humaniora.,id – Masihkah ingat sejarah anak ingusan bau kencur yang bernama Danang Sutawijaya yang dikenal sebagai Sutawijaya? Sutawijaya merupakan putra Ki Gede Pemanahan, pendiri cikal bakal Kerajaan Mataram Islam yang beribukota di Kotagede Yogyakarta.
Anak kecil bernama Sutawijaya dan ayahnya bernama Ki Ageng Pemanahan membantu Jaka Tingkir membunuh raksasa yang bernama Arya Penangsang.
Arya Penangsang adalah raja Demak yang sakti mandraguna tetapi memiliki jiwa pendendam. Karena sifat inilah Arya Penangsang membuat dirinya menjadi raja yang ditakuti, bahkan menjelma menjadi sosok raksasa.
Jadi dalang atas terbunuhnya Arya Penangsang adalah Ki Ageng Pemanahan yang terus membantu Jaka Tingkir dengan melibatkan anaknya yaitu Sutawijaya.
Atas kemenangan ini Jaka Tingkir mendirikan Kerajaan Pajang dan memberi hadiah tanah Mentaok (Kotagede Yogyakarta ). Pada masa kepemimpinan Ki Ageng Pemanahan, Kotagede hanyalah sebuah wilayah Mataram Islam yang dibangun oleh Ki Ageng Pemanahan bersama putra kecilnya. Mataram Islam yang dipimpin oleh Ki Ageng hanyalah sebuah Kadipaten di Kerajaan Pajang. Tetapi setelah ayahnya wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya melepaskan diri dari kerajaan Pajang dan mendirikan kerajaan Islam pada tahun 1582 M.
Sutawijaya bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama, yang menunjukkan raja yang berkuasa atas pemerintahan dan keagamaan. Gelar Senopati ini karena Sutawijaya juga sebagai panglima perang.
Di tangan Sutawijaya atau Panembahan Senopati Kerajaan Mataram Islam menjadi negara agraris yang beribukota di Kotagede bahkan Mataram Islam tumbuh menjadi Kota yang dikagumi dan berhasil menguasai kerajaan Pajang yang sedang dilanda perang saudara. Wilayah yang berhasil dikuasai oleh Mataram Islam adalah Kedu, Bagelen, Pajang, Mangiran, Blora, Madiun, Pasuruan, Ponorogo, Jepara, Demak dan Pati, tentunya wilayah Mataram Islam semakin luas (sumber link di Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta).
Dari cerita di atas penulis memiliki keyakinan bahwa anak kecil bernama Sutawijaya dipersiapkan bapaknya, tak ubahnya seperti Gibran yang mulai diajak bapaknya untuk membantu Ganjar Pranowo menjadi Presiden yang akan menumpas raksasa-raksasa di negeri ini. Para penguasa yang memiliki hati yang jahat dan pendendam.
Politik yang mulai memanas di Indonesia ini adalah cawe-cawenya Jokowi untuk membantu Ganjar menjadi Presiden 2024 dan menyiapkan Gibran menjadi pemimpin yang tangguh.
Ini adalah politik Jokowi, tetap membantu Ganjar Pranowo sekaligus menyiapkan calon penggantinya. Kalau Jokowi tidak ikut cawe-cawe dalam hal ini, maka raksasa (kejahatan) yang ada di negeri ini tidak akan pernah terkalahkan.
Jadi untuk mengalahkan para penguasa yang memiliki jiwa pendendam, Jokowi ingin menjadikan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menjadi Presiden dan wakil presiden, sekaligus menyiapkan anak kecilnya menjadi pengganti Ganjar kelak. Tentunya Jokowi berharap Gibran nanti menjadi pemimpin dan sekaligus Senopati perang yang tangguh yang mampu mengembangkan kekuasaan tidak hanya di Indonesia saja tetapi meluas ke manca negara. Selain itu Indonesia akan seperti kerajaan Mataram Islam yang wilayah kekuasaan sangat luas.
Jadi siapa yang menghujat Jokowi harus berfikir jangka panjang, permainan politik apa yang telah disiapkan oleh Jokowi untuk Ganjar serta Gibran dalam rangka menumpas para mafia kelas raksasa yang memiliki jiwa pendendam. Dan Gibranlah yang kelak menggantikan Ganjar.
Jadi Jokowi itu telah berfikir jangka panjang, untuk saat ini, saat Ganjar jadi Presiden dan mempersiapkan Gibran sebagai penggantinya kelak. Jadi ketika pak Jokowi sudah tua dan akhirnya diwafat oleh Allah SWT akan merasa bangga dan lega, bahwa penerusnya adalah orang-orang yang dibawah kendalinya, tentunya kendali yang baik. Bukan ingin merusak Indonesia tetapi ingin membawa Indonesia menjadi negara dengan pengaruh kekuasaan yang luas dan dikagumi banyak negara. Tentunya menjadi negara yang penduduknya banyak beragama Islam yang damai seperti yang dicontohkan oleh kerajaan Mataram Islam di Kotagede.
Itulah yang bisa penulis tangkap dari permainan bidak caturnya Jokowi. Ganjar Pranowo sebagai Jaka Tingkir, Jokowi sebagai Ki Ageng Pemanahan dan Gibran sebagai Sutawijaya. Seorang anak kecil bau kencur si Danang Sutawijaya bisa mengalahkan raksasa Arya Penangsang, apakah itu mungkin? Al Hasil bukan Jaka Tingkir dan si kecil yang sakti, tapi ahlinyalah yang tahu cara berfikir dan berjalan.
Ki Gede Pemanahan
Ki Gede Jurumertani
Ki Gede Penjawi
Mari berfikir
Wallahu a’lam bishawab
Nurul Azizah adalah penulis buku “Muslimat NU Militan Untuk NKRI”