Arti dan Makna Cinta
Cinta telah hadir sejak zaman Nabi Adam diciptakan dan dipertemukan dengan pasangan hidupnya, Siti Hawa. Tanpa keberadaan cinta, orang-orang akan merasa hampa. Lalu, apa arti dan makna cinta?
Cinta menurut Islam adalah limpahan kasih sayang Allah SWT kepada seluruh makhluknya. Sehingga, Allah menciptakan manusia dan isinya dengan segala kesempurnaan.
Dalam pengertian lain, Islam mengartikan cinta sebagai dasar persaudaraan antar manusia dan perasaan yang melandasi hubungannya dengan makhluk lain seperti pada hewan dan tumbuhan.
Adapun ayat-ayat yang menyebutkan perihal cinta adalah:
Ali Imran ayat 14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Al Imran ayat 14).
Ar Rum ayat 21
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum ayat 21).
Cinta sangat identik dengan perasaan kasih sayang, menyukai, dan sebagainya. Semua orang pastinya juga pernah merasakan cinta, mulai dari kecil, remaja, dan juga dewasa. Cinta tentunya ada pada masing-masing individu, namun cara mengungkapkan sebuah cinta juga akan berbeda-beda. Cinta tidak hanya membahas persoalan pasangan, namun di dalam sahabat dan keluarga juga terdapat cinta.
Semua cinta yang ada di alam raya ini asal muasalnya adalah dari Sang Maha Cinta Allah SWT, maka seharusnya semua perasaan cinta harus ditujukan kepada-Nya, sebab Dia lah muara dari segala cinta, kepada-nya lah cinta itu berasal dan berlabuh, dan kepada-Nya pulalah cinta itu berakhir.
Cintailah seseorang karena Allah. Jangan karena paras, sebab paras lama-kelamaan berubah menjadi tua dan keriput. Jangan pula karena harta, sebab harta akan binasa juga. Jangan karena dia berakhlak atau baik hatinya, sebab hati bisa berubah juga, kadang pagi begini sore sudah berubah menjadi begitu. Jangan mencintai makhluk secara berlebihan, sebab jika berlebihan nanti kalau ditinggalkan akan merana.
Saling mencintailah karena Allah. Sebab jika karena Allah, segalanya diserahkan kepada Allah, Allah tidak akan pernah meninggalkan kita, meskipun kita tua atau dalam keadaan apapun. Jika kita mencintai segala sesuatu karena Allah, maka kita tidak akan merana jika ditinggalkan pasangan, sebab Allah akan tetap menemani kita sampai kapanpun.
Jadi, masih pantaskah kita mencintai seseorang melebihi cinta kepada Allah? Saat orang yang kita cintai pergi meninggalkan kita dan Allah masih tetap bersama kita, masih pantaskah kita mencari cinta selain cinta yang bermuara kepada Allah?
Cinta itu tidak kalian dapatkan dengan usaha, namun Allah lah yang telah menanamkan benihnya ke dalam hatimu. Cinta itu anugerah dari Allah. Tugas kita adalah menyirami dan merawat hingga tumbuh jadi sebatang pohon yang memiliki cabang, ranting, daun dan benih.
Konsep Cinta Pamungkas Robiah Al Adawiyah
Dalam sejarah Islam, ada banyak sekali ulama sufi yang mengajarkan dan mengajak umat Islam untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Tidak hanya laki-laki saja, tetapi para wanita yang menjadi ulama sufi pun tak kalah terkenal. Salah satu ulama sufi wanita paling terkenal dan disegani adalah Rabi’ah Al Adawiyah.
Rabi’ah Al Adawiyah lahir pada 713-717 Masehi atau 95-99 Hijriah di Kota Basrah. Rabi’ah merupakan putri keempat dari keluarga miskin. Dia tumbuh dan berkembang sebatang kara karena kedua orang tuanya telah meninggal ketika ia masih kecil. Bahkan, seluruh saudaranya juga telah meninggal akibat wabah kelaparan yang mengguncang Basrah pada zaman itu.
