Yogyakarta, humaniora.id – Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah akan jatuh pada tanggal 28 Juni 2023 mendatang. Hari Raya Idul Adha menjadi pengingat peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim bersedia untuk mengorbankan putranya Nabi Ismail sebagai manifestasinya ketaqwaannya kepada Allah SWT. Peristiwa kurban mengajarkan untuk senantiasa rela berkorban di jalan Allah SWT dan taat beribadah.
Salah satu ibadah yang dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha adalah melakukan pemotongan hewan kurban. Ragam jenis hewan yang lazim dikorbankan di Indonesia antara lain sapi, kambing domba dan kerbau. Masyarakat akan memilih salah satu hewan tersebut untuk dikurbankan. Dengan semangat berkorban yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim akan menyisihkan uang dimilikinya untuk membeli hewan kurban.
Hari Raya Idul Adha akan dirayakan dalam beberapa minggu ke depan, namun kesibukan untuk mempersiapkan perayaan mulai dirasakan. Masyarakat mulai membentuk kepanitian dan berburu hewan kurban. Masyarakat mulai membeli hewan kurban agar dapat memilih hewan dengan kualitas terbaik dan dengan harga yang normal. Harga hewan kurban biasaya akan naik ketika mendekati Hari Raya Idul Adha sehingga harganya sulit dijangkau oleh masyarakat.
Meningkatkannya minat masyarakat membeli hewan kurban mengakibatkan permintaan akan hewan sapi, kambing maupun domba khususnya di Yogyakarta diprediksi akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tingginya tingkat permintaan terhadap hewan kurban tentu akan berpengaruh pada kemampuan stok hewan kurban. Apakah stok hewan kurban di Yogyakarta mampu memenuhi kebutuhan hewan kurban pada saat Idul Adha mendatang,
Menurut Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman, Suparmono mengatakan ketersediaan ternak layak jadi kurban sebanyak 11.653 ekor. Rinciannya, sapi 3.690 ekor, kambing 2.118 ekor, dan domba 5.845 ekor. Padahal jumlah hewan kurban yang dibutuhkan sebanyak 21.350 ekor, ketika dihubungi pada Kamis, 1 Juni 2023 (https://www.metrotvnews.com/). Kondisi ini semakin diperparah dengan munculnya penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) atau masyarakat umum biasa menyebut penyakit ini dengan nama “lato-lato” yang menyerang hewan ternak sapi . Gejala yang dialami ternak yakni timbul benjolan bulat-bulat keras dikulit pada hampir seluruh bagian tubuh ternak.
Syarat hewan qurban adalah hewan yang sehat dan sempurna secara fisik, maka jika penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) tersebut tidak tertangani dengan baik atau tidak diambil langkah-langkah pencegahan penularannya, dapat mempengaruhi ketersediaan pasokan hewan kurban khususnya di Yogyakarta. Perlu dilakukan upaya-upaya dari dinas terkait untuk menangani dan mencegah penularan penyakit tersebut seperti menggalakkan sosialisasi, pendampingan dokter hewan kepada para peternak dan memotong siklus penyebaran termasuk menutup akses masuk dari daerah lain yang juga terkena penyakit tersebut.
Disamping itu perlu disiapkan langkah alternative jika upaya sosialisasi dan pencegahan tidak berjalan optimal. Maka diperlukan Stretegi Supply Chain Management atau Manajemen Strategi Rantai Pasokan yang tepat. Langkah kongkrit yang bisa dilakukan diantaranya mengidentifikasi dan menganalisa data rantai pasokan/persediaan hewan kurban sebelumnya, sehingga kekurangan stok dapat diantisipasi. Strategi yang lain adalah mengadakan kontak dengan daerah lain yang terbebas dari penularan penyakit LSD untuk mencukupi kekurangan tersebut. Dengan upaya sosialisasi dan pencegahan penyakit LSD yang optimal serta penerapan Supply Chain Management yang tepat diharapkan dalam waktu beberapa minggu kedepan kebutuhan hewan kurban khususnya di Yogyakarta dapat dipenuhi sesuai harapan masyarakat.