humaniora.id – Dunia kepenulisan tampaknya sudah menjadi panggilan hidup Akhmad Sekhu. Baik sebagai penulis karya fiksi maupun karya jurnalistik.
Wartawan dan penggiat sastra asal Tegal ini merasa hidup penuh berkah telah diberi umur panjang oleh Allah SWT dengan tetap menggeluti dunia kepenulisan yang telah membesarkan namanya.
“Alhamdulillah, saya merasa hidup penuh berkah telah diberi umur panjang sampai setengah abad lebih,” ujar Akhmad Sekhun kepada wartawan, Kamis (25/5/2023).
Menurut Akhmad Sekhu, fase-fase dalam hidupnya memang tak lepas dari dunia kepenulisan yang diseriusi selama 30 tahun lebih.
“Semoga saya tetap bisa berkarya,” ungkap Pemenang Favorit Pembaca di Sayembara Mengarang Puisi Teroka-Indonesiana “100 Tahun Chairil Anwar” (2022) ini.
Fase-fase dalam hidupnya, kata Akhmad Sekhu, mulai dari sekolah SD, dimana ia sakit dan harus berobat jalan sehingga tidak diperbolehkan banyak bergerak jadi tidak mengikuti pelajaran olahraga di sekolahnya.
“Karena tidak diperbolehkan banyak bergerak, maka saya banyak membaca, mulai dari buku, majalah,sampai komik,” kenangnya.
Akhmad Sekhu mengaku masih ingat komik yang dibacanya, antara lain, serial Deni Manusia Ikan, hingga komik wayang Mahabharata karya RA Kosasih.
“Saya terima kasih kepada RA Kosasih, berkat komik Mahabharata karangannya, saya dapat mengenal dunia pewayangan,” paparnya.
“Episode Mahabharata yang paling saya suka adalah saat Bisma terbaring di atas panah-panah, sungguh sangat menyentuh. Kita perlu belajar dari Bisma tentang kecintaannya pada Tanah Air yang begitu sangat besar,” tegasnya.
Akhmad Sekhu menyampaikan saat sekolah SMP minatnya pada dunia kepenulisan semakin berkobar. Ia rajin mengirimkan puisi-puisinya ke acara Taman Puisi di Radio RSPD Kodya Tegal yang diasuh Mameth Suwargo.
“Di sekolah SMPN 2 Kramat, alhamdulillah nilai pelajaran mengarang saya bagus sekali sehingga menjadi anak emas Bu Guru Bahasa Indonesia Titi Budi Nurani,” ungkapnya bangga.
Menginjak masa remaja, lanjut Akhmad Sekhu, saat SMA Pancasakti Tegal, puisinya berjudul ‘Sajak untuk Sebentuk Cinta’ dimuat di rubrik puisi Majalah Ceria Remaja yang diasuh oleh ‘Presiden Penyair’ Sutardji Calzoum Bachri.
“Yang menyerahkan wesel honor puisi adalah Bapak Kepala Sekolah, yang memuji saya selangit karena katanya telah mengharumkan nama sekolah. Tapi Bapak Kepala Sekolah juga mengkritik saya karena sering sekali membolos sekolah,” kenangnya.
Saat kuliah di Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Akhmad Sekhu bersama teman sesama mahasiswa mendirikan Kelompok Sastra Mangkubumen (KSM) dan Hismi (Himpunan Sastrawan Muda Indonesia).
Pada awal mendirikan organisasi ini cukup menggegerkan dunia sastra Yogyakarta karena akan turut nimbrung sebuah majalah yang sangat bersejarah. Sehingga dianggap akan ‘kudeta’ terhadap eksistensi seorang sastrawan senior.
“Tapi setelah itu, Hismi dipercaya menjadi bagian dari Panitia Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) dengan menerbitkan sebuah buku sastra berisi puisi dan cerpen, “ urainya.
Akhmad Sekhu merasa beruntung karena berkat puisi ia dapat bertemu langsung dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X.
“Saya menerbitkan buku ‘Cakrawala Menjelang’ yang mendapat sambutan khusus Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sungguh sebuah kehormatan bagi saya pribadi dapat bertemu langsung dan bicara empat mata dengan beliau,” ungkapnya.
Setelah lulus kuliah, Akhmad Sekhu langsung merantau ke Jakarta dan bergaul dengan banyak seniman di Taman Ismail Marzuki (TIM). Ada momen yang baginya sangat berharga karena ia bersama para seniman TIM diundang khusus ke rumah sastrawan legendaris, Pramoedya Ananta Toer.
Kesempatan langka dapat bertemu langsung dan menginap di rumah sastarawan kebanggaan Indonesia, yang dulu berulang kali dinominasikan Nobel Sastra, sebuah penghargaan sastra paling prestisius di dunia.
“Bercakap-cakap dengan Bung Pram yang nada bicaranya begitu sangat bersemangat, kita dimotivasi untuk tetap semangat berkarya,” ujar Sekhu.
Ada sebuah quote dari Pramoedya Ananta Toer paling diingat Akhmad Sekhu yang membuatnya tetap semangat berkarya. Bunyinya begini: “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” terang Sekhu mengutip pikiran Pramoedya Ananta Toer.
Akhmad Sekhu mengaku tak berpuas diri dengan pencapaian karya-karyanya sekarang. Beberapa naskah menjadi PR belum selesai dikerjakan, di antaranya novel yang berlatar sejarah Reformasi dan novel sejarah tentang RA Kardinah, adik RA Kartini. Seorang pejuang kemanusiaan yang mendirikan Rumah Sakit Kardinah di Tegal, tanah kelahirannya.
“Masih banyak PR dalam dunia kepenulisan yang harus saya kerjakan. Semoga diberi umur panjang dan berlimpah rezeki karena perlu riset mendalam. Sehingga saya bisa merampungkan dua novel sejarah tersebut,” tegasnya.
Obsesi Akhmad Sekhu dapat mempersembahkan karya terbaik untuk masyarakat. “Sebagai manusia kita harus mau berusaha terus, dan saya ingin seumur hidup dapat berkarya terus,” pungkas Akhmad Sekhu optimis./*
Comments 1