Sebelum dikenal sebagai sufi terkenal, Rabi’ah merupakan seorang budak. Rabi’ah Al Adawiyah adalah seorang ibu dari pada sufi besar setelahnya. Bahkan, pandangan-pandangan spiritualnya terus hidup di kalangan sufi setelahnya. Tak sedikit ulama yang menaruh hormat kepada Rabi’ah. Di antara para ulama tersebut adalah Sufyan At-Tsauri, Al-Hasan Al-Bashri, Malik bin Dinar, dan Syaqiq Al-Balkhi.
Nama Rabi’ah Al Adawiyah memang cukup terkenal dan melegenda dalam jagad tasawuf. Dia pun digelari syahidat al-isqa al-ilahi, yang berarti Sang Saksi kerinduan Ilahi. Selain itu, seperti yang disebutkan sebelumnya, Rabi’ah memiliki pemikiran serta ibadah spiritualnya masih banyak dikaji hingga sekarang. Salah satu pemikiran Rabi’ah yang terkenal adalah mengenal konsep cinta kepada Allah SWT.
“Ya Allah, kalau aku menyembah-Mu karena menghindar dari neraka-Mu, campakkan saja aku ke neraka. Kalau aku menyembah-Mu karena berharap surga, tutup pintu-Mu rapat-rapat, tapi kalau aku menyembah karena mengharap rahmat-Mu, jangan pisahkan aku dari rahmat-Mu,” tutur Rabi’ah.
Rabi’ah memang dikenal dengan keikhlasannya dalam beribadah, hingga tidak ada lagi di relung hatinya untuk takut terhadap neraka ataupun mengharap surga. Keikhlasannya dalam beribadah juga banyak dinukilkan di berbagai kitab tasawuf. Hal itu pula yang menandakan, bahwa Rabi’ah semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dari waktu ke waktu.
Dari beberapa kisah dalam hidupnya, ulama sufi ini pernah dikisahkan ketika tengah berjalan di Kota Baghdad sambil membawa air dan memegang obor di tangan kirinya. Salah seorang bertanya, hendak di kemanakan air dan obor tersebut?
Rabi’ah Al Adawiyah pun menjawab, “Aku hendak membakar surga dengan onor dan memadamkan neraka dengan air ini. Supaya orang-orang tidak lagi mengharapkan surga ataupun menakutkan neraka dalam ibadahnya.”
Ini juga yang membuktikan kalau Rabi’ah memiliki jiwa yang tenang dan nyaman. Tidak ada yang perlu ditakutkan dan tidak ada juga yang perlu dirisaukan atas imbalan ibadah yang telah dilakukan. Menurut Rabi’ah, mencintai Allah baginya adalah mencintai Sang Mahasegalanya. Menjalankan semua perintah-Nya, dan terus mendekatkan diri kepada-Nya.
Bukti Cinta Membara Nabi Yusuf AS dan Zulaikha
Nabi Yusuf AS banyak dikenal dalam masyarakat sebagai nabi yang memiliki wajah tampan dan memiliki sifat baik hati dengan suara yang lembut. Terdapat kisah unik dan menarik untuk diketahui muslim mengenai kisah cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha.
Kisah cinta ini berawal dari pertemuan antara Nabi Yusuf dan Zulaikha. Keduanya diketahui bertemu lantaran Nabi Yusuf saat itu adalah budak yang diangkat menjadi anak oleh Qithfir Al Aziz, yaitu suami Zulaikha yang saat itu sedang menjabat menjadi menteri keuangan di Mesir.
Singkat cerita, Nabi Yusuf pun tinggal bersama dengan anak angkat lainnya hidup bersama dengan Zulaikha dan suaminya. Dengan wajah yang tampan, Nabi Yusuf menarik perhatian dari Zulaikha hingga menarik pujian yang keluar dari mulut Zulaikha.
Kejadian ini pun terjadi berulang kali dan dapat dikatakan semakin parah. Terlebih lagi fakta bahwa Zulaikha memiliki paras yang cantik jelita dan bahkan berias hanya untuk menggoda Nabi Yusuf semata.
Akan tetapi, Nabi Yusuf adalah sosok yang sangat taat pada Allah sehingga ia melindungi diri dan tidak terhasut tipu daya istri tuannya itu. Dalam kondisi seperti itu, melansir Ibnu Katsir dalam Kisah Para Nabi, Nabi Yusuf terus menolak sebagaimana termaktub dalam surah Yusuf ayat 23:
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا عَنْ نَّفْسِهٖ وَغَلَّقَتِ الْاَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۗقَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اِنَّهٗ رَبِّيْٓ اَحْسَنَ مَثْوَايَۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya: Perempuan, yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung.”
