humaniora.id – Sosialisasi pemberantasan stunting menjadi sangat penting karena di Indonesia angkanya masih tinggi. Direktorat Ketahanan Remaja (Dithanrem) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat mengadakan kegiatan Sosialisasi Pencegahan Stunting dari Hulu bersama M. Yahya Zaini SH. Anggota Komisi IX DPR RI.
“Data tahun 2022 masih ada 21,6% artinya kalau ada lima bayi yang lahir, satu diantaranya terkena stunting. Angka di Jawa Timur masih tinggi sehingga kita berharap secara Nasional angka stunting menurun mencapai target 14% sebagaimana yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2024,” ujar Yahya Zaini dalam kegiatan sosialisasi yang digelar BKKBN di Balai Desa Dimong, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur, Minggu (23/07/2023).
Dalam sambutannya Yahya menjelaskan secara umum penyebab stunting sebagian besar karena salahnya pola asuh. Stunting adalah terhambatnya tumbuh kembang anak karena kekurangan gizi yang kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan.
“270 hari dalam kandungan, 730 di luar kandungan atau pada masa 2 tahun. Masa 2 tahun ini adalah yang paling penting bagi pertumbuhan seorang anak. Jadi ini perlu perhatian sangat serius,” imbuhnya.
Yahya mengungkapkan penyebab stunting yang pertama adalah kekurangan asupan gizi. Kedua kurangnya layanan kesehatan. Ketiga kurangnya akses ke makanan yang bergizi. Terakhir kurang akses terhadap air bersih dan sanitasi.
“Jadi ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stunting,” ungkap Anggota Komisi IX DPR RI dari Partai Golkar.
Yahya menambahkan bagaimana cara mencegah stunting. Pertama memberikan asupan gizi yang cukup kepada ibu hamil.
Kedua, memberi ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayi. Ketiga, memberi makanan tambahan ASI atau MPASI (Makanan Pendamping ASI) setelah usia 6 bulan. Keempat, awasi perkembangan tumbuh kembangnya anak, dibawa ke posyandu secara rutin. Dan yang paling penting adalah menjaga kebersihan.
Pencegahan dari hulu, kita harus membekali generasi muda dengan literasi guna meningkatkan pengetahuan yang memadai terhadap Generasi Berencana atau biasa disebut GenRe.
“GenRe diberi penjelasan mengenai jangan cepat menikah karena pernikahan dini yang tinggi menjadi salah satu penyebab stunting. Usia pernikahan yang ideal yaitu untuk perempuan 21 tahun dan untuk laki-laki 25 tahun. Secara fisik dan mental sudah siap,” ujarnya.
Selanjutnya, Yahya Zaini memberikan apresiasi acara sosialisasi seperti yang dilakukan BKKBN Pusat sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk bersama-sama membangun kesadaran melakukan pencegahan stunting dari hulu. Masyarakat senang dan yang terpenting mendapat ilmu. Ilmu pengetahuan mengenai stunting bagi masa depan generasi bangsa Indonesia yang sehat dan kuat.
Kemudian, narasumber dari Direktorat Bina Ketahanan Remaja BKKBN Pusat Priyanti S.E, M.PH yang hadir di acara ini juga menyampaikan, anak-anak remaja mudah membaca program dan mencerna suatu hal. Tapi mereka tidak bisa berjalan sendiri.
“Anak-anak membutuhkan pendampingan orang tua. Terlebih di usia SD sudah mulai puber. Pencegahan sesuatu yang buruk dapat dilakukan mulai dini. Pertama, katakan tidak pada pernikahan usia anak. Kedua, katakan tidak pada seks bebas. Lalu ketiga, katakan tidak pada napza dan terorisme,” jelas Apri.
Apri memberikan dukungan terhadap Duta GenRe untuk menyebarluaskan kampanye generasi berencana agar menjadi duta-duta di masyarakat untuk turut aktif memberikan edukasi jangan cepat menikah karena pernikahan dini yang tinggi menjadi salah satu penyebab stunting. Usia pernikahan yang ideal yaitu untuk perempuan 21 tahun dan untuk laki-laki 25 tahun karena di usia ini secara fisik dan mental sudah siap untuk menikah.
“Teman-teman Duta GenRe dapat bertugas membantu anak-anak agar tidak menikah di usia dini. 55% anak yang menikah di usia dini akan rentan melahirkan anak-anak yang stunting. Kita berharap peran Bapak dan Ibu di sini untuk menahan atau mencegah anak-anaknya untuk menikah di usia dini,” tambahnya.