humaniora.id – Mengapa setiap tanggal 1 Mei diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai hari buruh? Sebenarnya peringatan hari buruh lahir dari sebuah aksi demontrasi. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 1 Mei 1886 Masehi di Chicago, Amerika Serikat. Pada saat itu para buruh menuntut pengurangan jam kerja yang awalnya 10 hingga 16 jam sehari menjadi 8 jam sehari. Kalau di Indonesia 8 jam itu di mulai jam 08.00 pagi sampai jam 16.00 sore.
May Day awalnya didirikan oleh federasi internasional yaitu kelompok sosialis dan serikat buruh yang menetapkan 1 Mei sebagai hari untuk mendukung hak-hak pekerja. Hari buruh merupakan perayaan tahunan yang dijadikan momen untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh di berbagai negara di dunia. Di Indonesia juga ikut memperingati.
Perlu diketahui pada tanggal 1 Mei 1948 menjadi tahun penting bagi sejarah perjuangan pekerja atau buruh karena presiden Soekarno melalui Undang-Undang Kerja nomor 12 Tahun 1948 menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Pekerja atau hari buruh secara resmi.
Perlu dicatat oleh siapapun yang memimpin negeri Indonesia tercinta, apakah hak-hak pekerja sudah diberikan secara adil dan bijaksana. Peringatan hari buruh, juga ditetapkan sebagai hari libur nasional. Hari buruh tidak sekedar diperingati sebagai hari libur. 1 Mei diperingati untuk menghormati hak-hak pekerja secara adil dan perlindungan kerja sudah diberikan secara layak atau tidak.
Apakah kehidupan para pekerja sudah memenuhi standar hidup minimal dan memperoleh hak-haknya secara adil.
Mengapa setiap peringatan hari buruh ada saja buruh yang turun di jalan melakukan aksi demo.
Banyak tuntutan dari aksi demo buruh. Diantaranya kelangkaan lapangan kerja, upah yang tidak sesuai dengan Upah Minimal Regional (UMR), upah tidak diberikan tepat waktu juga menjadi satu tuntutan. Semakin langka lapangan pekerjaan, semakin tinggi pula tingkat pengangguran. Hal ini dapat berakibat pada aspek sosial yang luas. Diantaranya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, daya beli minim bahkan terjadi kriminal karena terhimpitnya keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dari demo buruh tidak satupun yang memperjuangkan nasibnya Marsinah, seorang buruh yang demo memperjuangkan hak-haknya pada masa Orde Baru. Siapa yang tidak kenal Marsinah, buruh pabrik dimasa Orde Baru yang sampai sekarang belum diketahui pasti siapa pembunuhnya.
Marsinah yang kala itu memperjuangkan upah di perusahaan di mana ia bekerja, malah orangnya diculik, dibunuh dan dibuang mayatnya. Ini adalah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada era Orde Baru.
Satu kasus Marsinah sampai sekarang belum bisa dituntaskan walau beberapakali ganti presiden.
Yth Bapak presiden Joko Widodo, Bapak Jendral Agus Subiyanto Panglima TNI, Bapak Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo, Ibu Atnike Nova Sigiro Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mohon tuntaskan kasus kematian Marsinah. Kematian Marsinah pada era Orde Baru adalah aib bangsa Indonesia. Sangat memalukan apabila kasus ini tidak bisa diselesaikan sampai tuntas.
Pelaku penganiayaan dan pembunuhan Marsinah secara sadis dan brutal sampai puluhan tahun belum ketangkap. Jadikan kasus Marsinah sebagai legacy para pemangku jabatan.
Marsinah adalah seorang aktivis dan buruh pabrik pada Masa Orde Baru, bekerja pada PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993, setelah menghilang selama tiga hari.
Pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993, Marsinah dan rekan-rekan buruh lainnya menjadi perwakilan perundingan dengan PT. CPS. Namun tanggal 6 Mei 1993 Marsinah menghilang begitu saja dan misterius. Tanggal 8 Mei 1993 ditemukan meninggal di hutan dengan keadaan tergeletak sekujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras dan berlumuran darah di sekujur tubuhnya.
Pembunuhan Marsinah merupakan riwayat kekejian aparat Orde Baru. Apa yang salah dengan sosok Marsinah? Salah Marsinah adalah membuat tuntutan Buruh.
Tuntutan Marsinah antara lain : “Kenaikan upah sesuai kebutuhan buruh, tunjangan cuti haid, asuransi kesehatan bagi buruh seharusnya ditanggung perusahaan, THR satu bulan gaji sesuai dengan himbauan pemerintah, uang makan ditambah, kenaikan uang transport, bubarkan SPSI, tunjangan cuti hamil tepat waktu, upah karyawan baru disamakan dengan buruh yang sudah satu tahun bekerja, dan pengusaha dilarang melakukan mutasi, intimidasi, PHK karyawan yang menuntut haknya.”
Kasus Marsinah merupakan kasus pelanggaran berat HAM, yakni pasal 9 UU No. 26 tahun 2000, yaitu unsur kejahatan manusia dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dasar hukum yang dilanggar adalah sila ke-2 dari Pancasila, “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.”
Mari kita simak pengakuan dari Dr. Mun’im Idris (Ahli Forensik) yang membeberkan penyebab kematian Marsinah.
Marsinah sebelum tewas, disiksa alat vitalnya ditembak dan ditusuk dengan benda tumpul. Ditemukan banyak luka memar di tubuhnya.
Hasil otopsi di RSUD Nganjuk dan RSUP Dr. Soetomo menyebutkan, aktivis dan buruh pabrik PT. CPS yang meninggal pada tanggal 8 Mei 1993 ditemukan adanya tanda-tanda bekas luka penganiayaan berat. Dr. Mun’im Idris menyebutkan ada luka tembak dibagian alat vitalnya. Dan ada luka benda tumpul (senjata api) yang dimasukkan ke alat vitalnya, sangat sadis dan tidak berperikemanusiaan. Siapa pelakunya? Mereka adalah kelompok tertentu, dan sampai sekarang kasus ini belum terselaikan.
Kasus Marsinah yang terjadi di zaman Orba Baru saat ini mulai dilupakan. Jangan sampai ada Marsinah-Marsinah yang lain. Marsinah adalah simbul buruh yang cerdas tetapi kalah dengan kekuasaan. Buruh tidak punya hak untuk bersuara, mereka simbul dari semena-mena aparat terkait. Belum adanya kesejahteraan dan kebebasan berpendapat di kalangan buruh.
Nurul Azizah, penulis buku “Muslimat NU Militan Untuk NKRI” minat hub 0851-0250-8616