Zulaikha yang merasa cintanya tidak berbalas pun kemudian memfitnah Nabi Yusuf. Suatu waktu, ia mengejar dan menangkap Nabi Yusuf yang hendak lari darinya hingga gamis yang dipakai Nabi Yusuf terkoyak. Suami dari Zulaikha pun muncul hingga membuat wanita itu menuduh Yusuf sebagai pelakunya.
Setelah beradu argumen serta saksi, Al Aziz menyadari bahwa penggoda utamanya ialah Zulaikha. Ia pun meminta sang istri agar segera berdoa dan memohon ampun.
Kabar dan cacian kepada istri Al Aziz pun menjadi perbincangan dari para istri pejabat tinggi dan pembesar di Mesir saat itu. Mereka menyebarkan berita tentang kekejian perilaku istri Al Aziz yang berusaha menggoda pelayannya, Nabi Yusuf.
Hal itu pun membuat Zulaikha berinisiatif mengundang mereka makan di rumahnya. Para tamu wanita itu diberikan pisau untuk memotong makanan. Zulaikha pun dengan sengaja memanggil Nabi Yusuf untuk hadir demi menunjukkan ketampanan beliau pada para tamu.
Akibatnya, para tamu tersebut terpana dengan ketampanan Nabi Yusuf hingga mereka tidak menyadari mengiris tangan mereka sendiri dengan pisau. Hal ini terabadikan dalam surah Yusuf ayat 31.
Setelah itu, Zulaikha dan Raja Qithfir memasukkan Yusuf ke penjara. Maksud tujuan ini supaya rumor tentang keluarganya tidak berkepanjangan dan membuat masyarakat melupakannya. Yusuf tidak keberatan dimasukkan ke penjara, ia pun mendekam di sana cukup lama hingga lebih dari lima tahun.
Seiring berjalannya waktu, Zulaikha mengakui kesalahan dirinya hingga Nabi Yusuf pun dikeluarkan dari penjara. Al Aziz juga turut membersihkan nama Nabi Yusuf atas tuduhan palsu yang dialamatkan padanya. Setelah terbebas dari segala tuduhan, Al Aziz memberikan kepercayaan jabatan kepada Nabi Yusuf untuk memimpin Mesir dan berhasil menggantikan posisi raja yang sebelumnya memimpin.
Tidaknya hanya itu, sebelum wafat, Al Aziz sudah lebih dulu mempertemukan kembali Nabi Yusuf dengan Zulaikha dan menikahkan keduanya. Dari pernikahannya tersebut, Nabi Yusuf dikaruniai dua putra yang bernama Afrayin dan Mansa.
Kisah Cinta Sayyidina Ali RA dan Sayyidah Fatimah RA
Para sahabat nabi memberi tauladan dalam kehidupan. Banyak kisah menarik yang sampai membuat air mata menetes karena keteladanan mereka.
Sebuah kisah datang dari putri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra, dan Ali Bin Abi Talib. Pintu hati Ali terketuk pertama kali saat Fatimah dengan sigap membasuh dan mengobati luka ayahnya, Muhammad SAW yang luka parah karena berperang.
Dari situ, dia bertekad untuk melamar putri nabi. Lantas dengan tekun dia kumpulkan uang untuk membeli mahar dan mempersunting Fatimah. Malang, belum genap uang Ali untuk membeli Mahar, sahabat nabi Abu Bakar sudah terlanjur melamar Fatimah.
Hancur hati Ali, namun dia sadar diri kalau saingan ini punya kualitas iman dan Islam yang jauh lebih tinggi dari dirinya. Walau dikenal sebagai pahlawan Islam yang gagah berani, Ali dikenal miskin. Hidupnya dihabiskan untuk berdakwah di jalan Allah.
Namun mendung seakan sirna saat Ali mendengar Fatimah menolak lamaran Abu Bakar. Tapi keceriaan Ali kembali sirna saat orang dekat nabi lainnya, Umar Bin Khatab meminang Fatimah. Lagi-lagi Ali hanya bisa pasrah karena dia tidak mungkin bersaing dengan Umar yang gagah perkasa. Tapi takdir kembali berpihak kepadanya. Umar mengalami nasib serupa dengan Abu Bakar.
Tapi saat itu Ali belum berani mengambil sikap, dia sadar dia hanya pemuda miskin. Bahkan harta yang dia miliki hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Kepada Abu Bakar As Siddiq, Ali mengatakan, “Wahai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang yang sebelumnya tenang. Anda telah mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan. Demi Allah, aku memang menghendaki Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku ialah karena aku tidak mempunyai apa-apa.”
Abu Bakar terharu dan mengatakan, “Wahai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu-debu bertaburan belaka!”
Mendengar jawaban Abu Bakar, kepercayaan diri Ali kembali muncul untuk melamar gadis pujaannya saat teman-temannya sudah mendorong agar Ali berani melamar Fatimah.
Dengan ragu-ragu dia menghadap Rasulullah. Dari hadist riwayat Ummu Salamah diceritakan bagaimana proses lamaran tersebut.
“Ketika itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum baginda berkata kepada Ali bin Abi Talib, ‘Wahai Ali, apakah engkau mempunyai suatu bekal mas kawin?”
“Demi Allah,” jawab Ali bin Abi Talib dengan terus terang, “Engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta.”
“Tentang pedangmu itu,” kata Rasulullah menanggapi jawaban Ali bin Abi Talib, “Engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira, sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi!”. Demikianlah riwayat yang diceritakan Ummu Salamah RA.
Setelah segala-galanya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira, dan disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah SAW mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya,
“Bahwasanya Allah SWT memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kawin 400 dirham (nilai sebuah baju besi). Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu.”
Maka menikahlah Ali dengan Fatimah. Pernikahan mereka penuh dengan hikmah walau diarungi di tengah kemiskinan. Bahkan disebutkan Rasulullah sangat terharu melihat tangan Fatimah yang kasar karena harus menepung gandum untuk membantu suaminya.
Syarat yang Harus Dipenuhi dalam Konsep Sakinah Mawaddah wa Rahmah
Setiap pasangan suami istri tentu mendambakan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warohmah. Kunci rumah tangga sakinah sebenarnya terletak pada sikap masing-masing anggota keluarga. Baik suami, istri, maupun anak hendaknya dapat saling memperlakukan dengan baik, ramah, dan lemah lembut.
Kelembutan dalam bertindak maupun bertutur kata akan menciptakan kebiasaan yang baik dan jauh dari sifat tercela. Bagi Anda yang baru menikah, hendaknya mengetahui kiat-kiat sukses dalam membina rumah tangga. Hal ini dilakukan agar rumah tangga dapat berlangsung lama dan dijauhkan dari pertengkaran atau perselisihan.
Keluarga yang sakinah dapat menjadikan rumah tangga mudah mengatasi berbagai problematika. lalu, apa saja yang kunci rumah tangga sakinah, mawaddah wa rahmah?
1. Saling Mencintai karena Allah SWT
Perasaan cinta kepada pasangan hendaknya dilakukan bukan karena fisik ataupun harta. Perasaan cinta harus tumbuh atas dasar cinta karena Allah SWT. Apa yang dimaksud cinta karena Allah?
Cinta karena Allah adalah mencintai atas dasar ketaatan kepada Allah SWT. Cinta yang didasarkan pada ketulusan pada ibadah, maka kebahagiaannya dapat mencapai dunia-akhirat.
2. Mensyukuri Apapun yang Diberikan Allah SWT
Setiap rumah tangga telah diberikan rezeki masing-masing oleh Allah SWT. Rezeki tidak hanya berupa uang atau harta, namun segala hal yang diberikan oleh Allah SWT. Bahkan, rasa sakit dan kekurangan uang juga termasuk bentuk rezeki.
Sebab, Allah SWT tidak ingin hamba-Nya lalai dengan harta yang melimpah. Merasakan sakit di dunia juga akan memberikan kita pengampunan atas dosa yang telah diperbuat. Dari sini, kita bisa tahu bahwa segala kebahagiaan maupun kesulitan memiliki hikmahnya tersendiri bagi sebuah rumah tangga.
3. Menjalin Komunikasi dengan Rutin
Kunci rumah tangga dapat harmonis adalah jika pasangan suami istri dan anggota keluarga lain dapat menjalin komunikasi dengan baik. Perlu diketahui bahwa 70% aktivitas rumah tangga yang dilakukan oleh pasangan suami istri adalah saling berbicara.
Anda bersama pasangan dapat melakukan komunikasi untuk membahas segala hal, baik tentang hubungan, pekerjaan, teman, liburan, atau yang lainnya. Oleh karena itu, komunikasi sangat penting dilakukan agar rumah tangga dapat sakinah.
4. Sadar dengan Tugas dan Kewajiban Masing-masing
Setiap anggota keluarga pasti memiliki peran dan fungsi masing-masing. Kalau bisa, suami dan istri melakukan tugas dan kewajiban yang seimbang. Suami hendaknya tidak hanya bekerja di luar, namun juga membantu pekerjaan rumah agar istri tidak kewelahan.
Begitu pula dengan istri, hendaknya menyadari tugasnya sebagai pasangan agar selalu menyediakan kebutuhan suami sebelum bekerja. Istri juga boleh bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup, tentu saja atas ridha dari suami.
5. Saling Percaya dan Menahan Ego
Orang yang sudah menikah bukan lagi anak kecil, sehingga egonya harus terkontrol. Pasangan suami istri hendaknya dapat berpikir dengan kepala dingin ketika menemukan suatu konflik. Komunikasi masih menjadi cara utama dalam menyelesaikan persoalan.
Selain itu, pasangan suami istri juga perlu saling percaya dan meminimalisir rasa curiga satu sama lain. Dengan begitu, maka rumah tangga dapat tentram dan jauh dari kesalahpahaman yang menjauhkan hubungan.
*Maksud Quotes:
Mati karena Cinta adalah Mati Syahid*
Mati syahid bukan hanya milik mereka yang memaknai jihad sebagai berperang. Jihad dalam cinta juga mendapatkan tempat syahid tersendiri di mata Allah SWT.
Selayaknya, perasaan cinta itu memang harus diungkapkan. Namun tidak semua punya nyali sedemikian besar. Pernahkah kalian ada pada sebuah momen merasa tidak berdaya? Harapan melayang tinggi, deretan kata-kata beterbangan di kepala, tapi ujungnya selalu jadi batu kerikil di ujung lidah. Akhirnya cinta urung diungkapkan, dan harus berdamai dengan diri sendiri.
Tulisan ini sengaja penulis susun untuk kalian sobat-sobat pejuang cinta di manapun berada, terkhusus buat sobat-sobat di PDU MUI yang mungkin selama ini dirundung gelisah tak berkesudahan. Terkadang memang hidup tidak memberi kesempatan sehingga cinta dibawa sampai mati. Jihad cinta yang dibawa mati, ternyata punya tempat tersendiri di hadapan Allah SWT.
Oleh karenanya, mati karena memendam cinta merupakan salah satu bentuk syahid. Jihad itu berjuang. Jihad dimaknai berperang itu kan sejak ada ekstremis. Tiap kondisi kamu kesusahan itu juga jihad.
Jihad itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan perang. Karena artinya adalah kepayahan, bertahan dalam kesusahan, atau bersungguh-sungguh. Perang sendiri sebenarnya masuk dalam bab ‘qital’ (membunuh) dalam kitab-kitab fiqih.
Bagi Muslim Ahlussunnah, jihad itu bersungguh-sungguh. Jahada-yajhadu-jihaadan. Itu artinya bersungguh-sungguh. Maka dalam kitab-kitab Ahlussunnah yang membicarakan adab mencari ilmu, kata jihad selalu diikuti perintah agar jangan malas. Karena memang malas itu lawan dari jihad (bersungguh-sungguh).
Jihad sendiri berarti situasi tertentu yang karena penuh keterbatasan dan kepayahan, memaksa kita untuk bertahan menghadapinya. Menuntut ilmu juga merupakan jihad, bertahan di situasi kemiskinan juga bentuk jihad, termasuk dalam urusan cinta. Memendam cinta yang tak tersampaikan yang dibawa sampai mati juga merupakan upaya bertahan, sehingga mati karena cinta bisa masuk kategori mati syahid.
Kok bisa? Suatu ketika Rasulullah SAW bertanya: “Siapa orang yang mati syahid menurut kalian?” Lalu ada yang menjawab “Syahid itu orang yang mati di medan perang!” Lantas Rasulullah menimpali: “Kalau begitu, orang yang mati syahid jumlahnya sedikit sekali.”
Kemudian Rasulullah menyebutkan bahwa orang yang mati syahid itu adalah: al-math’un (orang yang mati karena wabah/tha’un), wal-mabthun (orang yang mati karena sakit perut atau kelaparan), dan orang yang mati karena kerubuhan bangunan. Di sebagian riwayat, orang yang mati tenggelam juga masuk kategori mati syahid.
Dan termasuk tadi, mati karena cinta itu ya masuk mati syahid. Hanya saja, ada beberapa kondisi seseorang bisa disebut mati syahid karena cinta. Ketika mencintai seseorang tidak kesampaian, orang itu mau berzina juga tidak berani, menahan pun tidak sanggup, sampai mati. Itu mati syahid.
Sehingga bisa disimpulkan, kondisi orang disebut mati syahid karena cinta, adalah ketika cintanya ia pendam sendiri sampai mati, dengan menjaga kesucian diri. Yakni menjaga diri tidak melakukan zina selama menjaga cintanya.
Pada akhirnya, yang bernilai adalah tentang kesungguhan hati dan menjaga kesucian diri. Menyatakan cinta tentu mensyaratkan kesungguhan dan kemantapan hati. Begitu pula bagi yang memilih untuk memendam cinta sampai mati. Bahwa mencintai dalam sepi, dan selalu sabar untuk menjaga kesucian diri, juga membutuhkan nyali.
Ibnu Katsir menuturkan bahwa Abu Nawas pernah membuat syair yang dinukil dari hadits Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Ady dalam Al-Kamil-nya, sebuah hadits dari Ibnu Abbas dengan status mauquf marfu’:
مَنْ عَشَقَ فَعَفَ فَكَتَمَ فَمَاتَ مَاتَ شَهِيْدًا
“Barangsiapa yang jatuh cinta lalu ia menahannya dan menyembunyikan rasa cinta nya sampai ia mati, maka ia mati dalam keadaan mati syahid.”
Makna hadits ini menurut Ibnu Katsir, seseorang yang jatuh cinta, tapi dia tidak bisa memilihnya dan tidak mampu memilikinya, lalu ia bersabar dan menahan dari perbuatan tercela, kemudian meninggal karena sebab tidak sanggup menahan rasa cintanya, maka dia akan mendapatkan pahala yang banyak. Jika hadits ini sahih maka yang meninggal karena itu akan mendapatkan pahala mati syahid.
Menaikkan Vibrasi Cinta
Pikiran, perkataan, dan tindakan yang dilakukan seseorang sangat mempengaruhi vibrasi tubuh yang juga mempengaruhi energi di dalam badan seseorang. Vibrasi adalah sebuah energi atau kekuatan yang dapat menarik hal-hal seperti peristiwa atau benda. Ketika vibrasi dalam tubuh positif, kita bisa menarik hal-hal baik.
Sebaliknya, jika vibrasi tubuh rendah atau negatif, tubuh akan merasa frustasi, lelah, dan mudah emosi. Tubuh merasakan emosi, membawanya ke pikiran untuk diproses, dan kemudian meneruskannya ke jantung, di mana reaksi terhadap emosi ini berasal dari getaran atau vibrasi.
Vibrasi diri harus terus ditingkatkan dalam upaya untuk menyelamatkan bumi. Lalu, bagaimana agar kita dapat selaras dengan sesama makhluk bumi, hingga seluruh alam di semesta raya? Jawabannya adalah mengenali kedalaman tubuh fisik hingga kedalaman diri sejati kita (Nur Muhammad).
Tanpa mengenali dan memahami diri sejati kita, tentu kita akan sulit terhubung dengan frekuensi Sang Maha Pencipta (Nurullah). Dan untuk dapat terhubung dengan diri sejati kita, kita harus sering melatih menyelaraskan jantung dan otak dalam organ tubuh fisik kita, sehingga kita selalu tenang damai dan bahagia, yang pada akhirnya vibrasi kita akan terus meningkat.
