa lalu Prabowo dicuci agar bersih. Nanti kalau kelak jadi presiden itu akan disegani para pemimpin bangsa lain karena memiliki gelar kebanggaan di militer.
Bisa jadi pemberian bintang kehormatan kepada Prabowo sebagai politik investasi bagi Jokowi. Jika Jokowi sudah purna maka Prabowo harus melihat Gibran adalah sosok Jokowi yang harus sejalan dan seirama. Prabowo Gibran tidak boleh berseberangan harus sejalan.
Saya sebagai penonton ya hanya bisa menyaksikan cerita yang ditayangkan di negeri ini. Apakah selamanya Prabowo dan Gibran akan sejalan sesuai harapan Jokowi. Bisa jadi sejalan atau malah berbalik 360 derajat, mereka antara Prabowo dan Gibran saling serang dan saling menjatuhkan. Kalau ini terjadi berarti politik investasi yang diterapkan Jokowi jadi politik investasi bodong alias mengecewakan.
Mari kita lihat saja, episode berikutnya. Kita bisa apa dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Jokowi sebagai Presiden. Jokowi saat ini tidak mau mendengarkan masukan dari para guru besar di perguruan tinggi. Memimpin negeri ini dengan seenaknya sendiri. Merasa sombong dan di atas angin. Jokowi hanya butuh dan mendengar dari para pemujanya saja. Terlalu sombong dan menyepelekan masukan banyak orang terutama yang ada di akademisi. Kalau semua ini terjadi hanya Allah saja yang bisa mengingatkan dengan cara-Nya.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI