Humaniora.id – Antigone dan Trilogi Oedipus – Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 5
Karena Mastodon di anggap memprovokasi mahasiswa. Mastodon itu kan bercerita tentang pemberontakan mahasiswa. Jadi pertunjukan kita di tuduh seperti itu. Kolonel Santos itu siapa, Profesor Topaz itu siapa. Jadi peran-peran itu di anggap mengkritik mereka yang lagi berkuasa.
Tapi setelah Malari saya ingat, kita di perbolehkan pentas lagi. Hanya saja yang di pentaskan tidak boleh naskah sendiri.
T: Naskah apa yang diangkat setelah Malari ?
Antigone (pentas 27-28 Juli1974 –red)
T: Kenapa memilih Antigone saat itu?
Ya, saya lihat karena kalau Mas Willy mementaskan naskah karyanya sendiri tentu sulit izinnya. Mungkin saat itu Mas Willy lalu memilih naskah Yunani (bagian dari trilogi Oedipus karya Sophocles) dan kemudian menerjemahkannya. Tapi tetap saja kan. Antigone di tangan Mas Willy juga di lari-lariin ke situasi Indonesia..
T: Antigone sebenarnya juga berkisah tentang kekuasaan kan. Antigone – anak Oedipus ia mau mengubur kakaknya: Polynices namun tidak di perbolehkan oleh penguasa Thebes saat itu Kreon..
Ya seperti itu. Mas Willy saat itu menjadi Kreon. Sementara aku jadi anaknya Mas Willy. Aku menjadi anak Kreon. Namanya Haemon. (Haemon ini mencintai Antigone. Haemon kemudian bunuh diri setelah Antigone mati-red)
T: Bagaimana latihan Antigone saat itu?
Nah, kita untuk Antigone latihan silat rutin. Gerak-gerak dalam Antigone banyak di warnai gerak silat… Kita latihannya subuh, pagi, siang, malam.., trus nonstop, di selingi dengan diskusi. Serta semacam pelajaran-pelajaran. Misalnya Mas Umar Kayam datang memberi kuliah.. Ada juga dosen-dosen bule yang mengajar di UGM – saya tak ingat namanya. Mereka datang ke Bengkel Teater memberi kuliah antropologi sampai sosiologi.
T: Dalam pengadegan gerak-gerak silat ada di bagian mana saja ?
Begini, dalam naskah Antigone banyak adegan koor. Nah oleh Mas Willy adegan koor-koor itu di tampilkan dengan gerak-gerak silat. Juga saat pertengkaran-pertengkaran anak sama bapak di buat silat juga. Jadi para aktor bergerak silat.
T: Waktu itu yang mengajar silat Max Palar ? Mungkin Anda bisa cerita bagaimana Max Palar dalam latihan mengajar khusus gerak-gerak silat Bangau Putih untuk pertunjukan ini
Kami latihan terutama 18 jurus Jalan Pendek. Di Bangau Putih itu ada jurus Jalan Pendek dan Jalan Panjang. Kami latihan 18 jurus Jalan Pendek saja .
T: Bisa diceritakan sedikit jurus Jalan Pendek itu ?
Jurusnya jurus Pahong: pukul, tangkis, gulingan. Itu Jalan Pendek semua. Baru nanti ada Jalan Panjang. Jurus-jurus Jalan Pendek di kembangkan lagi. Kita harus menguasai Jalan Pendek. Pahong. Tangkis pukul, jatuh. Harus tahu cara jatuh, gulingan, tendangan. Di Ketanggungan itu kita latihan silat – di halaman rumah tetangga, namanya kalau nggak salah Mbah Bei. Mbah Bei ini yang pavilyun-pavilyunnya di kontrak Mas Willy untuk tempat tinggal kami. Adegan saya di Antigone yang paling berat itu, adalah adegan saya harus berantem dengan gerak silat melawan Mas Willy sebagai ayah saya.
T: Jadi Anda juga latihan duel silat melawan Mas Willy?
Ya. Nah saat latihan itu kaki saya terkena beling. Robek kakiku. Tapi Mas Willy tetap mengharuskan saya latihan. Jadi di Bengkel itu kalaupun sakit harus tetap latihan. “Kamu belum mati. Nggak akan mati. Kalau mati saya kubur,” kata Mas Willy. Nah, proses latihan sambil sakit gitu kan, membuat badan saya sampai panas dingin. Saat pentas, saya belum sembuh. Saya ingat dalam adegan saya ketendang benar. Saya harus gulingan, melompati beberapa level – yang saat itu di buat penata panggung Mas Rudjito…dan kemudian di belakang brakkk….saya jatuh, rubuh. Waduh, saya langsung merasa tak bisa muncul lagi di panggung. Untungnya saat itu Suhu nonton…Suhu Raharja.
T: Oh Subur Raharja, Suhu Bangau Putih?
Ya. Saya kemudian di totok. Di kasih energi. Di kasih tenaga. Saya akhirnya bisa bangkit muncul di panggung lagi .
T: Saat itu pentasnya di Yogya?
Bukan, di TIM..kita main di Teater Terbuka
Baja juga : Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 4
Comments 3