Tapi sayangnya selama ini kita tidak membiarkan diri kita memahami hal besar ini sejak awal. Padahal ini sungguh sangat penting. Organ jantung dan otak yang selaras harusnya sudah menjadi diri kita yang sebenarnya, tapi itu tidak terjadi selama ini. Sekalipun semua ritual sudah dilakukan bertahun-tahun, namun masih banyak saja yang sulit untuk terhubung dengan Sang Pencipta. Mengapa itu bisa terjadi? Karena dari awal kita memang tidak memahaminya, karena kita terlalu sibuk dan ngubek-ngubek hanya di luar diri kita saja, padahal segala ilmu apapun yang kita pelajari, inti utamanya adalah untuk mengenal-Nya dan untuk bisa kembali kepada-Nya.
Maka dari sinilah para mursyid di berbagai thoriqoh ditugaskan untuk berperan mengenali dan membimbing perjalanan bagi manusia yang mau sadar secara ‘am. Jika vibrasinya meningkat akan dilanjutkan secara khusus, hingga khusus lil khusus sampai pada kesadaran Ilahi sebagai frekuensi cahaya. Di level inilah kita akan mudah berkomunikasi secara ruh dengan para arwahul muqoddasah hingga para makhluk cahaya.
Jika kita tidak memiliki kesadaran untuk memahami hal besar ini, maka akhirnya ini akan menjadi hal yang sangat rumit dan keburu tua di jalan, sehingga energi negatif sangat rentan merasuki dan menguasai diri, bahkan yang sudah memegang agama sekalipun. Namun jangan pesimis, karena dalam hidup ini tidak ada kerumitan yang tidak bisa terlampaui, selagi kita mau bijak dalam menerima keilmuan, apapun itu jenis ilmunya, karena di semua ilmu Sang Pencipta pasti selalu menyisipkan rahasia-Nya.
Sahabatku, benih-benih Ilahi tercinta! Mari kita lampaui kerumitan diri ini dan mulai kembali belajar memahami kedalaman tubuh fisik kita hingga mengenali Diri Sejati (Nur Muhammad) kita, untuk memimpin diri kita sebaik-baiknya. Sampai akhirnya kita mampu terhubung dengan Sang Pencipta, untuk membebaskan bumi ini dari belenggu sistem iblis, yang hingga saat ini diwakili Elit Global, yang telah sekian lama membelenggu bumi kita, sehingga yang tadinya bumi kita berada di D5 jadi menurun ke D3. Kemudian Sang Pencipta mengutus para utusan untuk membebaskan dan memerdekakan belenggu ini, namun selalu digagalkan.
Untuk sahabat-sahabatku tercinta! Marilah kita tebarkar Energi Cinta Kasih Ilahi ke seluruh makhluk di bumi hingga seluruh alam, karena hanya qolbu manusia berimanlah (manusia bervibrasi cahaya) yang mampu menebar energi cahaya cinta dari-Nya.
Ini semua tentunya harus didukung oleh energi kesadaran Ilahi manusia itu sendiri sebagai penerima amanah dari-Nya untuk menebar Rohman dan Rohim-Nya, karena dengan Rohman dan Rohim-Nya lah bumi ini akan kembali selaras.
Cinta kasihku untuk kalian semua, wahai jiwa-jiwa cahaya…!!! 💖💖💖
*
Tulisan ini disampaikan pada:
Kajian Tafsir Ayat-ayat Cinta
Jumat, 26 Juli 2024 pukul 16.00 WIB
Bertepatan dengan Milad MUI ke 49
Di Gedung PDU MUI XI Jakarta Pusat
Tim Penulis:
1. Ustadz Muzakkir Mahmud
Guru, Da’i, Arsitek, Jurnalis, Terapis, Healer, Trainer & Motivator Cinta
2. Ustadz Saifullah Jati Purba
Mentor Spiritual, Aktivis Penyelamat Bumi menuju D5, Pakar Vibrasi Cinta
3. Ustadzah Elly Sholihat
Guru MTs Cordova Jakarta, Mediator & Petualang Cinta, Ibu dari 9 Anak yang telah Berpengalaman Merasakan Suka Duka Cinta